Epilog. A New Beginning

22.1K 1.4K 129
                                    

"Sayang, ini bunganya gede banget!" Dikta menatap kaget ke arah buket bunga yang Gayatri bawa ke kantornya. Hari telah menjelang malam ketika ia mampir ke ruangan Dikta. Saat ini, hanya tinggal mereka berdua saja di lantai tersebut. 

Perempuan itu juga membawa sekotak kue dan sebotol anggur yang sudah diletakan di atas meja rapat kecil dalam ruangan Dikta. Di sisi meja tampak koran dengan tajuk utama tercetak besar-besar: "SOEPRAPTO DAN KEJATUHANNYA".

Gayatri tersenyum lebar menanggapi Dikta yang tampak terperangah. "Mas, hari ini perayaan. Perayaan karena kamu ditunjuk jadi Direktur Utama. Ya, jelas harus besar dong bunganya. Aku bahkan mau pesen bunga papan sekalian! Terus kutulis besar-besar: CONGRATULATIONS FOR KICKING THAT BASTARD ASS!"

"Jangan ngaco, ya!" ucap Dikta dengan gelengan kepala.

Dikta baru diangkat jadi Direktur Utama hari ini, satu tahun setelah rapat besar tersbut. Semua orang sadar, tidak mungkin ia jadi Direktur Utama detik itu juga. Ia masih harus membuktikan dirinya. Dan sepertinya, setahun ini sudah cukup.

Gayatri tertawa. Perempuan itu mendudukan diri di salah satu sofa di ruangan Dikta. Ia mengambil iPhone 5 terbarunya sambil menggulir layar media sosial Instagram-nya.

pasca kejadian tersebut, Adji akhirnya dipanggil oleh tim audit berlanjut ke kepolisian. Bagaikan efek domino, kejadian itu justru mengungkap proyek-proyek gelap Adji dan Soeprapto, berakhir dengan kasus yang heboh karena Soeprapto tertangkap basah dalam kasus korupsi dan pencucian uang.

Kasus itu masih bergulir dan tidak tahu akan seperti apa. Baik Dikta dan Gayatri malas mengikutinya. Mereka hanya perlu tahu bahwa kini, seisi keluarga dan perusahaan itu berada pada kehancuran.

Carissa benar-benar hilang ditelan bumi. Gosip terbarunya, ia kabur ke Singapura dengan sisa uang ayahnya dan kini tengah dalam pencarian kepolisian. Tidak ada yang tahu dia di mana. Semua media sosialnya juga menghilang.

Seiring dengan jatuhnya Soeprapto, maka beberapa aset kemudian dilelang. Ada beberapa brand yang dirasa potensial—beserta dengan beberapa karyawannya—kemudian diadopsi oleh beberapa perusahaan, salah satunya Adhyaksa. Dengan perhitungan investasi yang kecil dan licensed yang lebih murah, secara sisi bisnis, mengadopsi brand-brand itu tampak menguntungkan. Terutama, brand fesyen pria yang belum banyak ragamnya di Adhyaksa.

"Nanti, katanya, ada sepupumu yang masuk jadi brand director untuk kategori fesyen pria?" tanya Dikta pada Gayatri.

"Arjuna?" Gayatri mengangkat bahu. "So far, sepertinya, Tante Kinanti yang akan masuk. Tapi, nggak tahu juga, deh. Aku nggak deket sama Juna. Dia cuma numpang lahir di Jakarta terus ke Amerika sampai sekarang nggak balik-balik."

Dikta manggut-manggut. Ia menatap ke arah Gayatri yang sudah menuang anggur ke gelas. 

"Kalau kamu bikin perayaan kayak gini, aku juga harusnya bikin waktu dua bulan lalu kamu ditunjuk jadi Wakil Direktur Utama, hm?" Dikta berdiri dari kursinya. Ia tersenyum miring pada Gayatri yang tengah memutar bola mata.

"Cuma wakil apa bagusnya?" Gayatri menggelengkan kepala. "Lagipula, emang dari dulu seperti itu. Mas Darma calon Direktur Utama, aku yah, syukur-syukur jadi wakilnya."

"And you got that position. Bukan tanggung jawab sembarangan loh, Tri." Dikta melempar diri ke sebelah Gayatri. Ia mengambil gelas itu dan mengangkatnya. "Cheers?"

"Cheers!" Gayatri menyentuhkan ujung gelas sebelum menyesap anggurnya pelan. Ada banyak hal yang terjadi setahun belakangan ini hingga Gayatri tak sanggup untuk bersantai. Hari ini, setelah sekian lama, akhirnya, mereka bisa sedikit menghela napas.

Business UnusualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang