40. How To Tell Her

10.4K 1.2K 41
                                    

Gayatri memutar kursi untuk menghadap jendela dengan kelap-kelip lampu yang menjadi satu-satunya penyegar pandangan. Jam sudah menunjukan pukul delapan tetapi pekerjaannya belum selesai juga. Rasanya, 24 jam sehari tak cukup untuk menyelesaikan semua pekerjaan.

Sebenarnya, Dikta sudah menawari untuk menemani Gayatri. Namun, Gayatri menolak dengan alasan sungkan. Tentu itu bukan alasan satu-satunya. Bersama Dikta kini, sesi kerja bersama akan berbeda. They won't be pushing papers, but exploring each other's bodies instead. 

Lagipula, Dikta diajak makan malam oleh keluarganya malam ini. Dan Gayatri tak ingin jadi penghalang rekonsiliasi itu.

Sebuah ketukan di pintu membuat Gayatri memutar balik kursi. Dari jendela kecil pintu itu, tampak sosok Kartika mengintip. Adik perempuannya itu baru masuk beberapa hari yang lalu. Sama seperti Gayatri, sepertinya, masih banyak yang harus ia kerjakan. Atau lebih tepatnya, harus ia kejar.

"Masuk, Tik!"

Kartika membuka pintu. Hal yang pertama kali menarik perhatian Gayatri adalah rambut bob pendek dengan semir peek-a-boo warna pirang yang membuatnya mencolok. Sepanjang leher yang berada di dekat kuping hingga ke pundak yang tertutup blazer, tampak tato tulisan yang menjalar. Gayatri pernah melihat tato itu sekali; sebuah kutipan bahasa latin bak mantra Harry Potter bertuliskan Fluctuat nec mergitur yang katanya bermakna ia dilempar ke ombak namun tidak tenggelam.  

Gayatri ingat, Kartika membuat tato itu ketika ia keluar dari rumah. Aksi yang membuat Gayatri menggeleng tak percaya. Selama hidupnya, Gayatri yang paling sering membuat masalah sementara Kartika selalu dikenal sebagai anak baik yang penurut. Sepertinya roh pembangkang itu meledak pada akhirnya.

Melihat Kartika membuat Gayatri sadar betapa adiknya itu mendamba kebebasan yang sesungguhnya. Dan Gayatri tidak tahu, apa yang Kartika rasakan sekarang. Apa ia masih ingin keluar dan terbang tinggi?

Kartika masuk dengan laptop warna abu berlogo apel di pelukan kirinya, di tangannya yang lain tampak plastik warna putih beraroma menggugah. "Belum makan, kan?" Kartika berucap sambil meletakan kotak tersebut.

Gayatri mengangguk dengan senyum lebar. Ia berencana memesan antar untuk makan malamnya namun lupa karena terlena akan perkerjaannya. Ia  berdiri dari kursinya. dan berjalan ke arah adiknya yang duduk di sofa dengan meja pendek yang sering jadi tempat rapat. Perempuan itu mengambil satu kotak sebelum membuka makanannya.

"Gimana kerjaan?" tanya Gayatri sambil menyuap makanannya.

"Gitu-gitu aja, kan baru belajar." Kartika berucap sambil melepaskan blazer-nya, menampakan dirinya yang terbalut blus biru muda dengan lengan sampai siku.

Mata Gayatri mendelik ketika melihat tato lain di bagian belakang lengan kirinya. "Tato baru lagi?" tanyanya membaca tulisan di sana. "Ex nihilo nihil."

"Nothing comes from nothing." Kartika berucap sambil mengambil kotak makannya. "To remind me I need to work my ass off to get what I want to get. Terutama bagaimana gue mencapai apa yang gue mau."

Gayatri menghela napas sambil menggelengkan kepala keheranan. Filosofis sekali. Sedikit banyak, ia merasa iri dengan Kartika yang bisa mengekspresikan dirinya melalui tato dan kreasi kuenya, sementara Gayatri sendiri tak tahu harus melampiaskan dirinya dengan cara apa.

"Tato lo berapa banyak, sih?" tanya Gayatri penasaran.

"Baru lima," jawab Kartika santai. 

"Lima?" Mata Gayatri membelalak. "You should be Papa's good little girl, Tik! Itu kan role kita di rumah?"

Business UnusualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang