Musik. Keramaian. Minuman alkohol.
Tiga hal itu jadi penawar kesal pada Gayatri malam ini. Seusainya dari kantor, ia langsung tancap gas ke kelab di bilangan Jakarta Selatan. Terserah dengan keadaannya yang kacau balau, Gayatri butuh pelampiasan atas segala yang menimpanya.
Ia tahu beberapa orang memerhatikannya. Keadaannya begitu menyedihkan dengan duduk sendirian di bar dan menegak minumannya sendiri. Ya, sendiri.
Malam kemarin bukan hanya membuatnya dimarahi, kehilangan partner pekerjaan atau jadi gosip di infotainment, tetapi juga di-block oleh dua dayang-slash-temannya, Naomi dan Tasya.
Dasar penjilat brengsek! Gayatri menarik napas dengan sebal. Ya, biarlah! Siapa juga yang butuh teman seperti itu, ya, kan?
Gayatri mendesah keras-keras. Ia kembali menegak minumannya. Ini sudah gelas yang ketiga, tetapi, minuman ini sama sekali tidak bisa meredakan masalahnya. Semuanya terasa begitu menyedihkan. Kini, ia ditinggalkan sendiri.
Sendirian, kesepian, menyedihkan. Ah, kalau dipikir-pikir, hidupnya memang menyedihkan, kan?
Tangannya terkepal ketika mengingat-ingat kalimat Darma tadi. "Ngapain sih sampai emosi gitu sama bocah? Untuk cowok nggak mutu begitu, hah?"
Untuk orang seperti Darma yang selalu penuh dengan cinta di setiap hidupnya, ia tidak akan mengerti rasa beruntungnya dicintai bahkan oleh orang yang tidak bermutu sekalipun. Darma mana mengerti?
Gayatri mengangkat tangan, meminta bartender kembali memberikan minuman untuknya. Perempuan itu mengambil napas. Malam ini, ia akan minum sampai tewas. Sampai mati sekalian! Toh, kalau dia mati, tak akan ada yang peduli dengan nasibnya.
Ia berharap semua lenyap.
Wangi parfum samar menggelitik indra penciuman Gayatri. Matanya melirik, menatap ke arah seorang lelaki yang duduk di sebelahnya. Tiba-tiba, seulas senyum terlihat dari lelaki itu.
Gayatri tak perlu kamus untuk menerjemahkan. Gayatri tak perlu peramal untuk mengetahui yang terjadi. Karena benar seperti dugaannya, dalam hitungan ketiga, lelaki itu sudah beringsut ke arahnya.
Sendirian? tebak Gayatri.
"Sendirian?" Benar sesuai tebakan! Ucapan lelaki itu sama persis dengan apa yang berada di kepala Gayatri.
"Yah, begitu," jawab Gayatri singkat. Ia meneliti lelaki itu. He is cute. Tubuhnya tak begitu tinggi tetapi punya postur yang tegap. Walaupun, Gayatri sedikit sakit mata dengan pilihan motif kemejanya yang lebih cocok dibawa ke pantai daripada ke kelab.
"Cewek, cantik, sendirian..." Lelaki itu terkekeh pelan. "Kok tumben?"
"Let's say," Gayatri memangku dagu. "Gue... baru putus."
Dagu lelaki itu terangguk. "Kenapa? Bosen ya sama cowok lo?" tanya lelaki itu tertawa. Ia menyesap minumannya pelan. "Soalnya, kalau gue jadi cowok lo, gue nggak akan mungkin ngelakuin hal yang bikin cewek secantik lo lepas gitu aja, sih."
Gayatri tertawa getir. Sekarang, ia benar-benar jadi menyedihkan.
"Yah, bisa dibilang begitu." Gayatri berkata lagi. "Bosan. Gue bosan sama cowok itu."
Kebohongan yang menyedihkan.
"Bosan karena?"
"Nggak puas," jawab Gayatri asal.
"Apanya yang bikin nggak puas? Duitnya? Penampilannya? Treatment-nya?"
"Goyangannya!"
Laki-laki itu nyaris tersedak minumannya sendiri sebelum tawanya itu pecah. Ia terbahak keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Business Unusual
RomanceBUSINESS UNUSUAL is a noun phrase refers to unexpected situations where businesses must adapt beyond conventional methods to navigate challenges. ADHYAKSA SERIES NO. 2 * Uang? Check! Wajah cantik? Check! Segala gelar pendidikan? Check! Yang Gayatri...