SEBELAS

288 10 4
                                    

بِسْمِ اللّٰه اُلرَّ خمّٰنِ اُلرَّ حِيمِ

ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

🌷Happy Reading🌷

Aku sanggup mencintaimu dalam diamku, tapi aku tak akan pernah sanggup bila harus mendengar qobiltumu terucap bukan untukku. ~anggun

Di Qur'an Allah tidak pernah berjanji jodoh mu adalah orang yang kamu cintai tapi Allah akan memberikan janjinya jodoh yang terbaik dalam hidup mu. ~zakarya

₊˚ ☁️⋅♡𓂃 ࣪ ִֶָ☾

Mendengar ucapan habib Zakarya barusan membuat hati Anggun hancur berkeping keping. Sebenarnya Anggun tidak menuju ke dapur, melainkan ke dalam kamarnya. Ia menyeka air mata yang membasahi pipinya, lalu ia berkata.

"Ya Allah, sakit banget rasanya. Jika ini memang takdirnya aku ikhlas. Hilangkan lah perasaan ini ya Allah."

"Ujian mu sangat lah berat, aku sadar aku bukanlah wanita paham agama. Secara kamu adalah seorang habib, jelas kamu memilih yang setara dengan mu. Apa lah aku seorang wanita biasa yang sedang proses hijrah ini?" Gumam Anggun sambil terus menyeka air mata.

Usapan lembut di atas kepala Anggun membuat ia menoleh, ternyata sang ibu sedang tersenyum menatapnya. "Nggak papa ya dek, di perbaiki lagi ya? Minta petunjuk lagi sama Allah. Sudah ya, jangan nangis lagi, air mata kamu terlalu berharga untuk menangisi lelaki seperti dia. Semangat ya dek, oh iya, katanya mau lihat hasil kuenya kok malah belok, kesasar ya?" Mereka pun terkekeh.

"Ya sudah, yok sama ibu saja lihatnya." Keduanya pun beriringan menuju dapur.

‧₊˚ ☁️⋅♡𓂃 ࣪ ִֶָ☾

"Kamu ini apa apaan sih ya? Jadi orang jangan maruk, istri satu itu nggak bakalan habis. Kalau kamu mau istri dua memang kamu bisa membagi semuanya? Lihat ini abi sama umi kita nikah sudah puluhan tahun dan sudah punya tiga anak, apa umi berkurang? Enggak umi malah makin sayang sama keluarga." Marah Abi.

Habib Zakarya masih tak bergeming seolah olah menyesali apa yang telah ia katakan. Di dalam hatinya ia memaki dirinya sendiri 'Kenapa harus bilang sekarang, pasti umi sama abi malu.'

"Kamu jadi CEO pun berkat bantuan kiyai Abdul, padahal dulu waktu Abi minta bantuan ke mereka, mereka juga sedang kesusahan. Kamu pernah nggak lihat kalau kiyai Abdul minta bantuan ke kita? Cuma kali ini aja kok." Lanjut Abi.

"Sudah sudah katanya mau berangkat pengajian, kok malah berantem, kayak anak kecil tau nggak, sudah dewasa kok masih aja berantem."

‧₊˚ ☁️⋅♡𓂃 ࣪ ִֶָ☾

Adzan subuh telah berkumandang, seluruh warga pondok pesantren Al Habsyi tergopoh gopoh menuju masjid yang letaknya di sebelah rumah kiyai Zaman. Di depan masjid sudah terpasang tenda untuk acara pernikahan nantinya.

Sholat subuh telah selesai, Adi melangkahkan kakinya menuju ndalem entah sedang mengantuk atau bagaimana, tiba tiba ia tersandung batu hingga menyebabkan Adi terjatuh dan tersungkur. Adi menepuk pelan dahi yang mengenai bebatuan yang tak jauh dari tempat terjatuh.

"Siap sih yang menaruh batu di tengah jalan? Menghalangi orang jalan saja." Ucap Adi lalu membuang batu itu dari tempat semula.

Jantung Adi berdetak lebih kencang dari biasanya, 'ada apakah ini?' batinnya bertanya tanya. Saat memasuki kamar, Adi menoleh kearah kalender yang bisanya akan di sobek ketika hari sudah berlalu. Ia pun terkejut tak karuan dan berlari ke arah kamar kedua orang tuanya.

With You HabibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang