TIGABELAS

314 12 1
                                    

بِسْمِ اللّٰه اُلرَّ خمّٰنِ اُلرَّ حِيمِ

ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

🌷Happy Reading🌷

Kini tibalah waktunya untuk Zakarya mempersunting Anggun. Zakarya dengan jas dan peci berwarna putih sudah menduduki kursi yang berada di depan Khoir dan penghulu. Di sampingnya ada sebuah kursi yang sengaja di kosongkan untuk Anggun duduki setelah Zakarya mengucapkan qobiltu. Dan beserta dua saksi yang berada di kanan dan kirinya.

"Sudah siap bib?" Tanya penghulu.

"Insyaallah."

"Sudah hafal nama calon istrinya?" Godanya lagi.

Zakarya pun tersenyum dan mengangguk. "Jangan terlalu tegang nggeh bib, rileks nggeh tegangnya nanti malam saja." Semua orang pun terkekeh tak terkecuali Zakarya.

'Bisa bisanya, astagfirullah' batin Zakarya.

"Monggo bib, tangan calon ayah mertuanya boleh di jabat." Arah penghulu.

Zakarya dan Khoir pun saling berjabat tangan satu sama lain.

"Bismillahirrahmanirrahim." Gumam Khoir.

"Ya, Muhammad Zakarya Farruzi ."

Dag Did Dug Serr

Jantung Anggun berdetak lebih kencang dari biasanya, seolah olah ingin terlepas dari tempatnya berada. Dapat Anggun dengar dari mikrofon, bahwa sang bapak telah memanggil nama seorang lelaki yang sebentar lagi akan sah menjadi suaminya itu.

"Ankahtuka wajawwajtu mahtubataka, Anggun Fitriawati binti Muhammad Khoir. Bil mahril bi'adawati sholah, wa milyuunu rubiyyatin wa Al-sura Ar-rahman bil Al-mulk haalan."

Terjadi keheningan beberapa detik membuat Anggun semakin mengeratkan genggamannya pada tangan sang ibu dan sahabatnya.

"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan!"

Dengan sekali tarikan nafas, Zakarya mampu mengucapkan kalimat yang sangat sakral ini.

"Bagaimana para saksi, sah?"

"SAH."

Tak terasa air mata menetes begitu saja. Zakarya masih tak menyangka di usianya yang akan menginjak dua puluh tiga tahun ia telah menemukan pendamping hidupnya, mempunyai tanggung jawab yang lebih, mempunyai amanah yang Allah titipkan padanya.

Dengan bibir melengkung ke bawah, Anggun menatap ibunya. "Ibuk."

Isna yang merasa terpanggil pun menoleh. "Shutt, jangan nangis. Awas saja kalau kamu nangis. Kita sudah cosplay jadi MUA, tapi kamu nangis? Nggak menghargai effort kita sih. Iya nggak lin?" Ucap Isna meminta persetujuan oleh Linda.

Dengan polosnya Linda pun mengangguk. "Ih, apaan sih. Orang lagi sedih juga."

"Halah, sedih sedih, harusnya seneng dong di nikahin sama habib kok nggak seneng. Udah yok, kita ke depan. Lin kamu gandeng tangan sebelah kiri ya."

Mereka bertiga pun beriringan menuju ruang tamu. Semua mata memandang Anggun seolah olah terpana dengan kecantikannya.

Masyaallah gumam Zakarya dalam hati.

With You HabibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang