- 11 .

1.2K 84 10
                                    

"Ah, tidak. Aku menyukainya," Ahra segera menyela kalimat Sehun yang terakhir, dia tentu begitu terkejut dengan apa yang baru saja pria itu ucapkan di depan adik dan ibunya.

Kenapa juga Sehun melakukan hal seperti itu? Dia ingin membuat citra Ahra buruk di depan keluarganya atau bagaimana sih? Apa yang sebenarnya dia pikirkan?

"Sungguh, Karina. Terima kasih banyak, aku menyukai hadiahnya, kok."

Sehun kali ini justru menoleh pada Ahra dan menatapnya dengan satu alis terangkat.

"Memang benar, 'kan? Kau tidak pernah mengganti parfum milikmu? Kau bahkan jarang memakai parfum dan hanya sebatas menggunakan lotion."

Ahra menatap Sehun dengan tatapan tidak percaya kali ini. Tidak mempercayai apa yang baru saja pria itu ucapkan kembali.

"Ah, Kak Ahra, tidak apa-apa kalau memang hadiahnya tidak cocok untuk kakak." Saat suara Karina selanjutnya terdengar, Ahra yang terkejut segera menoleh kembali padanya dan menggenggam benda di tangannya semakin erat, meski dia bisa melihat Karina tersenyum tulus padanya, Ahra tetap merasa buruk dan begitu merasa malu. Gadis itu kemudian menggeleng pelan berulang kali.

"Tidak, aku menyukainya, sungguh." Ahra kembali menjawab kalimat gadis yang lebih muda itu, kedua sisi pipinya sudah pias merah padam karena malu. "Aku bahkan tidak tahu kenapa Sehun mengatakan hal seperti itu."

Melihat kegaduhan kecil yang terjadi. Minah segera melerai mereka dengan membuka suara.

"Tidak apa-apa, Ahra. Lagi pula, sayang kalau memang hadiahnya tidak cocok untukmu. Karin bisa mencarikan hadiah yang lebih baik dan sesuai. Tidak perlu merasa sungkan." Perempuan itu berucap, tersenyum lembut pada Ahra seolah ingin meyakinkannya, Karin yang juga mendnegarnya segera tersenyum dan mengangguk pada Ahra, membenarkan kalimatnya. Dilihat dari ekspresi keduanya, sedikit pun tidak ada rasa kesal atau marah menanggapi apa yang sedang terjadi.

Ahra hanya menunduk malu sesaat, diam-diam dia melirik Sehun dan dia segera menyadari kalau pria itu rupanya sedang memperhatikan dirinya sejak tadi.

"Itu adalah parfum yang biasa Karin pakai," Sehun kali ini yang berbicara, "hadiah itu tidak akan terbuang sia-sia. Pasti Karin akan memakainya sendiri." Pria itu justru berucap diantara rasa malu dan kikuk yang Ahra rasakan saat ini. "Aku bahkan tidak yakin apakah Karin memang membelikan itu untukmu atau dia mengambil barang pribadi yang dia beli sendiri karena tidak tahu harus memberimu apa."

"Kakak!" Kali ini, suara Karin terdengar, gadis itu cemberut menatap kakak laki-lakinya yang duduk tepat di sisi Ahra di seberang mejanya saat ini. "Aku memang membelikannya untuk Kak Ahra, tahu! Aku memilihnya karena memang menyukainya!"

Sehun hanya tergelak pelan, kemudian tidak lama, kembali menatap Ahra yang masih belum berani untuk bergerak di tempat duduknya. "Kembalikan saja, setelah ini kau dan Karin pergilah berkeliling untuk mencari sesuatu yang kau sukai."

"Ah, itu ide yang bagus!" Karin menjawab kalimat Sehun, nadanya lebih bersemangat dari sebelumnya kali ini. Dia menatap Ahra dengan antusias. "Ayo, Kak Ahra. Setelah ini jalan-jalan bersamaku, ya!"

Ahra, masih sedikit kebingungan dengan pergeseran kejadian ini hanya menatap bingung bergantian antara Sehun dan Karin yang ada di hadapannya. Tidak lama, genggaman tangannya pada hadiah yang baru saja Karin berikan padanya terlepas, dan akhirnya, dia dengan berat hati mengembalikan benda itu pada Karin kembali. Meski Ahra merasa begitu malu dan bersalah, tetapi Karin yang menerima kembali benda itu di tangannya hanya tersenyum lebar padanya seolah tidak ada yang terjadi.

"Ada butik favoritku di mall ini, kak. Nanti kita lihat ke sana, ya. Aku akan membelikan Kak Ahra hadiah yang memang Kak Ahra sukai." Karina kembali berucap, dengan lebih bersemangat lagi dari sebelumnya, dia kemudian menoleh pada MInah yang sejak tadi hanya mengangguk pada Ahra seolah meyakinkan gadis itu kalau tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Ahra yang melihatnya akhirnya hanya bisa mengulum senyuman, merasa malu, dan bersalah. Dia tidak tahu apakah keluarga Sehun memang biasa seperti ini, tetapi kalau Ahra yang bersikap seperti itu pada keluarganya, mungkin dia akan dipukuli karena dianggap kurang ajar dan tidak tahu terima kasih.

Mendapatkan hadiah dari kedua orang tuanya saja Ahra sudah begitu bersyukur, dia tidak pernah bermimpi untuk memilih sendiri apa yang dia inginkan.

"Ah, iya Ahra, panggil saja aku dengan sebutan Mama mulai sekarang ya, atau Tante juga tidak apa-apa kalau memang masih belum terbiasa." Suara MInah selanjutnya kembali menyadarkan Ahra dari isi kepalanya sendiri. Dia mengalihkan perhatian sepenuhnya pada wanita paruh baya yang duduk di hadapan Sehun, melihatnya sedang tersenyum tulus padanya. "Panggilan Nyonya itu terlalu formal. Aku tidak mau calon menantuku memanggilku dengan panggilan yang begitu kaku seperti itu."

Mendengar kalimat itu, Ahra segera bersemu merah kembali, dia mencoba untuk menahan senyuman yang terlalu lebar terbentuk di bibirnya, dan hanya mengangguk sekali mengiyakan.

"Ah, baiklah, Nyonya--ah, maksudku.. Mama.." Ahra segera berucap, mengiyakan dan mengangguk kecil dengan menurut. Kedua sisi pipinya sudah merah kembali karena merasa malu dan tersipu. Sebutan ibu Sehun untuknya.. calon menantu.. Ahra tidak bisa menahan senyuman di bibirnya.

Melihat reaksi itu, Sehun tergelak pelan, salah satu tangannya kemudian meraih milik Ahra dan menautkan jemari mereka sebelum meletakkannya di atas meja.

"Lihat, 'kan? Sudah aku bilang Mama pasti menyukaimu."

Suara gelak tawa pelan dari Karina yang sejak tadi masih memperhatikan mereka segera terdengar, dia masih memperhatikan gerak-gerik Ahra dengan kedua sikunya bertumpu di meja dan telapak tangannya menahan wajahnya sendiri saat ini.

"Kak Ahra benar-benar menggemaskan." Karina berucap kembali sesaat setelah Ahra kembali menatapnya, dia bisa melihat bagaimana kedua netra adik perempuan Sehun itu berbinar-binar menatapnya. "Di mana sebenarnya kalian bertemu, sih? Bagaimana bisa Kak Sehun yang seperti ini bertemu Kak Ahra yang seperti ini?"

Ahra kembali tergelak pelan dan kembali menunduk, merasakan genggaman tangan Sehun semakin erat. dia kemudian bisa mendengar bagaimana Sehun mulai menceritakan soal pertemuan pertama mereka di kantor.

Menghela nafas pelan, Ahra bisa merasakan dadanya menghangat. Rupanya pertemuan ini tidak seburuk yang Ahra kira. Dia hanya berharap setelah ini segalanya akan berjalan lancar untuk dirinya dan Sehun.

***

"Sudah aku bilang untuk tidak memberikan parfum untuk Ahra, apa kau lupa?"

"Iya kak, aku lupa. Aku benar-benar minta maaf.." Karin sempat menunduk sesaat, mendengarkan omelan dari kakaknya saat ini. Kak Ahra dan mamanya sedang pergi ke kamar mandi bersama--atau, mamanya ingin ke kamar mandi, dan Ahra menawarkan diri untuk mengantar. Jadilah saat ini hanya ada Sehun dan Karina yang masih berbicara serius setelah insiden hadiah untuk Ahra tadi.

Sehun benar-benar tidak menyukai fakta bahwa adik perempuannya itu baru saja mencoba untuk memberikan Ahra parfum sembarang. Hal yang paling Sehun sukai dari Ahra adalah aromanya, entah itu berasal dari lotion miliknya, atau pengharum pakaiannya--yang pasti, Sehun sudah begitu terobsesi dengan aroma itu, dan berpikir kalau Ahra bisa saja memakai parfum dari adiknya dan membuat aroma kesukaannya itu lenyap benar--benar membuat Sehun kesal.

Tidak lama setelah pembicaraan itu, Sehun meraih dompetnya sendiri, kemudian menarik keluar sepotong kartu dari sana. Dia kemudian menyerahkannya pada Karina dan kembali berucap.

"Ini, ambil dan belikan beberapa barang untuk Ahra setelah ini. Tapi pastikan dia yang memilihnya sendiri dan pastikan kalau dia benar-benar menyukainya, mengerti?" Sehun berucap sembari mendorong sepotong kartu di atas meja itu lebih dekat pada adiknya, yang segera diterima dengan senyuman lebar dan wajah berbinar oleh gadis itu.

"Boleh aku membeli kopi dengan ini?"

"Pakai saja, asal kau mengajak Ahra berkeliling dan membuatnya sibuk hari ini," Sehun berucap setelah menutup dompetnya kembali, "ada sesuatu yang perlu aku lakukan. Nanti aku beri tahu kalau kau sudah bisa mengantarnya kembali pulang.

Karina tersenyum, kemudian mengangguk berulang kali. "Siap, bos!"

Dia mungkin sedikit tahu soal ada apa sebenarnya dengan kakaknya itu, tetapi Karina dan mamanya memilih untuk menutup mata dan menutup mulut. Tugas mereka hanya mendukung dan turut bahagia. Toh, bagi mereka, setelah segalanya yang terjadi dan setelah semua yang Sehun lakukan untuk mereka, pria itu juga berhak mendapatkan kebahagiaannya.

Bagaimana pun caranya.

(Zero) Gravity • osh [ R/18+ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang