BAB 07

13.2K 706 8
                                    

Bisa yok 50 vote buat bab berikutnya. Vote dulu sebelum baca yok.

................

Atmaja mempercepat langkah kaki ketika beberapa meter lagi sampai di ruang rapat.

Tentu sedang tak dalam rangka mengadakan pertemuan bersama klien atau bawahannya untuk membahas proyek, melainkan akan bicara empat mata dengan neneknya.

Sengaja dipilihnya tempat lumayan jauh dari keramaian para staf kantor, agar mereka tak mendengar pembicaraannya dan sang nenek yang sudah pasti akan berlangsung sengit.

Saat masuk ke dalam ruangan rapat, Atmaja langsung mencari sosok Lalitha Wedasana.

Sang nenek duduk di salah satu kursi dengan atensi juga sudah tertuju pada dirinya.

Kaki digerakkan segera mendekat ke tempat neneknya berada. Lantas ditempatkan diri tepat di sebelah Lalitha Wedasana.

Sang nenek langsung menyambut dengan pelukan. Atmaja pun memilih untuk diam saja bagaikan patung. Benar-benar tak bereaksi.

“Oma buatkan makanan kesukaanmu, Maja.”

“Kamu harus makan yang banyak.”

Diperhatikan dengan saksama bagaimana sang nenek mulai menaruh satu demi satu makanan ke wadah piring yang kosong.

Masakan-masakan andalan neneknya. Dan memang menjadi favoritnya sejak kecil.

Atmaja tetap memasang ekspresi dinginnya, saat mulai menyantap makanan disuguhkan oleh sang nenek dalam upaya menghargai.

Ditengah mengunyah dengan cepat agar bisa lekas ditelan, Atmaja bisa merasakan salah satu tangan neneknya terulur ke kepala.

Membelai-belai rambutnya dengan lembut.

Kebiasaan yang masih senantiasa dilakukan sang nenek setiap kali mereka bertemu.

Meskipun merasa risi akan perlakuan seperti anak kecil diterimanya, Atmaja tak akan bisa mengeluarkan protes ataupun kalimat lainnya yang bersifat bentakan ke Lalitha Wedasana.

“Kamu pasti marah dengan keputusan Oma membawa Sayana ke rumahmu, Maja.”

“Kamu boleh menumpahkan memarahmu pada Oma, dibandingkan cuma diam.”

Atmaja mempercepat kunyahan makanan di mulut agar bisa lekas ditelan. Lantas, akan diberikan tanggapan atas ucapan neneknya.

Sudah sejak tadi ia memang ingin bicara.

“Kenapa Oma membawa jalang itu?” Atmaja ingin tahu alasannya, walau benci dengan rencana yang dimiliki oleh sang nenek.

“Karena kamu butuh Sayana, Maja.”

Atmaja ingin sekali meluncurkan umpatannya yang kasar, namun dibatalkannya karena mempertimbangkan menjaga kesopanan sikap di depan sang nenek.

“Aku tidak suka dia muncul di depanku.”

“Aku sangat membenci jalang itu.”

“Bawa jalang itu pergi dari rumahku, Oma.”

“Kamu yakin sangat membenci mantan istri kamu, Maja? Atau masih mencintainya?”

“Oma lupa apa yang jalang itu lakukan pada calon anakku? Dia membunuhnya.”

“Melakukan aborsi.” Atmaja mengingatkan lagi kejahatan mantan istrinya di masa lalu.

“Aku ingin membunuh jalang itu.”

Sudah berusaha ditahan diri untuk tak berada dalam luapan emosi yang menggelegak, tapi bahasan tentang sang mantan istri selalu akan mampu membakar amarahnya.

“Membunuh dia? Apa kamu akan siap dengan konsekuensi atas tindakan jahatmu, Maja?”

“Oma tidak membesarkanmu untuk tinggal di penjara hanya karena obsesi gilamu.”

“Oma mau membela jalang itu?” Atmaja tak bisa menerima penolakan sang nenek atas rencananya. Malah memojokkan.

“Oma tidak membela dia. Oma hanya ingin meluruskan cara berpikirmu yang keliru.”

“Membunuhnya bukan solusi tepat, Maja.”

Atmaja masih diselimuti oleh bara kemarahan begitu besar, namun jika terus melawan sang nenek berdebat, rasanya percuma saja. Akan membuang-buang waktu tanpa penyelesaian.

Lebih baik dirinya diam saja sekarang.

“Oma akan menikahkan kalian lagi.”

Mata Atmaja seketika lebih nyalang dalam memandang sang nenek. Menunjukkan rasa tak suka akan keputusan baru didengarnya.

“Tidak.” Atmaja langsung menolak keras.

“Kamu tahu Oma sakit parah. Usia Oma tidak lama lagi. Tolong turuti permintaan Oma ini.”

“Aku membenci jalang itu, Oma. Aku tidak akan mau menikahi dia lagi. Carikan saja wanita lain, jangan pernah jalang itu.”

“Oma hanya ingin kamu menikah lagi dengan Sayana, tidak dengan wanita lain, Maja.”

“Setelah kamu menikah dengan Sayana lagi, kamu boleh bebas menyiksanya untuk balas dendam atas perbuatannya dulu, Maja.”

“Dengan menikahi Sayana lagi, kamu bisa memastikan hidupnya akan tergantung di tanganmu sepenuhnya, Maja.”

Lalitha Wedasana ingin menyembuhkan luka dan trauma sang cucu sebelum dirinya tutup usia. Sayana adalah kunci dari masalah ini.

Wanita itu harus bertanggung jawab atas semuanya yang terjadi pada Atmaja.

...........................

Jan lupa komen juga yaaa. Wkwk.

Mantan Suami AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang