BAB 10

12.9K 645 15
                                    

Yok bisa 50 votes dulu.

..............

"Di mana Ibu Sayana?"

"Di ruangan tidurnya."

"Kamu sudah beri tahu apa tugasnya?"

"Sudah saya beri tahu. Ibu Sayana juga sudah berias sejak pagi."

"Dia tidak melawan?"

"Ibu Sayana tidak memperlihatkan perlawanan apa pun."

"Kamu pastikan penjagaannya aman sampai pendeta datang dan upacara pernikahan dimulai."

"Baik, Pak. Akan saya terus awasi Ibu Sayana."

Atmaja sudah meraih kesadarannya, saat masih di mobil dalam perjalanan ke rumahnya.

Namun hingga kini, ia belum bisa melakukan apa-apa karena tubuh terasa lemas karena pengaruh pukulan diterimanya tadi. Tak ada energi cukup untuk melawan.

Percakapan antara kepala ajudan dan sekretaris sang nenek hanya bisa didengar tanpa mampu memberikan respons apa pun atas kemarahannya.

Di dalam hati, Atmaja semakin murka atas tindakan-tindakan yang mereka perbuat padanya dengan mengindahkan rasa hormat, walaupun atas perintah sang nenek.

"Antar Pak Atmaja ke kamar, semua pakaian sudah disiapkan di dalam."

Perintah ditujukan asisten pribadi Lalitha Wedasana pada pegawal-pengawal yang masih memegangi masing-masing lengannya dengan erat.

Kedua pria bertubuh besar itu langsung melaksanakan titah.

Membawanya ke ruang tidur utama yang ditempatinya.

Sial!

Benar-benar sial tetap diam seperti ini tanpa bisa melakukan perlawanan.

Kaki dan tangannya terasa lemas begitu saja, rasanya tak mungkin hanya sekadar efek dari pukulan yang diterimanya tadi.

Mungkin saja mereka menyuntikkannya obat tertentu, sehingga tenaganya habis dan tak mampu berbuat apa pun dalam upaya untuk melawan tindakan-tindakan mereka.

Neneknya kenapa harus selicik ini?

Dan kenapa juga ia tidak meningkatkan rasa waspada dengan menambah staf keamanan yang tidak berpihak pada sang nenek.

"Lepaskan Mas Atmaja."

"Saya akan mengurus Mas Atmaja."

"Kami akan tetap antar Pak Atmaja ke kamar karena Anda tidak bisa memapah sendirian, Bu Sayana. Setelah itu Anda bisa mengambil alih tugas mengurus Pak Atmaja."

Sayana hanya menunjukkan anggukan pelan guna bentuk kesetujuan atas saran diajukan oleh sekretaris pribadi Lalitha Wedasana.

Lalu, diikuti kedua ajudan yang membawa sang mantan suami menuju ke ruangan tidur utama. Jarak masih empat meter di depan.

Dan hanya butuh kurang dari lima menit bagi dirinya menapak di dalam kamar utama yang ditempati oleh Atmaja Wedasana.

Kedua pengawal mendudukkan sang mantan suami di pinggiran ranjang. Lalu, bergegas keluar setelah tugas mereka selesai.

Tinggal dirinya dan Atmaja saja di kamar.

Dan walaupun tak menciptakan kontak mata di antara mereka, Sayana sadar betul akan layangan tatapan tajam mantan suaminya.

Terus berusaha diabaikan kebencian Atmaja.

Setelah pertemuan terakhir diisi pertengkaran hebat di antara mereka, tidak mudah rasanya akan menghadapi sang mantan suami.

Kembali fokus dengan apa harus dirinya lakukan seperti yang tadi telah dikatakan di hadapan sekretaris Lalitha Wedasana.

Sayana lekas mengambil pakaian adat madya Bali yang diletakkan di atas kasur. Kemudian, dibawa ke Atmaja agar segera dikenakan untuk upacara pernikahan mereka.

Kali ini, mata mesti diarahkan pada sepasang netra cokelat sang mantan suami yang masih memamerkan sorot amat dingin untuknya.

"Hai, Mas Atmaja." Sayana menyapa ringan. Seolah mereka memiliki hubungan yang baik.

Berusaha tetap menampakkan senyum biasa, walau ada ketegangan karena teringat akan bagaimana cekikan kuat pria itu di lehernya, saat terakhir kali mereka berjumpa.

Kini jarak dengan sang mantan suami tidak banyak, hingga sangat memudahkan Atmaja jika ingin melakukan tindakan keji padanya.

"Mas bisa pakai baju safari dan kain kamen sendiri? Atau mau aku bantu, Mas?"

Sayana menghela napas kemudian, upaya terus meredam kegugupan atas bantuan yang diajukan ke sang mantan suami.

Sudah jelas Atmaja akan menolaknya.

Sampai detik ini pun, belum ada sepatah kata keluar dari mulut pria itu. Kontras dengan mata yang masih nyalang memandang.

"Waktu kita tidak banyak, Mas. Cepat pakai pakaiannya ini. Kita harus keluar ke halaman untuk mengikuti upacara pernika-"

Sayana tak bisa melanjutkan ucapan, saat kaget tangan kokoh Atmaja sudah bergerak kasar ke tengkuknya.

Memegang sangat erat di sana, lalu melakukan gerakan menarik hingga kepalanya menjadi lebih mendongak.

"Aku tidak sudi menikahi jalang seperti kamu lagi. Sudah cukup dulu saja, aku bodoh karena begitu mencintai jalang sepertimu."

"Mas harus menikahiku lagi." Sayana bicara dengan segenap keberanian, walau mungkin nyawanya berada di ujung tanduk.

Dan atas ucapannya yang baru dilontarkan, Sayana melihat kobaran api amarah semakin membara di sepasang mata kelam Atmaja.

Begitu jelas ketidaksukaan mantan suaminya.

"Setelah Mas menikahiku lagi, Mas akan bisa membunuhku seperti yang Mas Atmaja mau."

"Aku pantas untuk dibunuh."

Atmaja tambah murka. Kedua tangan dieratkan mencengkram leher sang mantan istri yang tampak tak gentar.

"Kamu ingin menantangku, Jalang?"

"Tidak menantang, Mas. Aku cuma mau memberi Mas kesempatan membalas semua kesalahanku di masa lalu."

"Aku pantas dibunuh bukan?"

Atmaja semakin benci akan sikap berani yang ditampakkan oleh mantan istri jalangnya. Wanita itu terus mencoba memprovokasi dan membuatnya emosi.

"Baiklah, aku akan menikahimu lagi."

"Aku pastikan hidupmu akan hancur setelah menjadi istriku lagi, Jalang."

..................

Komennya mana nih? Lanjut nggak? Di draft udah sampai bab 20 nih. Publish nggak?

Mantan Suami AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang