Part 8 : Ajakan Eric

364 23 0
                                    

"Genta, kamu dari mana baru pulang jam segini?" tutur Kanaya dengan tegas saat Genta baru saja melewati ruang makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Genta, kamu dari mana baru pulang jam segini?" tutur Kanaya dengan tegas saat Genta baru saja melewati ruang makan.

Laki-laki itu diam, langkahnya berhenti, tetapi kepalanya tidak menoleh. "Nginep di rumah temen."

Kanaya menghela napas. "Genta, kemarin kamu kemana? Kemarin mamah gak lihat kamu."

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Kanaya tidak dijawab oleh Genta. Laki-laki itu masih berdiri diam tanpa menoleh, rasanya dia enggan melihat keluarga barunya yang sedang duduk di ruang makan bersama-sama dan menyantap sarapan dengan tenang.

"Kamu sudah makan? Makan dulu sini," sahut Edwin dengan ramah. Edwin berusaha untuk merangkul semua putra-putra Kanaya agar mereka bisa menjadi keluarga yang utuh dan harmonis.

Saat itu juga Genta menoleh dan menatap Edwin dengan tajam, padahal sebelumnya dia tidak mau menoleh sama sekali. Genta dapat melihat bahwa kursi yang diduduki oleh Edwin adalah kursi yang selalu diduduki oleh mendiang papahnya bertahun-tahun yang lalu. Rasanya Genta tidak menerima jika posisi mendiang papahnya digantikan oleh Edwin.

"Anda tidak pantas duduk di kursi itu."

Setelah mengatakan kata-kata yang menyakitkan kepada Edwin, Genta langsung berjalan dengan cepat menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamarnya sendiri dengan membanting pintu kamar. Semua orang yang berada di ruang makan dapat mendengar suara pintu kamar itu yang sangat amat kencang.

Kanaya merasa terkejut dan tidak enak dengan suaminya sendiri, cepat-cepat wanita itu menatap Edwin seraya menggenggam tangannya. "Maaf ya, Genta memang masih belum bisa terima papahnya yang meninggal."

Pria yang sudah memasuki usia kepala empat itu pun tidak menelan ucapan Genta dengan mentah-mentah, lalu menatap Kanaya dengan lembut dan tersenyum kepadanya. "Gak apa-apa, saya paham."

Disisi lain, Arelle masih diam mematung, lalu mendekatkan wajahnya kepada Mahen, lalu membisikkan sesuatu kepadanya, "Kak Genta emang orangnya kasar?"

Awalnya Mahen menganggukkan kepala, kemudian dia menelan makanan yang ada di dalam mulutnya. "Iya, lu jangan deket-deket dia."

Arelle memahami ucapan Mahen dan kembali menganggukkan kepalanya, kemudian dia melanjutkan menyantap sarapannya hingga habis. Hal itu pun juga dilakukan oleh Edwin, Kanaya, Mahen, maupun Eric.

Setelah itu, sarapan pertama mereka sebagai keluarga berlalu dengan tenang, walaupun tanpa kehadiran Genta di ruang makan. Namun komunikasi yang dibangun oleh Edwin dan Kanaya kepada anak-anak mereka, mampu menghidupkan suasana menjadi lebih hangat. Rasanya rumah ini kembali menemukan kebahagiaan dan kehangatan lagi setelah bertahun-tahun berduka atas kematian mendiang suami Kanaya.

"Arelle," panggil Eric saat Arelle baru saja ingin menaiki anak tangga untuk kembali ke kamarnya.

"Iya kak?"

"Hari ini kamu ada rencana mau pergi gak?"

Gadis cantik itu terdiam sejenak untuk berpikir dan mengingat-ingat. "Enggak sih, kak. Kenapa memangnya?"

Arelle and Her StepbrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang