Setelah makan malam bersama Eric, pria dengan tubuh tinggi dan wajah tenang yang selalu menunjukkan ekspresi santai, mengantar Arelle untuk pulang ke rumah dengan menggunakan mobil abu miliknya. Sesampainya di rumah, hari sudah sangat larut bahkan waktu menunjukkan pukul delapan malam. Saat ini Arelle berdiri di depan mobil Porsche Panamera milik Eric, dengan pria itu yang masih duduk di dalamnya.
"Kakak pulang ke apartemen?" tutur gadis pemilik rambut hitam panjang, yang kini masih menggunakan seragam SMA, hanya saja dia masih menggunakan jaket kulit berwarna coklat milik Eric.
"Iya, besok pagi saya ada rapat, jadi lebih baik saya di apartemen saja."
Arelle mengangguk pelan. "Oke, makasih ya kak. Hati-hati di jalan."
Pria itu dengan santainya menunjukkan senyumannya. "Kapan-kapan kita jalan lagi, ya."
Eric menutup kaca mobilnya dan mulai melajukan kendaraannya meninggalkan kediaman tersebut. Saat Arelle hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba saja datang sebuah motor Kawasaki memasuki garasi rumah. Motor itu terparkir dengan sempurna, lalu terlihat juga sang pengendara menggunakan helm yang menutupi seluruh wajahnya dan tentunya masih menggunakan seragam sekolah.
Hanya dengan melihat motornya dan tubuh pengendaranya saja Arelle sudah mengetahui bahwa itu adalah Mahen.
"Gua kirain lu udah balik" ucap Arelle menatap Mahen yang baru saja mematikan mesin motornya dan melepaskan helm yang dipakai.
"Lu baru balik?" Mahen menatap Arelle dengan terkejut, karena remaja laki-laki itu mengira bahwa Arelle sudah pulang dari tadi.
"Pulang les udah dari tadi, tapi kak Eric ngajak gua makan, jadi kita makan dulu," jelas Arelle.
Mahen mengangguk pelan, lalu turun dari motornya. Dengan perlahan langkah kakinya mendekat ke arah Arelle. "Masuk?"
"Iya."
Keduanya melangkah bersama memasuki rumah. Saat pintu rumah tertutup rapat, rasanya suasana rumah sangat sepi dan sunyi. Pasalnya Edwin dan Kanaya belum pulang bekerja, lalu Eric pulang ke apartemennya, sedangkan Genta sepertinya juga belum pulang karena mobilnya tidak ada di garasi. Berarti hanya ada mbak Sumi, yaitu asisten rumah tangga di kediaman ini.
Tiba-tiba saja Mahen menghela napas dan sontak Arelle langsung menatap saudara tirinya itu. "Kenapa lu?"
"Sepi ya?"
"Iya."
"Ini suasana setiap gua pulang sekolah."
Seketika Arelle terdiam. Namun apa yang dirasakan oleh Mahen juga dirasakan oleh Arelle. Di rumah sebelumnya, Arelle hanya berdua dengan asisten rumah tangganya jika Edwin belum pulang, biasanya pria itu akan tiba di rumah sekitar pukul 9 malam. Untungnya saja setiap Edwin pulang bekerja, pria itu langsung menemui Arelle walau hanya 5 menit.
"Tapi untungnya ada lo, gua jadi gak sendirian lagi," sambung Mahen.
"Aduh gue merasa terhormat kayak orang penting," sahut Arelle bercanda.
Remaja laki-laki itu terkekeh lalu menggelitik perut Arelle. "Bisa aja lu, keranjang baju."
"HAHAHAHAA MAHENN!!!"
Arelle langsung berlari menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamarnya untuk menghindari kejaran Mahen. Mahen sendiri terus mengejar perempuan itu, tapi dia menyerah ketika Arelle menutup pintu kamarnya dengan rapat.
"Awas lu, besok-besok gak gua biarin kabur," ucap Mahen bercanda dari luar kamar Arelle.
"Biarin, gua tetep kabur," jawab gadis itu dari dalam kamar.
"Mau gua borgol?"
"MAHENN?!"
Mahen kembali terkekeh. "Yaudah lu istirahat, besok jangan kesiangan."
Setelah itu Mahen melangkah masuk ke dalam kamarnya sendiri. Dirasa Mahen sudah tak ada di depan pintu kamar Arelle, remaja perempuan itu melepas jaket milik Eric dan menggantungnya di kamar, kemudian dia pergi mandi dan menggunakan piyama untuk tidur.
Sebelum tidur, Arelle membaca beberapa buku untuk belajar sebentar dan saat jarum jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, terdengar suara ketukan pintu kamarnya.
Tok tok tok...
"Arelle, papah masuk ya?"
"Iya, pah."
Benar saja, yang mengetuk pintu kamarnya adalah papahnya sendiri, yaitu Edwin. Dengan perlahan pria itu membuka pintu kamar Arelle dan melangkah masuk dengan masih menggunakan kemeja kerja, hanya saja kemeja itu sudah tidak serapih saat Edwin berangkat bekerja.
"Lagi belajar, sayang?"
"Iya, pah." Arelle menutup bukunya, lalu menatap Edwin. "Papah baru pulang?"
"Iya, kamu sudah makan belum?"
"Sudah, tadi aku dijemput sama kak Eric, terus makan malem sama kak Eric."
"Sudah bilang makasih ke kak Eric."
Arelle menunjukkan posisi hormat. "Siap, sudah pak komandan."
"Pinter anak papah. Yasudah, lanjut belajarnya," tutur Edwin seraya menepuk-nepuk pucuk rambut Arelle. "Papah mau istirahat dulu."
"Iya. Besok kita jadi makan es krim, kan?"
"Jadi dong, besok papah pulang jam 6, nanti kita jalan-jalan terus makan es krim."
"Oke, pah."
Kini langkah kaki Edwin menjauh hingga dia keluar dari kamar putrinya. Ditutup kembali pintu kamar itu, kemudian sang gadis di dalamnya kembali membaca bukunya yang tertunda karena kunjungan papahnya. Arelle sangat fokus untuk belajar, sampai-sampai dia tidak membuka ponselnya dan tidak melirik ke kanan maupun ke kiri, hanya sesekali meminum air putih yang ada di atas meja.
Tak terasa hari semakin larut, kedua mata Arelle melirik jam yang menempel di dinding kamar. Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kedua tangannya segera menutup buku dan mengembalikannya ke lemari. Kini lampu kamar telah mati dan tergantikan dengan lampu tidur berwarna ungu. Namun sebelum gadis cantik itu tertidur, dia membuka ponselnya untuk memeriksa beberapa pesan masuk.
Kak Eric : Terima kasih untuk makan malam tadi, maaf kalau saya pulangkan kamu kemalaman
Membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh Eric membuat bibir Arelle mengukir senyuman indah. Dengan lihai jemarinya bergerak mengetik huruf demi huruf hingga menjadi sebuah kalimat untuk membalas pesan Eric.
Arelle : Enggak kak. Justru aku yang terima kasih
Tanpa menunggu waktu lama, Eric langsung membalas pesan Arelle. Dia pikir, Eric sangat sibuk dan akan slow respon apabila Arelle mengiriminya pesan, tapi ternyata Eric cukup cepat dalam membalas pesan Arelle.
Kak Eric : Baiklah, kamu kalau butuh bantuan langsung hubungi saya
Kak Eric : Saya akan usahakan untuk selalu ada untuk kamu
Arelle : Iya terima kasih kak
Arelle : Aku tidur duluan ya kak, terima kasih makan malamnya
Kak Eric : Iya, selamat tidurSesuai dengan kalimat terakhir yang dikirim oleh Arelle, kini gadis pemilik rambut panjang dan wajah cantik itu menaruh ponselnya di atas meja. Kedua tangannya meraih selimut untuk menutupi tubuh mungilnya agar tidak kedinginan dengan suhu ruangan yang cukup dingin. Dengan perlahan kedua matanya terpejam dan membawanya pergi ke alam mimpi.
Arelle merasa sangat bersyukur karena keluarga barunya sangat menerima kehadirannya dan sangat baik kepadanya, walaupun masih ada satu orang yang sulit untuk Arelle dan Edwin dekati, yaitu Genta, tetapi Arelle tidak masalah. Bagi Arelle, Genta hanya butuh waktu untuk berdamai dan bisa menerima segalanya.
-To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Arelle and Her Stepbrothers
RomanceSiapa sangka setelah bertahun-tahun kepergian sang mamah, membawa Arelle berada dalam sebuah keluarga baru? Edwin memutuskan untuk menikah kembali dengan Kanaya, seorang single parent yang memiliki tiga anak laki-laki. Tentu saja pernikahan antara E...