Part 14 : Dini Hari

225 14 1
                                    

Hari Rabu kemarin Edwin telah menepati janjinya untuk mengajak putri semata wayangnya pergi jalan-jalan dan makan es krim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari Rabu kemarin Edwin telah menepati janjinya untuk mengajak putri semata wayangnya pergi jalan-jalan dan makan es krim. Edwin melakukan itu karena dia akan meninggalkan Arelle keluar kota dalam waktu yang lumayan lama, yaitu kurang lebih satu pekan. Ayah dan anak itu pergi berjalan-jalan di malam hari, karena Arelle sekolah dari pagi hingga sore, sama halnya seperti Edwin yang bekerja di kantor sejak pagi hingga petang tiba. 

Hari ini adalah hari keberangkatan Edwin bersama Kanaya keluar kota. Arelle dan Mahen berdiri di depan rumah, melihat Edwin dan Kanaya yang sedang melangkah masuk ke dalam sebuah mobil milik Edwin. Langit sudah sangat gelap, itulah yang menandakan bahwa malam telah tiba. 

Edwin dan Kanaya berangkat di malam hari agar saat pagi tiba, mereka sudah berada di kota tujuan mereka. Namun Edwin tidak mengemudikan mobilnya sendiri, melainkan dengan menggunakan sopir. 

"Hati-hati di jalan ya," tutur Arelle yang masih setia berdiri di sebelah Mahen. 

"Iya, kalian jangan nakal di rumah," sahut Kanaya dari dalam mobil dengan jendela mobil yang terbuka. 

"Kita bukan anak kecil mah, gak bakal berantakin rumah," jawab Mahen. 

"Pokoknya jangan nakal, jangan nyusahin mbak Sumi!" Kanaya memberikan peringatan. 

"Iya, mamah..." Mahen kembali menjawab. 

"Yasudah, kita pergi dulu ya," ujar Edwin dengan kedua matanya menatap Arelle. 

"Iya, pah." Arelle menunjukkan senyumannya. 

Dengan perlahan mobil itu bergerak dan menjauh hingga tidak terlihat lagi di pengelihatan Arelle maupun Mahen. Kini keduanya melangkah masuk ke dalam rumah kembali, tetapi saat Arelle hendak mengunci pintu rumah, Mahen melarangnya. 

"Jangan dikunci," larang remaja laki-laki itu. 

Arelle menyeritkan dahinya. "Kenapa?" 

"Gua liat mobil Genta gak ada di garasi, dia gak di rumah," ucap Mahen, lalu dia berhenti sejenak dan sedikit mengeluarkan kepalanya dari pintu rumah untuk melirik garasi rumah, setelah itu dia kembali memasukkan kepalanya dan menutup pintu. "Iya, dia gak di rumah. Gak usah dikunci, takutnya nanti dia pulang malah gak bisa masuk." 

"Oh, okee." Arelle hanya diam berdiri. Setelah itu dia dan Mahen kembali melanjutkan langkah mereka menuju ke lantai atas, yaitu lantai dimana kamar mereka berada. Namun tiba-tiba saja timbul sebuah pertanyaan yang terlintas dibenak Arelle. "Kalau mau tau kak Genta ada di rumah atau enggak, tinggal liat mobilnya aja?" 

Mahen mengangguk pelan. Kini mereka sudah menginjakkan kaki di lantai atas kediaman ini, tepatnya di depan kamar Arelle persis. Mahen berhenti sejenak sebelum melanjutkan langkah ke kamarnya. "Sama halnya kayak gua sama bang Eric, kalau motor mobil kita gak ada di garasi, berarti kita gak di rumah." 

"Kak Genta gak pernah pinjem motor lu gitu?" Arelle tiba-tiba menjadi sangat penasaran dengan kakak tirinya yang hingga saat ini belum pernah berinteraksi intens dengan Arelle maupun Edwin. 

"Gua, bang Eric, Genta punya dunia masing-masing, kita gak pernah saling pinjem barang semenjak papah meninggal," jawab Mahen. 

Dengan perlahan Arelle menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia paham. Namun semakin lama, rasanya Arelle semakin penasaran dengan Genta. Gadis itu percaya bahwa Genta pasti memiliki sisi positif yang tidak dia tunjukkan kepada keluarganya. 

"Tidur gih, besok pulang cepet," ucap Mahen memberikan bocoran kepada Arelle, bahwa besok jam pulang sekolah akan dimajukan hingga lebih cepat.

"Serius???" Arelle menunjukkan ekspresi wajah antusias. 

"Iya, soalnya besok jam dua sudah mulai lomba olahraganya," jawab Mahen. 

"Lomba apa aja?" 

"Futsal, basket, sama voli." 

Arelle berpikir sejenak dan merasa sedikit bingung. "Bukannya Sabtu?" 

"Sabtu babak final sekalian pengumuman pemenang," jelas remaja laki-laki itu. 

"Oke deh, besok palingan gua liat turnamen futsalnya aja." 

"Iya gak apa-apa." 

"Yasudah, gua tidur dulu ya." 

"Iya." 

Kedua kaki Arelle membuat gadis itu masuk ke dalam kamarnya dan menutupnya dengan rapat, sedangkan Mahen melanjutkan langkahnya menuju ke bagian ujung lantai atas rumah ini. Pasalnya kamar laki-laki itu berada tepat diujung, bersebelahan dengan kamar Genta yang berada di tengah-tengah kamar Arelle dan Mahen. 

Di dalam kamar dengan nuansa pink, Arelle mulai tertidur dengan lelap dan sangat nyaman. Dirinya telah pergi ke alam mimpi dengan tenang, tetapi saat jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari, kedua mata Arelle terbuka dengan tiba-tiba. Perut Arelle memberikan sinyal kepada tenggorokkan Arelle untuk meminta Arelle. 

Tangan mungil Arelle menyibakkan selimut yang dia pakai. Perlahan Arelle berjalan keluar dari kamar untuk menuju ke dapur. Arelle ingin minum air mineral, tapi sialnya Arelle lupa mengisi gelas di kamarnya dengan air, sehingga Arelle harus pergi ke dapur untuk mendapatkan air. 

Dengan keadaan setengah sadar dan masih mengantuk, Arelle meneguk segelas air mineral di dapur. Namun tak lama, terdengar suara knalpot mobil yang sangat berbeda dengan knalpot mobil lainnya. Suara knalpot mobil itu terdengar lebih kencang, lebih bulat, dan lebih kasar dari suara mobil pada umumnya. Dapat disimpulkan bahwa mobil itu dimodifikasi. 

Suara itu semakin lama semakin mendekat hingga terdengar jelas bahwa mobil itu memasuki garasi rumah dan terpakir. Arelle masih diam di dapur, memikirkan siapa yang baru saja datang, apakah Genta? 

Klek 

Suara pintu rumah yang terbuka terdengar dengan sangat jelas disuasana hening seperti ini. Perlahan langkah kaki juga terdengar hingga pada akhirnya Arelle dapat melihat pria tinggi yang memakai jaket kulit, tetapi di belakang jaket tersebut memiliki lambang dengan gambar mobil dan tulisan D'arcy. Apakah itu sebuah nama? 

"Sudah kunci pintu?" Arelle bersuara dari dapur. 

Genta menghentikan langkah kakinya saat hendak menaiki anak tangga, dia memutar tubuhnya, menyipitkan matanya untuk mempertegas pengelihatannya. Kedua mata Genta menangkap sosok tubuh Arelle berdiri di dapur dengan menggunakan celana pendek dan kaos oversize

"Disini gak ada maling," jawab Genta dengan datar. 

"Buat jaga-jaga," jawab Arelle dengan santai. "Bisa aja ada orang jahat?" 

"Kunci aja sendiri." 

"Hah? Tadi bukannya sekalian!" omel Arelle. 

"Gak usah kunci pintu untuk jaga-jaga dari orang jahat, karena orang jahatnya lagi berdiri di dapur," timpal Genta dengan dingin. 

Arelle semakin terkejut, kini rasa kantuknya menghilang. Orang jahat yang dimaksud oleh Genta adalah Arelle?? 

"HAH???" 

Genta langsung memutar tubuhnya kembali dan melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga, tidak memperdulikan Arelle yang sedang berdiri di dapur dengan terkejut dan rasa tidak terima. Bisa-bisanya Genta mengatakan bahwa Arelle adalah orang jahat, padahal Arelle tidak pernah melakukan apapu kepadanya. 

"Aneh," gumam Arelle, kemudian dia berjalan ke pintu rumah untuk menguncinya. Selepas itu dia kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidur lelapnya. 

-To Be Continue. 

Arelle and Her StepbrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang