12. Day After Day

97 20 1
                                    

Rasanya hampir setiap hari aku berinteraksi dengan Jenggala, tentu saja itu semua terjadi secara tidak sengaja. Seperti hari ini, aku dan dia berada pada satu divisi dalam suatu kepanitiaan. Kebetulan hari ini adalah rapat perdana untuk kepanitiaan yang akan aku jalani selama beberapa bulan kedepan.

"Gua nggak tau lu daftar kepanitiaan ini juga. Kosongkan?" ucapnya aku hanya menjawab dengan anggukan dan dia kemudian duduk di sebelahku.

"Well, ini juga impulsif sih sebenernya, mau coba-coba aja." jawabku.

"Cilla juga nggak ikut?" tanyanya. Dia hanya menanyakan Cilla karena tentu saja dia sudah tau kalau Alila tidak ikut di kepanitiaan ini.

"Iya, Cilla sama Alila bilang lagi males ikut kepanitiaan. Kamu cuma sendiri? kemana 3 temen kamu itu?" tanyaku dengan nada sedikit meledek karena mereka memang selalu bersama kemanapun.

"Radin ikut kok, cuma ya dua curut sepupu lu gak ikut katanya males terus ntar waktu ngebucinnya berkurang, stress emang mereka."

Aku tertawa mendengar ucapannya, "Emang mereka tuh aneh."

Tidak lama dari situ teman divisiku yang lain berdatangan, termasuk Radin sehingga percakapanku dengan Jenggala berhenti di situ dan kami memulai rapatnya.

•••

Rapat akhirnya selesai, teman-teman divisiku mulai bangkit dan meninggalkan Kafe tempar rapat berlangsung setelah berpamitan. So far aku merasa nyaman dengan kepanitiaan ini. Teman-temannya juga sepertinya asyik. Kini tersisa aku, Jenggala, dan Radin.

"Gila baru rapat perdana tapi udah capek gini gua." Ucap Jenggala.

"Lebay lu bocah." balas Radin.

Jenggala melirik sinis, "Sirik aja lu Dinda." balasnya.

"Brengsek, stop ngeledek nama gua."

"Iya Rara." Jenggala meledek Radin lagi.

"Dasar gila." kesal Radin.

Aku memperhatikan interaksi mereka sambil tertawa pelan, lucu. Nggak ada yang mau ngalah. Yang satu usil dan yang satunya emosian.

"Pulang sama siapa, Ka?" tanya Radin kepadaku.

"Sendiri, nanti naik ojek online paling. Kalian gak pulang?"

"Mau bareng sama gua?" tanya Radin.

Sebenarnya pertanyaan Radin adalah pertanyaan biasa, tidak perlu dipermasalahkan toh aku mengenal dia, dan dia dekat dengan kedua sepupuku. Namun tetap saja aku sedikit terkejut dengan pertanyaannya, bahkan bukan cuma aku yang kaget dengan pertanyaannya, di sebrangku aku dapat melihat Jenggala yang sama terkejutnya.

"Gak denger lu jelek, tadi Kisah bilang dia mau naik ojek online." ucap Jenggala, dan nadanya terdengar sinis(?)

"Ya biarin, kan gua cuma nawarin. Lumayan juga hemat duit, ya nggak Ka?"

"Iya, makasih Radin tawarannya tapi kayanya nggak usah deh. Aku nanti naik ojek aja, atau minta tolong Jievan jemput." tolakku dan aku melihat Jenggala tersenyum tipis mendengar jawabanku.

"Gapapa udah sama gua aja, gua mau ketemu Jievan sama Henan sekalian. Dia lagi di rumah lu kan?" ucap Radin lagi.

Aku mengangguk, "Iya mereka nginep dari semalem."

"Mau ngapain lu ketemu Jievan sama Henan, perasaan gak ada apa-apa?" tanya Jenggala curiga.

"Kepo banget lu, sono lu pulang ngapain masih di sini." balas Radin.

"Mau modus doang kan lu." ucapnya lagi.

"Gausah sok tau dah lu. Mending balik sono, tidur katanya capek."

"Dih ngatur-ngatur."

Radin tidak menjawab ucapan Jenggala dan malah menoleh ke arahku, "Yaudah sama gua aja yuk?" tanyanya lagi.

Aku diam sejenak menimbang tawarannya, "Boleh deh Radin, makasih ya. Maaf kalo ngerepotin."

Radin tersenyum mendengar jawabanku, "Nggak lah, kan gua yang nawarin lagian gua juga ada perlu sama Jievan Henan. Mau balik sekarang?"

"Iya boleh, yuk." tanyaku sambil memasukkan barang-barangku ke dalam tas.

"Yuk." jawabnya.

"Aku sama Radin duluan ya." ucapku.

Aku dan Radin kemudian bangun dari kursi menuju parkiran. Kami berpamitan kepada Jenggala yang masih duduk di tempatnya sambil menatap ke arahku dengan pandangan yang tidak dapat diartikan. Dia bahkan hanya menjawab dengan dehaman singkat.

I should step back from him, right?

•••

24/05/2024
15.40

Kisah dan Segala Hal tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang