Chapter 9: Keputusan

220 28 7
                                    

3 Bulan berlalu dengan cepat, setelah kejadian di malam itu Namjoon tidak berani menyinggung soal penyakitnya itu. Bukan hanya itu, Namjoon tidak berani mengadu jika sewaktu penyakitnya kembali kambuh.

Bagaimana tidak? Setiap kali ia berbicara, appa atau eomma nya akan memotongnya. Mereka tak jarang akan menyalahkan pemuda itu jika ada yang salah di mata mereka. Semenjak malam itu, Jungkook maupun Jieun semakin keras terhadapnya.

Namjoon tidak bisa berkata apa-apa, setiap malam ia akan disuguhi banyak berkas dari appanya. Kemudian tugas sekolahnya yang mulai banyak.

Setiap malam Namjoon terus berkutik dengan laptopnya entah itu pekerjaan kantor atau pekerjaan sekolah. Pemuda tersebut juga sering dimarahi mengingat nilai sekolahnya belakangan ini menurun.

Jieun juga sering mengomelinya, tiap pagi ia akan memeriksa berkas pemuda itu. Jika ada kesalahan tak jarang Jieun marah dan melayangkan kata-kata yang cukup menusuk.

Seok jin sendiri ia sudah mulai baikan, walaupun begitu pria itu tidak boleh kelelahan. Jieun benar-benar menjaga betul putra sulungnya. 

Untuk masalah pekerjaan Seok Jin hanya sekadar datang dan memeriksa berkas. Jika ada kesalahan, ia akan membuat catatan lalu menyerahkan ke Namjoon untuk diperbaiki.

Jimin, dia sudah baikan. Sejak malam itu, ia mulai menarik diri dari kakak keduanya itu. Jimin mulai menjauh bahkan mendiami kakaknya itu.

Malam hari sekitar jam 7, sesosok pemuda yang tak lain adalah Namjoon tengah memotong daun bawang. Di belakangnya sosok jieun tengah mengaduk sup jamur yang ia buat.

" Joon, daun bawang nya"

" Iya eomma", Namjoon yang sedang memotong buru-buru menyelesaikan tugas nya.

" Akh", namjoon menarik jarinya, ia meringis sambil memegang jarinya yang terluka. Jieun melirik, ia mendengus malas lalu membentaknya.

" Dasar ceroboh. Memotong daun bawang saja tidak becus!", bentak jieun, Namjoon sontak menundukkan kepalanya merasa menyesal.

" Maaf eomma"

" Sudah, cuci tangan mu lalu aduk saja sup nya", pemuda itu mengangguk kemudian ke wastafel untuk membilas luka di jarinya. 

Setelah di balut plester, Namjoon beralih memegang sendok mengaduk sup buatan ibunya. Sembari mengaduk, Namjoon menatap sup tersebut dengan tatapan sendu.

Eomma masak sup jamur ya

Dari belakang jieun datang kemudian menaruh daun bawang ke dalam sup itu.

" Ke meja dan susun hidangan. Kemudian panggil appa, hyung mu dan kedua adikmu", lagi-lagi Namjoon mengangguk. Ia ke meja makan membawa lap mengelap meja tersebut. Setelah itu, Namjoon menyusun aneka masakan yang tadi mereka masak.

"Seperti biasa eomma akan masak masakan kesukaan Seok jin Hyung dan Jimin",batin Namjoon melihat hidangan yang dia susun rapi di meja. 

Ia tersenyum tipis, ingin rasanya ibunya memasak sesekali makanan favoritnya, tapi itu hanya angan belaka. Jarang sekali Jieun mau memasaknya, ia ingat terakhir ia memakan hidangan itu saat sekolah menengah pertama dulu, ketika ia memenangkan olimpiade matematika.

Sontak Namjoon menggeleng kepalanya cepat membuang pikiran buruknya. Tiap kali ia lengah, pikiran buruk itu akan bermunculan, terus menyatakan bahwa sang ibu tidak menyayanginya. Namjoon cepat-cepat membuang pikiran itu. Tak membuang waktu, ia melakukan apa yang di katakan ibunya.

Namjoon melangkahkan kakinya menuju kamar Seok jin. Sesampai di depan pintu, ia mengetuk pintu cukup kuat.

" Hyung, ini aku. Segeralah turun untuk makan malam. Eomma menunggu", ucap Namjoon sedikit lantang. Ia berpindah ke kamar Jimin, saat hendak mengetuk tiba-tiba saja pintu itu terbuka.

I'm Okay [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang