2.3 terlanjur dikunci

1.8K 287 20
                                    

Sore hari, ditemani suara hujan deras dan Netflix.

Sandra duduk di sofa ruang tengah rumah, dengan mata fokus pada tayangan drama korea di layar sana. Jamal merebah santai, meletakkan kepala di atas pangkuan Sandra sambil skral-skrol destinasi wisata.

Tangan Sandra aktif mencomot French Fries 2000. Disuap ke mulut Jamal. Tapi, lebih sering ke mulut sendiri. Kadang sudah mau menyuapi Jamal, tapi tangannya kerap iseng berbelok. Jadi, ketimbang French Fries 2000, Jamal lebih sering menelan harapan palsu.

Atau kalau Sandra bisa serius sedikit, Jamal betul-betul disuapinya, tapi tidak tepat sasaran. Akibatnya muka ganteng Jamal jadi cemong, ternodai saus cabai.

Sandra, dengan watadosnya, "Eh, maap-maap! Nggak liat! Hehe."

Tidak apa-apa. Sandra masih berbaik hati mau menyeka saus cabai di sudut bibir Jamal dengan jari telunjuknya, lalu menjilat itu tanpa ragu. Mubazir.

"Makanya liatnya ke sini, jangan ke sana! Yang di sini juga nggak kalah ganteng dari itu oppa-oppa," ucap Jamal, bernada datar padahal cukup kesal. 

Melirik Jamal sepintas, mengerutkan kening, "Dih! Pede gile."

Jamal tanpa mengalihkan pandang dari layar hape, "Bener 'kan?"

Kesempatan buat Sandra bisa memandangi Jamal dengan leluasa dan mengakui kagentengannya dengan Lee Seung Gi yang sembilan belas-dua puluh alias tidak beda jauh.

Tapi, bagi manusia pemakan gengsi seperti Sandra ini, sudah pasti mulutnya menyangkal, "Enggak! Jelas gantengan itu oppa-oppa ke mana-mana, atuh."

"Halah! Ganteng doang, nggak bisa gendong kamu waktu kesleo, buat apa?"

"Ih, bisa-bisanya. Atulah!"

"Bener apa bener?"

"Hahahaha!" Tidak bisa mengelak, Sandra pilih tertawa saja.

Teringet momen pagi tadi, di depan rumah. Setelah makan bubur ayam lalu hak sandalnya lepas karena dibawa lari-lari, Sandra yang ditawari sandal Jamal tapi memilih nyeker saja itu berakhir ....

"Ah! Sakit, euy!"

Baru dua langkah. Dia mengeluh, jongkok sambil memegang kakinya. Menoleh ke belakang. "Jamal, kayaknya kaki aku kesleo. Sakit soalnya."

Jamal, "Terus?" berpura-pura cool, padahal cemas juga. "Mau digendong?"

Tidak punya pilihan. Sandra mendongak memandang Jamal, lalu mengangguk.

Iseng, Jamal tanya lagi, "Mau?"

"Iyaaa! Mauuu!" Dijawab Sandra, ngegas dengan muka memelas.

"Tadi katanya mau nyeker aja."

Bibir Sandra mengerucut, mukanya makin memelas. "Nggak mau! Mau digendong aja," rengek Sandra disambut tawa Jamal yang durjana.

Meskipun begitu, Jamal tetap ... "Ayo, naik!" jongkok, memajang punggung di depan Sandra.

Menggendong Sandra masuk ke rumah. Memanggilkan tukang pijit karena Sandra tidak yakin atas kemampuan Jamal memijit, padahal Jamal ini termasuk pro karena sering disuruh bapaknya mijit. Maklum, anak bontot sama dengan pembantu umum di rumah.

"Bisa, kok, aku."

"Nggak! Nggak! Nggak mau! Muka kamu nggak meyakinkan begitu!"

"Hahaha! Bener! Percaya, deh! Sini-sini!"

"Ih! Yang sakit mah kaki ngapain pegang-pegang bahu?"

"Ya 'kan bonus, Sayang. Plus-plus! Dipijit aja semuanya, ya."

"Enggak! Minggir, ah! Kamu mah ada udang di balik batu. Bukannya sembuh, malah makin remuk nanti badan aku."

"Ih! Kok, gitu? Enggak, atuh. Sembuh, sembuh. Ketambahan, enak nanti."

"JAMAL! DIEM NGGAK LO!"

"Hahahaha!"

Iya, itu dia sedikit percekcokan duniawi yang terjadi pagi tadi. Kembali lagi ke sore ini.

Jamal beranjak mendudukkan diri. Menyita bungkus snack di tangan Sandra, tapi cuma dapat hikmahnya karena isinya sudah raib semua.

Padahal, Jamal yang barusan mengambil itu dari rak supermaket ketika mereka belanja bulanan. Sandra mah cuma melotot sambil mengaumkan slogannya, "Hemat! Hemat! Hemat pangkal kaya!"

Menuang air putih dari botol ke dalam gelas, meneguk sedikit lalu menggeser gelasnya pada Sandra yang fokus pada tontonan, "Mau bulan madu ke mana?"

"Huh?" Sandra menerima gelas, minum.

"Mau bulan madu ke mana?"

"Hm?" Tanpa melihat Jamal.

Jamal rampas remot tivi di meja, "Ish! Matiin dulu lah tivinya!"

"Ih, jangan, atuh! Iya-iya, bulan madu ke mana, 'kan? Ke Korea, boleh." Sandra rampas kembali remot tivi dari tangan Jamal, memeluk itu erat.

Beranjak dari sofa, Jamal, "Ke Korea? Oke."

Sandra mengedip-ngedip, memandang punggung Jamal yang menjauh, "Ih, beneran?" kaget, tapi seneng.

"Bohongan."

"Jamal, ih! Yang bener!" Sofa ditinggalkan Sandra yang berlari kecil menyusul Jamal. Drama korea bisa ditonton nanti, sedangkan kesempatan ke Korea tergantung mood sang suami. 

Dengan senyum mematri manis di wajah, Sandra menggelayuti lengan Jamal ke mana pun Jamal berjalan.

"Ke korea beneran, 'kan? Ayo, ih! Kamu 'kan kaya raya. Tiket PP Korea-Indonesia, murah, kok. Ya?! Ya?!"

Ke dapur, ke garasi, ke kamar, ke mana-mana, Jamal dilendotin, otw diporotin.

Berhenti melangkah, Jamal menoleh pada Sandra, "Mau keluar atau mau ikut mandi?"

Dahi Sandra mengkerut. Memantau sekitar, menganalisis tempat di mana dia berasa saat ini. Sandra lepaskan genggaman dari lengan Jamal buru-buru setelah sadar dan tahu.

Kloset. Bak Mandi. Pancuran. Sabun-sabun.

Mengambil ancang-ancang untuk keluar, tapi ....

Klek!

Pintu kamar mandi terlanjur dikunci.

Srash!

"JAMAL, IH! BASAH! AKU UDAH MANDI, LOH!"

"Belum sama aku, loh."

[]



***



NIKAH, MASA GITU?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang