2.2 nyeker aja

1.6K 292 106
                                    

Baik Sandra maupun Jamal akan angkat tangan perkara masak-memasak. 

Sandra bisa, sih, tapi skill-nya pas-pasan. Daripada bikin Jamal kena gangguan pencernaan, mending beli di luar aja katanya. Simpel dan praktis. 

Dan, Jamal tanpa nuhinahinu, langsung setuju. "Nggak apa-apa. 'Kan gue nyari istri, bukan nyari pembantu," kata Jamal dulu, kapan dan di mana-nya, Sandra lupa.

Yang Sandra ingat cuma waktu itu dia jawab, "Cocok! Jadi nikah kita!" sambil ngegaplok lengan Jamal yang lagi menyantap es cendol.

Oh, sekarang Sandra ingat, itu beberapa hari setelah lamaran, di teras rumah Sandra. Jamal mampir setelah dipanggil mamah Sandra buat nyobain es cendol buatan Sandra yang anyep.

Sandra waktu itu juga sempat bercanda, "Kalau mau manis, liat gue aja, hehe!"

Coba tebak apa tanggapan Jamal?

Tidak ada. Jamal cuma tidak pernah absen menatap Sandra sepanjang menyendok es cendol dari gelas ke mulutnya, mengunyah dan menelan. Maka, seketika itu, senyuman Sandra berubah menjadi seanyep es cendol buatannya.

Pipinya merah dan panas. 

Oke. Cukup nostalgianya.

Kita kembali ke realita masa kini.

"Tenang! Bentar lagi ada tukang bubur lewat, kok. Nih, minum dulu air putih buat ganjel," ucap Jamal, meletakkan segelas air di meja, di depan Sandra yang sedari tadi perutnya krubuk-krubuk.

Tidak ada stok makanan. Semalam mau pergi belanja ke supermarket, tapi sudah kemalaman gara-gara kelamaan nongkrong di Solaria. Mau singgah di minimarket, tapi Sandra tidak sabaran minta pulang karena mules.

Dan, biasanya pun, Sandra tidak harus sarapan sepagi ini. Malah, pas jaman kuliah, jarang sarapan. Ini entah apa gerangan, belum ada pukul enam, Sandra sudah keroncongan.

Oh, Sandra baru ingat. Semalem dia habis 'tempur'. 

Meneguk air putih yang diberikan Jamal. Tidak lama ... ting! ting! ting! ting!

Jamal, "Tuh!"

Sandra, "Cepet panggil! Cepet!"

"Bentar atuh ambil dompet dulu!"

"Ih nanti aja ambilnya! Ke depan dulu!"

Setelah didorong Sandra agar buru-buru, Jamal lari-larian ke lantai satu. Menarik pintu gerbang, baru mau buka mulut ....

"Mang, beli, Mang! Mang beli!" suara cempreng Sandra sudah duluan menggelegar dari atas sana. Orangnya berdiri di balkon.

"Siap, Neng!"

Jamal cuma bisa geleng-geleng frustrasi. Dalam hati:

Ngapain nyuruh gue buru-buru turun buat manggil kalo sendirinya punya suara segede toa begitu?

Melihat Sandra yang melesat hilang dan sepertinya akan turun dalam hitungan detik, Jamal stay di pintu gerbang. Menunggu sang istri. Sampai akhirnya nampak Sandra lari-larian dengan sandal hak-nya.

Kayak nggak ada sandal lain aja!

Jamal raih lengan Sandra. Takut nanti kesleo.

"Bawa dompet aku, enggak?" tanya Jamal sepanjang mereka berjalan menghampiri mang tukang bubur.

"Enggak. Nggak tahu di mana."

"Lah? Ada di meja kamar. Bentar, ah, ambil dulu!"

Tangan Jamal ditahan. Sandra geleng-geleng. "Udah nanti aja. Makan dulu! Makan!"

Sandra seret kursi plastik untuk Jamal duduk. Sendirinya sudah duduk duluan, menerima semangkuk bubur dari si mamang.

Jamal garuk-garuk tengkuk. Sudah mau duduk tapi ....

Prak! Bruk!

"Ya Allah! Ya Allah! Patah!" seru Mang bubur, agak latah.

Sandra mematung dua detik dengan mulut mengapit kerupuk. Mengunyah, menelan, dan, "Hahahaha!"

menertawakan Jamal yang bokongnya sedang berciuman dengan cor-coran pinggir jalan setelah adegan kursi patah dadakan.

"Duh! Mang punteun atuh! Ini kursinya jadi patah." Sandra bicara sambil membantu Jamal berdiri, menepuk-nepuk bokong Jamal yang kotor. 

"Teu nanaon, Neng! Eta mah emang kursinya udah rapuh."

"Enggak, Mang! Salah! Ini bukan masalah kursinya. Tapi suami saya-nya ini yang terlalu perkasa."

Jamal lirik-lirian dengan si mamang. Sandra, santai saja kembali duduk dan menyantap buburnya.

"Kebayang 'kan Mang? Ini kursi aja patah, apalagi saya semalam."

Si Mamang, "Haha!"

Jamal, "Hahaha!"

Mereka berdua, "Hahahahaha!"

Jamal rampas kerupuk dari tangan Sandra, mengunyah dengan tidak santai, tapi ketika dilirik Sandra, senyuman tampan dipamerkannya.

Karena satu kursi patah dan tidak ada kursi lain, terpaksa Jamal makan sambil jongkok. Dan, karena merasa kasihan, Sandra ikutan jongkok. Biar si mamang yang duduk.

Lalu suatu ketika, datang anak tetangga yang disuruh emaknya beli bubur, katanya, "Teh! Eta geus pinuh!"

Sandra melirik Jamal yang sedang menahan tawa. Jamal ulangi, "Eta geus pinuh, ceunah, Teh!"

Tanggapan Sandra, "Pinuh naon? Da urang mah dahar, lain modol!"

Jamal mau ngakak seperti si anak dan si mamang, tapi mulutnya sedang penuh dengan telur rebus. Alhasil, dia cuma ngusap kepala Sandra, gemas.

Diam sedetik. Mengedip-ngedip, melihat Jamal. Salting. Tapi, apa itu salting? Tidak ada di kamus hidup Sandra.

Jadi, Sandra yang deg-degan cuma gara-gara diusap kepalanya oleh Jamal, dengan santainya menepuk lengan Jamal sambil bilang, "Eta geus pinuh, A."

Jamal, tak kalah santai, senyum, menjawab, "Heeh, ini udah penuh, Neng. Penuh rasa sayang Aa ke Eneng."

Tatap-tatapan tiga detik. Sandra bangkit. Mengangsurkan mangkuk bubur kosong ke si mamang.

Meninggalkan Jamal yang masih jongkok untuk menghabiskan buburnya.

Pulang duluan, setelah bilang, "Mang, ngutang, ya! Suami saya nggak bawa dompet! Besok pagi dibayarnya sekalian sama kursinya tadi, ceunah!"

Sedikit lari-larian. "Aduh!" Sandra yang habis kesleo, "Yah, copot hak-nya."

Dari arah belakang, "Lagian siapa suruh beli bubur pake sendal begitu."

Sandra menoleh kepada Jamal yang sudah berdiri gagah di sampingnya. Merengut, "Ih! Buru-buru tadi, nggak ada sendal lain, hm!"

Melepas sendalnya, "Ya udah ini pake!" mengambil sendal milik Sandra yang sudah tidak layak pakai. 

"Ih, kegedean! Mana kayak sendal bapak-bapak begini."

Jamal, melempar sendal Sandra ke bak sampah, menoleh pada Sandra, "Pake atau digendong?"



"Nyeker aja," ucap Sandra, menenteng sendal Jamal biar adil, sama-sama nyeker.

[]

***

notes:
kalau kalian nyari rose yang lemah lembut,
ini bukan lapaknya hahaha

di sini, rose nyablak binggow bund
harap maklum :v

thankyou for reading
:)

NIKAH, MASA GITU?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang