6. santai

1.5K 297 77
                                    

Malam hari, masih di rumah Sandra yang jadi tempat mereka nikah supaya hemat budget. Jamal keluar dari kamar mandi dengan kaos dan celana panjang di badan serta handuk kecil tersampir di bahu.

Jalan melewati kumpulan Ibu-ibu yang nongkrong di dapur rumah Sandra sambil ngerumpi tipis-tipis, Jamal senyum dan sedikit membungkuk, "Punteun, ya, Bu!"

"Mangga! Mangga, Kasep!"

"Waduh! Emang aura penganten baru sok beda, ya, Ibu-Ibu!"

"Heeuh! Kayak ada cerah-cerahnya, ceunah, Ibu-Ibu!"

"Eleuh! Jadi pengen balik ke masa itu euy! Asa indah pisan."

Ya begitulah suasana hajatan di kota yang bukan kota-kota amat, penuh dengan cocot emak-emak.

Berdiri di depan pintu kamar Sandra, Jamal mengetuk karena pintunya dikunci.

"San."

"Bentar!!!"

"Allahuakbar!"

Jamal berjengit, mengelus dada. Suara Sandra dari dalam sana hampir setara dengan speaker di halaman rumah yang masih dipakai buat dangdutan oleh para warga. Benar-benar tidak ada kalem-kalemnya.

Ini lagi, katanya sebentar, tapi dari rambut Jamal setengah basah sampai hampir kering, dari Jamal berdiri menyandar di kusen pintu kamar sampai ngobrol dengan pemuda-pemuda di teras, pintu belum juga Sandra buka.

"San!" Mengetuk lagi.

"Bentar, ih! Sabar kenapa."

Masih berdiri di depan pintu, "Lagi ngapain, sih?"

"Lagi pake lotion!"

"Ya elah pake lotion doang ngapain ngumpet-ngumpet, sih?"

"Malu lah kalo diliatin lo."

Jamal menghela napas.

Sandra di dalam sana, menutup botol lotion-nya, berkaca, menyisir rambut sedikit, jalan ke arah pintu. Deg-degan. Jadi, berulang kali tangannya ditarik ulur saat mau membuka pintu.

Sulit dipercaya kalau detik ini Sandra sudah jadi seorang istri. Membayangkan apa yang mungkin terjadi saat ia dan Jamal nanti berdua di ruangan ini, pipinya panas. Makanya, dari tadi ia mengulur-ulur waktu membukakan pintu untuk Jamal.

Tapi, mau sampai kapan?

Merasa kasihan, Sandra sudah mau memutar kuncinya tapi ....

"Eh! Loh?!" Mata Sandra membulat, melihat gagang pintu berayun kemudian Jamal muncul di balik daun pintu yang terbuka dengan sendirinya tanpa sentuhan Sandra.

"Kok bisa?!"

Tidak dijawab. Jamal cuma melirik Sandra sebentar lalu meletakkan kunci cadangan kamar Sandra di atas meja.

"Ih, lo dapet dari mana?"

"Bapak lo. Lagian lo lama banget! Timbang pake lotion doang kayak lagi semedi."

"Nggak doang, ya! Gue pake baju, pake skincare, ngeringin rambut, alah banyak!"

Tidak menggubris, Jamal merebah di atas kasur Sandra yang sudah dihias sedemikian cantiknya dengan taburan bunga-bunga dan nyala lampu tumblr.

Baru sedetik.

"Ih! Jangan rebahan dulu! Kasurnya belum difoto, ih! Jamal minggir nggak lo?!"

"Nggak!"

"Jamal, ih! Bentaran doang, mau difoto!"

"Ya udah foto aja."

"Ada lo-nya, ih!"

"Ya, kenapa emang 'kan gue ganteng."

"Jamal ih!!!" Sandra tarik lengan Jamal, tapi gagal. Tenaganya tidak ada. Jamalnya juga tidak mau kerjasama.

"Tau ah! Sebel."

Maka, ngambek adalah senjata.

Lama tidak lagi kedengaran suara, Jamal yang daritadi merem itu sekarang membuka mata, melihat Sandra duduk di kursi belajarnya sambil main hape. Mengalah, Jamal akhirnya berdiri.

"Udah minggir nih, katanya mau difoto!"

Sandra melirik sekilas, tidak minat. "Nggak jadi."

"Beneran nggak jadi? Ya udah gue rebahan la—"

"Minggiran dikit lagi, lo-nya masih keliatan," mengarahkan kamera hapenya pada kasur. Sandra, "Itu tolong! Bunganya rapihin lagi! Berantakan gara-gara lo."

"Hadeh!" Meski lesu, Jamal tetap nurut.

"Udah?"

"Udah."

"Lo-nya nggak mau difoto? Rebahan situ sok, gue fotoin!"

"Oh boleh!"

Semangat, Sandra berjalan menuju kasur, berbaring miring dengan satu tangan menumpu kepala, bergaya slay ala-ala.

"Udah?"

"Udah." Jamal berjalan menghampiri Sandra, meletakkan hape Sandra di atas kasur.

"Kok nggak pake aba-aba?"

Mengambil posisi rebahan di sebelah Sandra, Jamal bilang, "Enggak juga udah bagus."

Sandra sedang fokus mengecek hasilnya. Tidak lagi berbaring miring tapi terlentang, menggulirkan layar hape, melirik pada Jamal yang ternyata ikut menonton hasilnya, menatap hape lagi, menoleh pada Jamal lagi.

Mulut Jamal yang berada di dekat telinga Sandra, berbisik, "Kamar lo nggak kedap suara, ya?"

"Enggak, kenapa emangnya?"

"Nanti kalo yang di luar denger gimana?"

"Hah? Denger apa?"

Mereka saling melirik satu sama lain sekilas. Jamal tidak menjawab. Percakapan tidak dilanjutkan. Sandra kembali fokus dengan hapenya, Jamal dengan istirahatnya.

Sedikit iseng, Sandra mengambil foto dengan kamera depan, foto dirinya dan Jamal di sampingnya yang entah tidur beneran atau cuma merem saja.

"Mau kapan?"

"Hah?" Agak panik mendengar suara Jamal, Sandra mematikan hape. "Kapan apa?"

"Lo nggak ngerti atau pura-pura nggak ngerti?"

"Hahahaha!"

Menepuk pipi Jamal dua kali, "Sorry! Lo salah milih tanggal nikah."

Jamal membuka mata, mengerutkan dahi, "Maksudnya?"

"Gue lagi datang bulan," jawab Sandra, begitu santai.


Jamal juga kemudian santai. Santai meremas sarung bantal.

[]


***


notes:
kalian yang nambahin work ini ke reading list/perpustakaan pada dapet notif update nggak?

thankyou for reading and support :)

NIKAH, MASA GITU?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang