Chapter 4

11 1 0
                                    

Mereka sampai disebuah rumah kecil namun asri.

(Zelinna mulai sekarang kita panggil Zalora, biar gak bingung)

"Ini rumah siapa Din? Kecil banget," tanya Zalora

"Ini teh rumah peninggalan orang tua kamu Ra,"

"APA?!"

"Emang muat? Rumahnya kecil banget loh Din. Terus kaya nggak keurus gitu.."

Dini sedikit terkejut dengan ucapan sahabatnya ralat maksudnya ucapan Zelinna yang berada di tubuh Zalora.

Dini tersenyum sendu, "Kamu tau Ra, orang tua kamu teh rela kerja dari pagi sampai malam hanya untuk membeli rumah kecil ini. Rumah kecil yang kalian tempati untuk berteduh dari panasnya matahari dan dinginnya hujan."

Zalora menggigit bibirnya merasa bersalah. Harusnya dia tidak bicara seperti itu tadi, dasar aho.

"Maaf, gue nggak bermaksud gitu." ujarnya menyesal.

Dini menggeleng, "Tidak apa Ra, wajar kok. Kan kamu katanya nggak inget apa-apa."

"Yaudah masuk yuk, sepertinya mau hujan."

Mereka pun masuk kedalam rumah dan benar saja hujan pun turun begitu deras setelah mereka masuk.

"Rumahnya gak ada kunci Din?"

"Ada tapi pakenya teh kayu,"

"Hah, Kayu? gimana gimana gue gak ngerti"

"Haha.. Lora kamu teh sekarang jadi cerewet banget ya, biasanya kan diem mulu. Terus kosakata kamu juga berubah dari aku-kamu jadi lo-gue."

"Eh? Hah?"

"Tidak,"

****

"Kita pulang!"

"Mama! Kakak!" sahut anak remaja dari dalam.

Anak remaja itu langsung memeluk tubuh Zelinna erat.

"Kak Zelin maafin Zayn nggak sempat jenguk kakak di rumah sakit," ujar remaja itu

"Aduh adek, kasian loh itu kakaknya nggak bisa napas," tegur Hani

Remaja itu pun segera melepaskan pelukannya.

"Hehe maap mah Zayn kelepasan sangking kangennya sama kakak," ujarnya cengengesan

Remaja itu bernama Adelino Zayn Namata—adik laki-laki Zelinna yang satu tahun lebih muda darinya.

"Siapa?" tanya Zelinna

"Kakak lagi ngelawak ya?" tanya balik Zayn

"Tidak."

"Mah?" panggil Zayn pada mamanya bermaksud meminta penjelasan.

Hani menghela napas panjang sebelum berbicara. "Zayn, kakak kamu mengalami amnesia."

"APA?!"

"Nggak! Gak mungkin kakak lupa sama aku kan?"

"Aku ini adek kakak yang paling tampan bin ganteng loh kak masa lupa sih"

"Berisik. Mah capek,"

"Yaudah yuk mama antar ke kamar kamu," kata Hani

"Kamu pasti capek karena suara adek kamu yang cerewet bin narsis itu kan kak," sambungnya sambil melirik kearah Zayn.

"Iya mah,"

"Denger kan dek?"

"MAMAA!"

hahaha

Hani tertawa puas bisa menjahili putra bungsunya.

.

"Ini dia kamar kamu sayang. Istirahat yang banyak biar cepat sembuh,"

"Iya mah,"

Zelinna pun membaringkan tubuhnya diatas ranjang.

"Yaudah kalo gitu mama tinggal dulu ya? Kalo kakak butuh sesuatu panggil mama oke,"

Zelinna tersenyum tipis lalu mengangguk. Hani mencium kening Zelinna pelan sebelum akhirnya keluar dari kamar.

"Huh.. Jadi seperti ini ya rasanya hidup menjadi orang kaya, tidak perlu capek-capek cari uang hanya buat beli sebungkus nasi." ucapnya lirih

Zelinna menatap langit-langit kamarnya.

"Gimana ya nasib tubuh aku disana, mungkin sudah mulai membusuk (?)"

"Kalau keadaanku sudah membaik aku akan mencari dan menguburnya dengan layak."

****

"Dini, bisa lo ceritain semuanya tentang gue? Gue gak inget apa-apa." ujar Zalora

"Bisa kok, tapi aku teh nggak tau banyak tentang kamu Ra."

"Yang lo tau aja gapapa,"

Dini mengangguk ia pun mulai bercerita.

"Setau aku teh dulu kamu teh anaknya pendiam banget auranya teh dingin, tapi aku teh tau hati kamu tuh lembut—" Zalora memotong ucapan Dini.

"Tah teh tah teh, gue bukan teteh nih ya, cerita 30% yang 70% nya  lagi teh teh ngeteh!"protes Zalora ia bingung mendengar cerita Dini yang 70% nya kata 'teh' mulu.

"Hehe maaf Ra sudah jadi kebiasaan aku itu teh"

"Yaudah gue maafin, oke lanjut."

"Sampai mana tadi?"

"Lah mana saya tau kok tanya saya"

"Oh iya, tapi maaf sebelumnya Ra, dari cerita yang aku dengar dari bibi Wulan dan paman Joko kamu bukan anak kandung mereka.."

"Bukan anak kandung mereka terus Zalora anak siapa?"

"Maaf Ra, aku juga tidak tau"

"Lanjut,"

Dini pun melanjutkan ceritanya dari mulai sikap Zalora pendiam dan dingin dan asal usulnya saat masih bayi.

Memang Zalora yang asli tidak tahu menahu soal ini. Dini tahu hal ini juga karena tidak sengaja mendengar percakapan Wulan dan Joko—orang tua angkat Zalora yang membicarakan masa lalu Zalora. Karena Dini ketahuan menguping ya sekalian aja dikasih tau semuanya. Supaya jika mereka pergi lebih dulu Dini lah yang akan memberitahukan kebenaran pada Zalora. Karena orang tua angkat Zalora takut jika nanti mereka tidak sempat memberi tahu kebenarannya pada Zalora, dan benar saja mereka lebih dulu diambil oleh Tuhan.

Zalora menitikkan air matanya. Meskipun jiwa nya milik Zelinna tetapi ia seakan-akan merasakan apa yang dirasakan oleh Zalora asli.

Dini yang melihat sahabatnya menangis pun segera memeluknya menyalurkan energi untuk Zalora.

Bertukar JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang