Chapter 2

13 2 0
                                    

Setelah dilarikan ke puskesmas terdekat Zelinna langsung tak sadarkan diri, mungkin karena kehabisan darah.

Tiga hari telah berlalu akhirnya Zelinna pun sadar.

Zelinna mengerjapkan matanya menyesuaikan netranya dengan cahaya matahari yang masuk dari sela-sela jendela ruang rawat.

"Gue dimana?"

"Sudah sadar? Bagaimana, apa ada yang sakit?" terdengar suara seorang pria berjas putih dari arah pintu.

"Tidak ada, lo siapa? malaikat?"

"Saya Dr. Rein. Dokter disini, dan saya bukan Malaikat. Ini minum dulu pasti haus," ujar dokter itu lalu memberikan segelas air putih kepada Zelinna.

Zelinna meneguknya sampai habis ia sangat haus sekali.

"Baiklah, saya periksa terlebih dahulu." ucap Dr. Rein lalu memeriksa Zelinna.

"Dok, bagaimana kondisi saya sekarang? Udah boleh pulang kan" tanya Zelinna.

"Kondisi anda lumayan parah, tapi sekarang sudah lumayan membaik."

"Anda mendapat luka pukulan cukup banyak, dan ada beberapa luka tusuk dibagian perut dan kaki. Jadi, saya menyarankan agar dirawat inap sampai keadaannya sudah benar-benar membaik." jelas dokter panjang lebar.

"Hah? pukulan? tusukan? perasaan gue habis ketabrak mobil deh kok bisa jadi kena pukul sama tusuk ya? Aneh," gumam Zelinna.

"Bicara sesuatu?"

"Ah, tidak dokter. Kalau boleh tau apa ada orang tua saya datang kesini?"

"Setau saya tidak ada, dan dari riwayat data kamu.. Sebelumnya saya minta maaf, tapi disana tertulis kalau kedua orang tua kamu sudah meninggal." kata dokter tak enak hati.

"Orang tua saya masih ada dok!"

"Maaf, kalau begitu saya permisi. Obatnya jangan lupa diminum,"

****

"Ini maksudnya gimana sih? Tadi dokter bilang gue kena luka pukul sama tusuk, padahal gue kan habis ketabrak."

"Udah gitu gue bangunnya digudang yang enggak keurus."

"Membingungkan," Monolog Zelinna bingung dengan kejadian yang beberapa hari lalu ia alami.

"Udahlah mendingan gue ke toilet dulu," Zelinna turun dari brankarnya lalu melangkah ke toilet dengan tertatih karena luka tusuk dikakinya yang masih terasa.

Zelinna masuk ia menyalakan keran di wastafel lalu langsung membasuh mukanya dengan air.

"Segerr.."

"Arghh!! Muka siapa?!" teriak Zelinna saat ia melihat pantulan diri dia sendiri di cermin.

"L-lo siapa? Kok ngikutin gerakan gue si, tapi tunggu.."

"Kok..mirip!"

"Apa jangan-jangan-"

****

Seorang gadis yang terbaring lemah di brankar rumah sakit, sudah hampir satu minggu mata indah itu tertutup dan kini mata itu mulai berkedut dan terbuka perlahan.

"Haus.."

"Ya ampun sayang, kamu sudah sadar nak.. Syukurlah.." ucap Hani bahagia.

Hani pun mengambilkan air minum untuk putrinya. "Ini sayang, minum dulu," dan diterima baik olehnya.

"Ibu siapa?"

"Kamu lupa sama mama?" tanya Hani, air matanya turun begitu saja. Ia pun segera memanggil seorang dokter untuk memeriksa putrinya.

"Apa nona ingat mereka siapa?" tanya dokter dengan menunjuk sepasang suami-isteri itu.

Hanya sebuah gelengan yang dokter dapatkan.

"Lalu, apa nona ingat dengan nama nona sendiri?" tanya dokter lagi.

"Ingat. Nama saya Zalora-."

"Bukan nona. Nama nona Zelinna Amaira Namata." ucap dokter membenarkan ucapan gadis itu.

Gadis itu terdiam itu bukan nama dia, dan siapa orang-orang itu? Gadis itu lebih memilih untuk diam dan manggut saja, selebihnya akan ia pikirkan nanti. Ia sangat bingung sekarang.

"Baiklah, bisa kita bicara sebentar diruangan saya, pak?" ujar dokter pada Hendra dan dibalas anggukan olehnya.

"Bisa dokter," mereka pun pergi keruangan dokter.

Disini hanya tinggal Zelinna dan mama nya, Hani.

"Zelin sayang ada yang sakit nggak?" tanya Hani khawatir

Zelinna menggeleng. "Tidak. A-aku mau tidur aja"

"Kamu beneran nggak ingat sama mama, sayang?"

"T-tidak,"

Bertukar JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang