Bab 6

622 58 2
                                    

Aku menunggu Diraja selesai mandi. Sehabis pria itu keluar dari kamar kecil, kubantu dia menyimpan handuk. Ada sesuatu yang perlu dilakukan lelaki itu pagi ini.

"Udah, Mas?"

Dia menyisir rambut dengan jari. "Mau ke mana memangnya?"

Aku sudah bilang akan mengajaknya. Meski tidak setuju, dia kupaksa menurut karena kemarin malam sudah mendapat bayaran.

Tanpa memberitahu kutarik tangan Diraja. Kutuntun dia keluar dari kamar. Kami melewati ruang tengah yang di sana ada Siska dan Arini. Sebenarnya takut, aku melewati mereka.

Aku dan Diraja sampai di halaman belakang. Lelaki di sampingku tampak mengerutkan dahi heran.

"Mau apa ke sini?"

"Berjemur," jawabku singkat.

Hampir lima hari Diraja cuma di kamar, berbaring. Dia perlu sinar matahari dan melihat pemandangan di luar ruangan. Karena itu kubawa ke sini. Sebab, kalau menunggu dia inisiatif sendiri, rasanya mustahil.

Diraja kubuat duduk kursi. Ini masih pukul tujuh pagi. Sinar matahari masih bagus-bagusnya.

"Kamu, tuh, butuh kena matahari biar semangat," kataku sambil mengangguk.

"Saya harus duduk di sini?"

"Iya, dong. Kalau duduk di kamar, mana bisa kena matahari." Aku tersenyum lebar. "Selagi Mas menyerap sinar matahari, aku mau main bola raket sama Diki."

Tak lama Diki datang. Dia membawakan dua raket dan bola. Kami sudah mengambil tempat masing-masing, saat Diraja menyuarakan protes.

"Saya duduk diam saja, Shanika? Macam patung?"

Mengamati wajahnya yang malas itu, aku terpikirkan sebuah ide. Kuhampiri Diraja sebentar.

"Aku ada ide. Tapi, enggak yakin kamu bakal mau."

"Apa idemu?" tanyanya dengan sorot mata malas.

"Bawa legonya Mas Di ke sini. Main di sini. Mau?"

Merasa ide itu cukup cemerlang, tanpa tunggu Diraja setuju aku berlarian ke dalam rumah. Kuambil satu kontainer berisi lego dari kamarnya untuk dibawa ke halaman belakang.

Kuletakkan kotak itu di depan Diraja. "Main. Kamu harus di sini, menyerap banyak sinar matahari, sampai jam setengah sembilan."

Aku mendongak untuk mengamati cuaca. Cukup cerah, langitnya biru terang. Bagus.

"Mas Di berjemur. Aku mau main," ulangku saat kembali menatap Diraja.

Lagi, lelaki itu menjadi penurut. Ia duduk melipat kaki di atas kursi, lalu membuka kontainer legonya. Senang melihat dia begitu penurut, aku mengulurkan tangan.

"Belakangan kamu jadi nurut banget," pujiku sambil menepuk-nepuk rambutnya. "Sering-sering, Mas Di."

Habis mengatakan itu aku berlari mendatangi Diki. Kami mulai main. Seru. Sambil sesekali aku memeriksa apa Diraja masih di sana atau tidak.

***

Hari ini Diraja mulai kembali mengurusi pekerjaannya. Meski hanya beberapa dan walau hanya mengatur ini itu pada pegawainya dari rumah. Aku lega, sebab akhirnya bisa kembali ke kamar sendiri.

Repot dan bosan juga mengurusi lelaki itu saat sakit. Kalau diingat-ingat, ini pertama kalinya aku sendiri yang merawat dia. Sebab Diraja masih belum baikan dengan Siska, jadi wanita itu diminta jauh-jauh. Mbak Delima sedang pergi. Arini dan Gisel jelas tak akan mau ambil bagian karena takut akan membuat marah Siska.

Shanika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang