06 - Rawan Hati

15 5 0
                                    

Di ruang makan, Silfia mendapati Nara dan Rendra kebetulan ada di sana. Nara tengah sibuk menata isi kulkas, sementara Rendra sibuk menggerakkan kedua jempolnya di atas layar ponsel.

"Kak Arya belum makan siang, Bu. Dia dari tadi nahan lapar di luar."

"Ya Allah, panggil dia ke sini kalau gitu, Nak," kata Nara sembari tetap fokus melakukan kesibukannya.

"Kak ...."

Silfia menoleh, namun ternyata Arya tidak ikut lagi di belakangnya. Gadis itu pun kembali keluar dari ruang makan dan langsung berhadapan dengan Arya yang malah berdiri kaku di samping pintu. Alasannya malu karena ada orang tua Silfia di dalam.

"Mereka gak akan marah kalau Kakak makan, kok."

"Mari sini, Nak," ajak Rendra dari dalam ruang makan.

"Nah, itu udah dipanggil sama bapakku."

"Malu, Sil---"

"Lapar, kan?" celetuk Silfia.

Dan Arya hanya mengangguk-angguk dengan polosnya.

"Yakin gak mau makan?"

"Pengen tapi gue ...."

Kelamaan!

Tali yang menggantung dari tudung hoodie Arya terpaksa ditarik oleh Silfia agar laki-laki itu mengikuti langkahnya lagi.

"Astaghfirullaah, Fia! Gak sopan kamu, ih!" Nara menepuk dan segera melepaskan tangan putrinya dari tali hoodie Arya.

"Gak boleh gitu, Nak." Bahkan Rendra pun ikut menegur.

Memang kelakuannya terlalu kelewatan, tapi itu juga demi kebaikan Arya. Pun Silfia hanya terpaksa melakukannya karena tidak berani jika harus tangan Arya yang ia tarik.

"Gak papa 'kok, Pak, Bu," kata Arya seraya tercengar-cengir tapi terdengar agak malu dari biasanya.

"Duduk, Nak. Ibu ambilin nasi, ya."

"Iya, Nak. Duduk dulu sini," kata Rendra sambil menarik kursi yang ada di sebelahnya.

"Sana, Kak. Gak usah malu---"

"Silfia!" tegur Rendra dan Nara secara bersamaan.

Wajah gadis yang ditegur itu pun seketika berubah masam. Ia merasa kehadirannya hanya akan menjadi perusak suasana. Akhirnya gadis itu berniat untuk keluar saja.

"Sil?"

"Makan aja, Kak," katanya sambil berjalan keluar dari ruang makan.

Bagaimana pun juga, jiwa anak bungsu yang kebanyakan memang sangat mudah mengambek, akan tetap melekat pada diri Silfia.

Hanya karena merasa perhatian kedua orang tuanya mendadak berpindah kepada Arya, gadis itu memilih kembali keluar dari rumah dan duduk sendirian di teras. Mukanya masam dan bisa saja sebentar lagi ia akan menangis.

Untuk pertama kalinya Rendra dan Nara menegur sang putri bungsu. Biasanya Syauqilah yang selalu ditegur setiap kali suatu hal terjadi dan meminta Syauqi untuk mengalah saja dari adiknya.

Mengapa Arya sangat mudah mengambil perhatian Rendra dan Nara? Begitulah perasaan Silfia.

Tiba-tiba motor dengan suara yang teramat bising memasuki gerbang panti. Ya, Syauqi akhirnya datang juga. Hampir bibir tersenyum, tapi memikirkan bahwa dia sangat telat menjeput, seketika adiknya itu cemberut lagi.

"Maaf, Fia. Aku ketiduran tadi."

"Kan? Silfi juga bilang apa!" gumam sang gadis.

"Kok, manyun? Aku udah minta maaf, loh. Aku beneran keterusan---"

Nuraga untuk AryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang