Silfia lebih banyak diam saat tengah duduk di dalam mobil yang dikemudikan oleh pemiliknya sendiri, yaitu Arya. Laki-laki itu pun paham dan memilih untuk terdiam pula. Keduanya canggung untuk memulai obrolan.
Untuk menghapus kecanggungan, Silfia sengaja sibuk dengan ponselnya. Sebenarnya ia hanya menatap foto ataupun video di galeri yang hampir dipenuhi tentang Adeeva.
Hatinya selalu saja terenyuh setiap kali melihat foto pertama Adeeva. Kala luka-luka goresan di wajah adiknya Arya itu belum sembuh dan nampak masih sedikit bengkak.
"Sil? Lo gak papa?"
Silfia sengaja memalingkan wajahnya ke jendela. Malu menyerang. Mengapa ia harus menangis sekarang?
Sodoran sekotak tisu membuatnya melirik pada Arya yang sesekali ikut meliriknya juga, sambil fokus mengemudi.
Tiba di panti, Silfia keluar dari mobil dan berjalan duluan menuju rumah orang tuanya. Tanpa perlu menunggu Arya menyusul, ia segera masuk ke rumah, menuju sebuah kamar untuk mencari keberadaan Adeeva.
"Bu, Deeva mana? Kok, di kamar dia gak ada?"
Nara yang tengah sibuk mengiris wortel di dapur, tersenyum lalu menjawab, "Tadi kebetulan anak-anak mampir ke sini dan katanya gemes sama Adeeva. Karena Adeeva langsung akrab sama mereka, akhirnya dia dibawa sama mereka ikut ke asrama."
"Hm, gitu ... aku bantuin, ya, Bu."
"Gak usah, Sayang. Kamu temani Arya aja sana. Bapak kamu lagi ke yayasan 1, kasihan Arya kalau gak ada yang temani dia ngobrol, kan?"
Perkataan Nara dibenarkan oleh Silfia di dalam batinnya. Pasti Arya akan lebih sering melamun jika dibiarkan sendirian.
Selama duduk di teras, menunggu Adeeva datang, terbentuklah rasa bosan. Kening Silfia mengerut memikirkan betapa menyenangkannya perasaan mereka yang tengah bermain bersama bayi mungil itu sekarang. Ia cemburu.
"Muka lo kenapa ditekuk kek gitu?" tanya Arya. Tangannya menyodorkan sebungkus beng-beng share it, tepat di depan wajah Silfia.
Ia tidak tahu mengapa gadis itu tiba-tiba menangis tadinya. Setelah tinggal berpikir di dalam mobil hingga Silfia menghilang dari pandangan, karena telah memasuki rumahnya, Arya kembali menyalakan mesin mobilnya dan segera menuju minimarket terdekat. Berharap, Silfia bisa kembali tersenyum dengan memberi camilan kesukaannya.
"Bosan, Kak. Adeeva gak ada di sini," jawab Silfia, lantas mengulas senyum, "ini apa?"
"Ambil aja." Arya tersenyum saat Silfia menerima hadiahnya serta berterima kasih dengan nada malu-malu. Ia pun ikut duduk di samping Silfia.
"Emang Deeva ke mana?" tanyanya.
"Kata ibuku, Deeva ikut sama kakak-kakaknya ke asrama, Kak."
Pandangan Arya mulai menjelajahi sekitar. Siapa tahu jika matanya tiba-tiba menangkap keberadaan Adeeva.
Diam-diam Silfia memerhatikan dan menebak, kakak kelasnya itu pasti tengah mengkhawatirkan adik mungilnya.
"In syaa Allah Deeva bakalan aman, kok, Kak," ucapnya ingin menenangkan, "mau?"
Kali ini Silfia yang menyodorkan sebungkus beng-bengnya kepada Arya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nuraga untuk Arya
Teen FictionArya adalah orang yang ternyata sudah pernah bertemu dengan Silfia. Hanya saja pertemuan mereka saat itu sangatlah singkat dan dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk terjadinya suatu perkenalan. Tapi satu yang pasti, senyuman tulus Arya kala it...