17 - Kehidupan Baru

17 3 3
                                    

Sah ....

Tak mewah namun sangat sederhana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak mewah namun sangat sederhana. Sejak dulu Silfia ingin merasakan nuansa pernikahan sederhana. Arya terlihat gagah dengan jas hitamnya sementara Silfia nampak anggun mengenakan gaun syar'i beserta hijabnya yang menutupi dada.

Tetapi ada kesedihan setiap kali Silfia membuka lembaran demi lembaran album yang mengabadikan momen pernikahannya dengan Arya, karena dua orang tua Arya tidak bisa hadir di acara yang harusnya mereka hadiri itu. Tangan Silfia pun bergerak untuk menyeka air mata yang jatuh di pipinya.

"Sil ...."

Arya yang baru saja memasuki kamar segera menghampiri istrinya. Tanpa bertanya lagi, tangannya segera menarik Silfia ke dalam dekapan.

"Kalau kamu nangis, ntar ayah-ibu aku juga nangis di sana. Tenang, ya."

Mendengarnya, Silfia malah merasa semakin sesak di dada.

"Makasih, Kak."

"Buat?" tanya Arya lembut.

"Makasih udah bertahan sampai detik ini. Kakak hebat. Kakak kuat banget. Silfi bangga sama Kakak."

Perlahan Arya melepas pelukannya. Tangannya bergerak untuk mengusap dua pipi Silfia yang basah.

"Sekarang, aku lebih kuat. Sayapku yang dulunya patah udah gak patah lagi, karena ada kamu. Kamu udah rela kasih aku sayap kamu, demi bisa liat aku terbang bebas lagi. Harusnya aku yang ucapin makasih."

Sebuah kecupan mendarat lembut di atas kening Silfia.

"Makasih, Sayang," ucapnya tulus. Begitu pun dengan senyumnya ketika menatap sang istri. Senyuman yang tidak pernah berubah setiap kali menatap sang kekasih hati.

Silfia bahagia, karena Arya tidak kecewa oleh harapannya. Sekarang gadis itu bener-bener telah sah menjadi milik Arya seorang.

Keduanya pun bersyukur atas kuasa yang diberikan oleh Allah setelah mereka menikah. Perlahan satu-persatu keluarga Arya dari pihak ayahnya berubah luluh dan mulai menerima Arya dan Adeeva sebagai keluarga mereka. Bahkan, sebagian dari mereka meminta maaf sambil menangis ketika mengakui perbuatan mereka.

Arya terus bermurah hati dan tidak pernah menyimpan dendam kepada setiap keluarganya. Laki-laki itu selalu sabar dan teguh mempertahankan rumah mewahnya yang dahulu hampir dijual paksa oleh para saudara Pradana. Satu-satunya rumah peninggalan ayah-ibunya, tidak akan mungkin Arya biarkan pindah ke tangan orang lain.

Keluarga Arya juga meminta maaf kepada Silfia karena mereka enggan untuk menghadiri pernikahannya dengan Arya, meskipun mereka sudah diundang secara hormat.

Nuraga untuk AryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang