03 - Orang Tua Arya

23 6 0
                                    

Silfia baru saja kembali dari dapur dan mendengar suara motor Syauqi berhenti di depan rumah. Ia cepat-cepat menuju pintu untuk membuka kuncinya.

Hanya ada Syauqi, tanpa Arya. Silfia sempat melirik motor Arya yang masih terparkir di depan rumah.

“Kak. Gimana keadaan mereka?”

Hati Silfia rasanya terpukul melihat Syauqi tampak bersedih sambil menggelengkan kepala.

“Kak? I--ini gak lucu, loh. Kakak cuma bercanda, kan?”

“Gak, Fia. Qodarullaah ....” Syauqi menunduk dan terus mengusap kedua matanya yang telah mengeluarkan air mata.

Qodarullaah ... nyawa ayah dan ibu Arya tidak bisa tertolong lagi. Kaki Silfia mundur beberapa langkah ketika ia sontak menutup mulutnya dengan kedua tangan. Air matanya ikut tumpah.

Bayangan wajah ibu dan ayah Arya langsung memenuhi pikiran Silfia. Dia mungkin tidak terlalu mengenali keduanya, tapi Silfia merasa sangat kehilangan hingga membuat kakinya terasa lemas.

Syauqi sigap menangkap tubuh adiknya itu dan mendekapnya dengan erat.

~~~

Arya terpuruk dalam kesedihan. Silfia telah berkali-kali menyeka air matanya, melihat Arya menangis sangat histeris. Semua orang yang hadir ikut iba melihat Arya.

“Aku gak kuat lagi, Fia ....” Syauqi adalah seorang laki-laki berhati lembut hingga mudah tersentuh bahkan sangat mudah menangis di hadapan adiknya.

“Sabar, Nak ... sabar.” Terdengar suara-suara orang yang terus berusaha menenangkan Arya.

~~~

Silfia merasa dongkol kepada orang-orang yang mengaku sebagai keluarga Arya. Baru saja proses pemakaman selesai, tapi mereka malah membahas tentang sesuatu yang tentu saja bisa menyakiti hati Arya.

Silfia dan Syauqi sempat saling pandang. Lantas Syauqi kembali menatap tajam kepada para keluarga Arya itu. Silfia pun merasa ingin membungkam mulut mereka di sana, yang wajahnya sama sekali tidak terlihat ekspresi sedih ataupun merasa kehilangan.

Rendra yang ikut menghadiri proses pemakaman ayah dan ibu Arya, menghampiri kedua anaknya---Syauqi dan Silfia---untuk memastikan suatu hal. Rendra mendengar kabar jika Arya juga bersekolah di sekolah kedua anaknya itu.

“Iya, Pak. Uqi bahkan dekat banget sama Arya dan Uqi udah anggap dia seperti keluarga sendiri,” jelas Syauqi.

~~~

“Kak,” Silfia terdiam sebentar, “kasihan kak Arya sama adiknya, ya. Silfi paling kasihan sama adiknya itu. Orang tua dia pergi untuk selama-lamanya di umur dia yang gak lama ini baru masuk sebelas bulan.”

“Aku juga kasihan, Fia. Mana lagi Arya milih ngerawat adiknya sendiri ketimbang adiknya itu dititipin ke keluarganya.”

“Ih, justru ada bagusnya, Kak!”

“Bagus apanya? Arya masih sekolah, Fia. Kamu juga tau itu kali. Masa dia harus bawa adiknya ke sekolah? Kan ... ah, intinya aku mikirnya gitu dan aku gak tau gimana caranya biar bisa bantu dia.”

“Kakak denger sendiri pas di pemakaman tadi, kan? Keluarga mereka itu gak punya hati banget. Masa deket kak Arya mereka tega bahas panti? Ih, risih banget Silfi!”

Assalamu'alaikum ....

Refleks Silfia dan Syauqi menoleh ke arah pintu sambil menjawab salam dan melihat ibu mereka masuk duluan ke dalam rumah, lalu diikuti oleh bapak mereka di belakang.

~~~

Nara bercerita tentang kejadian sebelum orang tua Arya kecelakaan. Dari Naralah Silfia akhirnya tahu bila ternyata sebelum kecelakaan itu, Pradana---ayah Arya---sempat menelpon Rendra untuk memberi kabar bahwa ia, istri, dan bayinya akan segera menuju ke panti asuhan.

Beberapa waktu setelah Pradana menelpon, warga sekitar panti mendadak heboh. Sebuah kecelakaan telah terjadi. Anak-anak di panti pun ikut lari ke jalan karena ingin melihat siapa korban kecelakaan itu.

Tepat di depan Panti Asuhan An-Nur II, keluarga Arya kecelakaan, dan Rendralah yang sigap untuk menelpon ambulans. Tidak lama setelah itu, ambulans pun datang dan segera melarikan mereka ke rumah sakit.

Dari Nara juga, Silfia baru mengetahui bahwa ternyata Rendra sudah sejak lama saling mengenal dengan Pradana. Bahkan Pradana sudah sangat sering menyumbangkan sebagian hartanya ke panti asuhan milik Rendra dan Nara.

In syaa Allah surga menanti mereka berdua,” ungkap Nara.

Sontak Silfia ikut meng-aamiin-kan.

“Bu. Selain kak Arya, mereka juga ninggalin anak yang masih kecil banget. Silfi kasihan terus ingat adik bayi itu.”

“Ibu juga kasihan, Nak. Cuma kita yang bukan siapa-siapanya gak bisa ngelakuin apa-apa. Toh, mereka masih punya keluarga. Biarkan itu jadi urusan keluarganya, ya. Kita bantu do'a aja.”

Silfia terdiam sejenak.

“Tapi, Bu ... pas di pemakaman, Silfi sama kak Uqi gak sengaja denger omongan keluarganya. Mereka kok gitu, sih? Padahal kak Arya masih berduka banget, mereka malah ngebahas tentang panti. Masa mereka bilang kak Arya sama adiknya dimasukin ke panti aja, Bu. Ih, tega banget, sih!”

Syut, udah ... jangan dibahas lagi, Nak. Kita do'akan semoga kedua anak yang ditinggalkan rahimahullaah pak Pradana dan istrinya, bisa kuat menjalani dan menghadapi semuanya dengan sabar, ya.”

Silfia menunduk. Pikirannya terus bertanya, ‘Gimana keadaan kak Arya sama adiknya sekarang?

()()()

Nuraga untuk AryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang