Leher Silfia keram setelah terbangun dari tidur dan mendapati dirinya duduk di lantai sambil menyandarkan kepala serta tangannya di atas springbed. Ia lalu meraih sebuah ponsel yang terletak tidak jauh darinya. Jam pada layar kunci ponselnya itu menunjukkan pukul 03:29 dini hari.
Tenang rasanya melihat Adeeva sudah bisa bebas bergerak di dalam tidurnya. Tidak seperti dahulu saat luka-luka di wajah bayi itu belum sepenuhnya sembuh.
Silfia menarik selimut yang tidak menutupi badan si kecil lagi dan segera menyelimutinya dengan sangat hati-hati.
Tiba-tiba rasa ingin buang air kecil menyerang. Pelan-pelan Silfia keluar dari kamar. Namun ternyata lampu di ruang tamu masih saja menyala. Biasanya seluruh lampu di rumahnya, kecuali lampu di depan teras, selalu sengaja dimatikan jika ia dan Syauqi akan segera tidur.
Dengan berjalan pelan menuju sofa, Silfia mendapati Syauqi masih mendengkur yang artinya tidur abangnya itu sangatlah nyenyak.
"Allahu Akbar!" ucapnya terlonjak kaget dan merasa jantungnya hampir copot.
Ketika menoleh, ia menemukan Arya terbaring sembari menatapnya dengan sangat tajam. Tapi laki-laki itu malah tersenyum. Lebih tepatnya, ia sedang menahan tawa.
"Biasa aja liatnya, Kak! Bikin kaget aja."
"Syut ... Uqi lagi tidur tau," kata Arya tanpa meninggalkan kebiasaannya, yaitu cengar-cengir.
"Kak Uqi orangnya susah bangun kalau udah ngorok kayak gitu. Mau Kakak karaokean di dekat telinga dia pake volume 100% pun, dia gak bakalan bangun."
Sontak Arya meliuk-liuk di atas sofa, sambil memegang perutnya. Ia mulai tertawa tanpa suara.
"Beneran, loh!" tegas Silfia sebab merasa Arya tertawa karena tidak percaya.
Laki-laki itu pun bangkit dari posisi rebahannya sembari berkata, "Gue percaya, kok."
"Harus pokoknya."
"Gue emang selalu percaya sama lo, Silfia."
Tujuh kata yang mampu mengalihkan pandangan Silfia dari wajah Arya. Entah mengapa suasana hati gadis itu tiba-tiba berubah. Ia diserang sebuah perasaan yang sebelumnya belum pernah dirasakannya.
"Btw, lo belum tidur?"
"Ini udah bangun."
"Adik gue gak nangis, kan?"
"Alhamdulillah tidur dia nyenyak, kok."
"Iyalah, kalau lo yang temenin tiap hari, jangankan tidur nyenyak, nangis aja gak bakal lagi dia."
"Apalah? Gak mungkin banget."
Arya tercengar-cengir melihat gadis itu mengulas senyuman. Oh, manisnya.
"T'rus, lo ngapain ke sini? Jangan bilang lo mau ...," katanya sembari sengaja menutup mulutnya dengan tangan kanan.
"Su'udzon dapat dosa."
Tawa Arya terlepas jua. "Iya, maaf bercanda. Jadi lo ngapain ke sini?"
"Aku ke sini karena liat lampunya masih nyala dan pengen mastiin Kakak sama kak Uqi masih tidur apa gak." Silfia sontak mengarahkan pandangannya pada Syauqi, karena abangnya itu tiba-tiba bergerak, mengubah posisi tidur.
"Kalau seandainya gue merem juga, lo mau ngapain?"
"Gak usah senyam-senyum, Kak! Aku cuma mau matiin lampu tadi." Sekaligus ingin meminta tolong akan sesuatu pada Syauqi, tapi tidak jadi karena ternyata Arya masih terjaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nuraga untuk Arya
Teen FictionArya adalah orang yang ternyata sudah pernah bertemu dengan Silfia. Hanya saja pertemuan mereka saat itu sangatlah singkat dan dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk terjadinya suatu perkenalan. Tapi satu yang pasti, senyuman tulus Arya kala it...