04 - Pulang Bersama

20 5 0
                                    

Semenjak menyaksikan Arya begitu histeris menangisi kepergian orang tuanya, nuraga pada diri Silfia mulai bertumbuh hingga tanpa sadar jika ia mulai suka memerhatikan laki-laki itu di sekolah.

Senyumnya, caranya berbicara, tawanya. Semua itu diperhatikan oleh Silfia dari kejauhan. Terlihat baik-baik saja, namun Silfia yakin bahwa di dalam lubuk hati Arya pasti menyimpan kesedihan dan luka yang sangat-sangat dalam.

Dan, Silfia terus menyimpan tanya yang tidak tahu akankah ada momen di mana kesempatan itu akan datang. Kesempatan untuk melontarkannya langsung kepada Arya.

‘Adiknya kak Arya apa kabar, ya? Gimana keadaannya sekarang?’

“Sil---”

Refleks mulut beristighfar. Nasha memang sangat suka datang tiba-tiba. Selalu membuat Silfia merasa jantungnya bisa saja akan copot jika Nasha tidak mau merubah kebiasaannya itu.

Silfia mendongkol. Nasha malah menertawakan ekspresi kagetnya. Katanya lucu dan imut seperti anak kucing yang sedang terkejut.

“Liatin siapa? Kak Arya pasti.”

Bukan hanya dirinya yang suka datang tiba-tiba. Tebakannya yang benar pun juga sangat tiba-tiba. Silfia sampai mematung sejenak mendengarnya. Apakah Nasha bisa membaca pikiran?

“Sok tau kamu.”

Secara diam-diam, Silfia kembali mencari keberadaan Arya, namun ternyata laki-laki itu sudah pergi dari depan kelasnya. Sontak hati bersyukur. Jika Nasha mengetahui bahwa tebakannya benar, entah apa yang akan dilakukannya bila Arya masih ada di sana.

“Kak Arya ... ini ada yang suka merhatiin diam-diam dari kejauhan---”

“Apa, sih?” celetuk Silfia.

“Ya, aku mau teriak gitu kapan-kapan kalau misal kamu ketahuan lagi merhatiin kak Arya dari depan kelas kita ini.”

“Kamu kalau datang tiba-tiba dan selalu ngagetin, pasti ada yang mau diceritain. Aku bener, kan?” tanya Silfia.

“Oh, iya.” Nasha menepuk jidatnya membuat Silfia tersenyum bangga karena merasa berhasil mengalihkan topik pembicaraan.

“Ini tentang kak Arya.”

Senyum itu pun perlahan memudar. Silfia lupa jika sejak ada isu bahwa Arya naksir kepadanya, Nasha hanya akan membagikan informasi tentang Arya kepadanya. Entah dari siapa saja temannya itu mendapatkan informasi.

“Kamu udah tau belum kalau katanya kak Arya memilih merawat adiknya sendiri ketimbang adiknya itu dititipin ke keluarganya?”

Silfia mengangguk. Kabar itu sudah lebih dulu ia ketahui dari Syauqi.

“Dan kamu tau, di jam sekolah kayak gini adiknya itu dititipin di mana?”

Silfia menggelang. “Di mana emang?”

“Di rumah orang tua kamu, Sil.” Nasha terlihat sangat semangat.

Namun anehnya, Silfia belum bisa langsung percaya.

“Kamu tau kabarnya dari mana?”

“Itu gak penting, Sil,” jawab Nasha, “tapi ada yang lebih penting.”

Nasha memberi saran agar sehabis pulang sekolah nanti, Silfia harus mampir ke rumah orang tuanya untuk memastikan kebenaran kabar itu.

“Jangan lupa kabarin hasilnya, ya.”

“Ih, tapi masa aku, Sha?”

“Ya, harus kamulah. Siapa lagi coba? Masa aku? Alasan apa yang mau aku bilang kalau sampai ditanya sama orang tuamu tentang tujuanku mampir ke rumah mereka apa? Kamu sebagai anaknya yang paling amanlah buat ke sana tanpa perlu takut ditanya-tanya.”

Nuraga untuk AryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang