terimakasih

3 0 0
                                    

Kiera menangis dalam hati,"mamah tolong Kiera!!"

Bugh!
Bugh!

Nyaris hilang harapan di hari yang sial itu Kiera kembali melihat secercah cahaya pertolongan, ia melihat seorang pengemudi motor membawa sebuah helm dan memukulkan nya pada kedua kepala preman itu hingga mereka melepaskan cengkraman pada Kiera.

Pengemudi itu turun Kiera mengenali punggung itu, "Justin?"

"Sini cepatan," Justin menarik Kiera hingga berada di belakangnya.

"Weh ada pahlawan kesiangan nih bos, balikin mainan kita bocah! Ganggu aja lu! Serang bos!!"

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Kiera menepi ke dekat motor saat ketiga orang laki-laki di hadapannya adu jotos, kiera ngeri sendiri melihat Justin melawan dua orang preman tak berakal itu. Terkecoh dengan pergelutan antar Justin dan preman kiera tak sadar salah satu preman itu sudah berada di sampingnya dan hendak membawanya pergi.

Grep!

Bugh!

"Jauhin tangan Lo dari dia!" Tegas Justin, sudut bibirnya yang berdarah membuatnya terlihat tampan.

Bugh!

"Gua aja selalu nahan diri nyentuh dia, lu enak banget mau mainin dia!! Dia cewe gue ya! Inget ini kalo lu ketemu dia lu harus inget tonjokan ini!"

Bugh!
Bugh!

Kedua preman itu lari terbirit-birit setelah dua pukulan terakhir dari Justin sementara anak ini merasa bangga karena sudah berhasil mengusir kedua preman itu.

"Anjayy keren banget kan gue?" Ucapnya sembari menyugar rambutnya lalu berbalik.

Ia melihat Kiera yang masih memiliki rasa takut di matanya, Justin tersenyum pada gadis itu dan mengangguk.

"Mereka udah pergi Kiera, gue anterin pulang ya?" Justin naik ke atas motornya. Sedangkan Kiera masih diam di tempat dan memperhatikan wajah Justin.

"Muka Lo, babak belur. Obatin dulu Justin." Kata Kiera.

Justin tersenyum, "tiap hari juga gini, tapi bukannya makin ganteng ya?" Kiera memutar bola mata malas, sepertinya anak ini tidak bisa di puji sedikit.

Tin!
Tin!

Dari sebrang jalan mobil sedan hitam menglakson Kiera dan Justin seseorang dengan jas lengkapnya keluar dan memanggil Kiera.

"Papah?" Sial, Kiera ingin menangis di pelukan papahnya sekarang. Tapi tidak mungkin ia lakukan, ada Justin di sini.

Papah mendekat pada Kiera dan menggandeng putrinya, tak lupa ia tersenyum pada Justin.

"Ayo pulang, maaf papah telat." Ucapan papah seolah olah tau apa yang baru saja terjadi pada putrinya.

"Pah.." Kiera bergumam kecil.

Papah mengangguk dan menggenggam tangan putrinya, namun Kiera menghentikan langkahnya.

"Papah duluan, aku mau ngomong sesuatu sama temen aku." Kiera memutar balik dan menghampiri Justin dengan langkah tertatih ia berdiri di samping Justin.

"Terimakasih Justin, kalo gak ada Lo mungkin gue udah gak punya masa depan sekarang. Pertolongan lu bakal gue inget buat hari ini." Ucap Kiera tersenyum, Justin terenyuh baru kali ini mendapatkan senyum tulus dari Kiera.

"Oh iya, gue denger yang lu omongin sama preman tadi. Gue bukan cewe lu ya! Stop ngaku ngaku!" Omel Kiera lalu pergi, Justin terkekeh.

Ia tidak sadar se marah apa tadi dia sampai kata-kata itu terlontar, tapi apapun yang ia katakan tadi adalah yang sesungguhnya sekalipun perkataan bahwa ia menganggap Kiera cewenya.

Justin tetap di tempatnya hingga Kiera dan mobilnya pergi, baru dirinya meninggalkan tempat itu.

🌷🌹🌷

Membuka pintu setelah sampai Kiera di suguhkan wajahh cemas dari Mamah maupun Eyang nya, tapi ia menyadari ada Iyang di sana. Duduk dengan kucing kesayangan di pangkuannya.

Kiera masuk dan langsung di sambut pelukan mamahnya, papahnya menyusul di belakang dan langsung memberikan fakta yang membuat Eyang maupun mamahnya nyaris pingsan.

"Kiera hampir di lecehin tadi,"

"APA?!!"  Teriak Eyang dan mamah bersamaan.

"Jangan bohong kamu pah?! Kok bisaa emang kamu telat jemputnya?!" Mamah mengomel pada papah, sementara papah hanya bisa pasrah kerahnya di tarik mamah.

"Tanya aja anaknya," jawab papah santai.

"Bener Kiera?" Eyang bertanya lembut.

Kiera hanya mampu mengangguk dan sedikit menyengir takut Eyang nya marah.

"Coba ceritain gimana kejadiannya, tapi kamu gak papa sayang? Ada yang sakit? Papah yang nyelamatin kamu?" Mamah menyerbu Kiera dengan. Pertanyaan cemasnya.

"Bisa gak jadi wartawan nya nanti aja, biarin Kiera ganti baju dulu, mandi dulu mah.." tegur papah pelan.

"Iya yaudah, kamu bersih bersih dulu sana. Nanti turun lagi kita cerita sambil makan aja ya." Mamah mengelus rambut belakang Kiera dan membantunya hingga ia naik tangga.

Kiera masuk ke kamar, membuka tasnya mengecek keseleo nya yang mulai membengkak karena di pakai berlari,  tapi jika di pikir lagi ini tak seberapa dengan luka yang Justin dapat karena membantunya. Kiera berpikir untuk memberikan sesuata sebagai ucapan terimakasihnya kepada Justin.

Sementara di bawah, papah sedang di interogasi oleh Eyang, Mamah, dan Iyang. Papah menghela nafas ia menceritakan dari sudut pandangnya.

Dari penglihatannya, ia berpikir bahwa gadis yang di kejae kejar itu bukan Kiera, namun setelah ia pikir tidak mungkin ada gadis lain di halte selain Kiera karena Kiera bilang ia tinggal sendiri, baru saja hendak turun membantu papah melihat seorang pemuda menggunakan motor membawa helmnya memukulkan helm itu pada preman dan membantu Kiera.

Tak ingin mengganggu aksi pahlawan pemuda itu Papah membiarkan anak itu membantu Kiera, meski cemas ia tetap diam. Hingga akhirnya kedua preman itu pergi dan putrinya serta pemuda itu Baik-baik saja.

"Papah bersyukur anak itu jago berantem." Ucap papah mengakhiri ceritanya.

"Kamu ini pah, lambat banget jemput anaknya. Kalo anak cowo itu gak ada gimana coba nasib Kiera hah?! Gak tega mamah bayangin nya." Keluh mamah.

"Sebenernya ini salah Kiera juga, siapa suruh anak perawan pulangnya hampir Maghrib kayak gitu, celaka tuh bisa kapan aja.. makannya ajarin anak kalian biar  gak keluyuran terus." Iyang membuka suara, membuat semua orang menoleh dengan tatapan tak percaya.

"Pak, ini cucu bapak hampir kena musibah masih bisa-bisanya bapak nyalahin Kiera?" Mamah sewot tak terima.

"Bener kan? Kalo dia pulang sesuai jadwal pasti gak gini." Iyang kembali bicara.

"Dia eskul pak! Bukan main ke sembarang tempat!" Mamah emosi.

"Sabar mah.." papah menahan istrinya.

"Anak kalo udah ngerasain bandel pasti ujungnya bandel terus, dan kalian punya bukti apa kalo anak kalian gak keluyuran? Engga ada kan?" Iyang semakin memanaskan suasana.

"Pak cukup! Kiera anak baik-baik, saya jamin sendiri dia darah daging saya." Papah bersuara.

"Yaiyalah dia darah daging kamu, makannya buah jatuh gak jauh dari pohonnya."  Iyang malah menyerang papah.

"Bapak! Kamu ini kenapa dari kemarin nyari ribut terus, ada apa?" Eyang membuka suara membuat Iyang mencebik dan pergi.

"Kamu saja, membela mereka terus."

Will Never Be Together Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang