sekembalinya Sheila, mereka berempat masih terus merundingkan siapa yang akan membayar tagihan rumah sakit ibu. Juna yang tadi sempat keluar untuk mencari minum kembali bersama Sheila, keduanya tampak
untuk orang tua.
"Juna, gimana kalo bayar rumah sakit ibu kita patungan aja? mba beneran lagi gak ada uang, Jordan jug-" kalimat jira terpotong.
"say sudah lunasi semuanya mba, kalian tidak perlu pusing memikirkan biaya ibu." serga Juna, membuat Jira dan Yesa menampilkan senyum tertahan.
"tapi jangan senang dulu, saya mau minta sesuatu." lanjut Juna lalu duduk di kursi dekat ranjang.
"apapun yang kamu mau jun, Abang bakal turutin." ujar Tias bangun dari duduknya.
"Juna bakal pergi ke Luar negri buat urusan bisnis, Juna cuma mau minta kalian jagain ibu. Juna gak akan lama cuma seminggu, setelahnya Juna yang bakal jagain ibu." ucap Juna menatap Tias, ada tatapan adik yang penuh harapan pada kakaknya di sana.
Tias tersenyum dan mengangguk,"Abang bakal jagain ibu, kamu ga usah khawatir."
Juna tampak tersenyum dan mengangguk, tapi di balik itu Jira melongo tak percaya suaminya mengiyakan untuk menjaga ibu, dengan kesal ia menyikut perut suaminya.
Tias menoleh dan mengerenyit bingung.
"Sheila, Juna, ini Udah sore mba sama Mas Tias pulang duluan ya? ayo mas,"
tanpa menunggu jawaban dari Juna dan Sheila, Jira membawa Tias pergi dari ruangan itu."kamu ini gimana sih mas?! pake di Iyain lagi permintaannya Juna, terus nanti pas dia keluar negri kamu tetep di sini jagain ibu dan gak kerja gitu?!" omel Jira pada Tias.
"kamu ini kenapa? itu ibu aku, aku berhak jagain dia.." balas Tias.
"iya itu ibu kamu, tapi kamu gak sadar? semua hal yang ibu punya itu tentang Juna, kamu sayang sama ibu tapi ibu sayang sama Juna. mas! mau sampe kapan kamu ada di bawah Juna?!" lanjut Jira.
mereka terus beradu mulut bahkan kini mereka sudah di mobil dan tetap berdebat.
"emang kamu bisa bikin ibu nyerahin sebagian warisan nya ke kamu kalo kamu jagain ibu? engga kan, tetap aja Juna yang bakal dapet bagian besar. Juna anak ibu, Jordan anak bapa kamu? kamu ga pernah di perhatiin mas, ibu itu selalu tentang Juna!!" suara Jira bergetar begitu ia mengucapkan kalimat terakhir, kedua netra nya memerah serta nafasnya yang memburu menahan amarah dan sesak.
Tias terdiam ia nyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan parkiran rumah sakit, ia menatap ke jalan lurus dan tatapan tak fokus, pikirannya berisik, ia memikirkan semua perkataan Jira. jujur saja istrinya tidak salah sama sekali tidak ada perkataan yang salah.
sesampainya di rumah mereka berdua tetap saling diam, tidak ada protes lagi dari Jira dan tidak ada keputusan lagi dari Tias. kediaman itu masih berlanjut hingga hari berikutnya, Tias dan Jira berangkat ke rumah sakit sesuai janji, sama seperti hari sebelumnya mereka masih saling diam.
Di sana Tias melihat Juna adiknya, yang tengah menatap sang ibunda dengan jemari yang senantiasa bertautan ia memperhatikan keduanya, meski Jira bilang ibu selalu tentang Juna hal itu tak memberinya alasan untuk membenci adiknya.
"berangkat yang tenang Jun, ibu biar Abang yang jaga.. kamu urus kerjaan kamu yang bener, pulang ke sini harus bawa kabar baik." ucap Tias sembari mengelus bahu adiknya.
Kini mereka berdua menatap ibu mereka bersama meski ketenangan itu sementara hal itu dapat membuat Juna merasa hangat, kedekatan mereka terganggu kala Sheila masuk dengan dua koper besar.
"sayang, ayo? kita harus ke bandara sekarang." ajak Sheila pada suaminya Juna.
Juna menoleh dan tersenyum kala melihat wajah teduh istrinya, setidaknya ia akan merasa tenang jika Sheila ada di dekatnya. Juna mengangguk dan berpamitan singkat, ia juga tak lupa mencium kening serta punggung tanga ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will Never Be Together
Teen Fiction"aku tidak suka bertatapan, tapi jika dengan mu itu berbeda"-Gala "aku benci berpegangan tangan, tapi jika itu tanganmu tidak akan aku lepas."-Gala "aku tidak suka kebisingan, tapi jika itu suaramu aku suka.." - Gala 🌹🌷🌹 "Jangan mecintaiku atau k...