59

1.6K 63 11
                                    

Seminggu berlalu. Gema sudah memberitahu kabar baik itu pada Bunda, Tante Deca dan juga mertuanya.

Tapi sayangnya sifat Gaby masih tetap sama. Kembali seperti dulu yang begitu dingin. Wajah perempuan itu tampak datar dan sering kali Gema mendapati Gaby melamun.

Pagi ini ia akan ke kampus sebab ada panggilan dari rektor yang mendadak suratnya kemarin datang ke ruang BEM.

Di satu sisi ia berat hati pagi ini meninggalkan Gaby. Seharusnya ia mengajak perempuan itu untuk mengecek kandungan, membeli jajanan dan bahan makanan di supermarket, lalu makan siang di restoran.

Tapi sayangnya harus tertunda akibat ada panggilan dari rektor dan dilanjut rapat dengan UKM yang sudah dijadwalkan dari jauh hari.

Gema berjalan keluar kamar dengan rambut basahnya setelah keramas. Netranya menyisir ke segala arah dan baru mendapati Gaby tengah mengaduk susu di gelas.

Ia tahu itu susu ibu hamil. Ia juga tahu Gaby tidak menyukai susu. Tapi Gaby terus memaksakan diri agar kandungannya baik-baik saja.

Satu tangannya melingkar di pinggang ramping itu. Dagunya menumpu tepat di bahu Gaby yang sedikit terbuka.

"Kalau masih mual setelah minum susunya jangan dipaksain, ya? Aku gak tega liat kamu muntah-muntah."

Memang benar Gema tidak tega dan ngilu melihat Gaby terus-terusan mual setiap bangun tidur dan setelah minum susu hamil.

Perempuan itu diam. Tapi tangannya terus mengaduk perlahan susu di dalam gelas.

"Sayang." Gema semakin merengkuh posesif pinggang Gaby. Sehingga tidak ada jarak di antara keduanya.

Mata Gema terpejam menikmati manisnya aroma parfum yang Gaby sering oles di leher jenjang. Perempuan itu pintar sekali. Tahu cara membuatnya bahagia.

"Waktu itu emang pakai mobil aku buat ke tempat tanding," ujar Gema dengan suara beratnya tanpa berniat membuka mata.

"Tapi aku sama anak-anak yang lain posisinya tidur dan kita udah sempet buat nawarin gantian nyetir ke supirnya."

Gema mulai menjelaskan dari sisinya.

"Aku gak tau, sayang. Aku beneran gak tau kalau kejadiannya bakal se-fatal ini dan aku harus buka ulang kejadian buruk itu."

Bukan hanya Gaby yang merasakan kejadian buruk itu. Tapi juga Gema dan beberapa teman satu klub basketnya yang mengalami kecelakaan pada waktu itu.

"Kata Reno waktu itu aku luka lumayan parah di bagian belakang kepala sama tangan karena kena bagian ruas jalan. Aku kira waktu itu hari terakhir aku hidup."

"Ternyata enggak," lanjut Gema. "Aku di rawat beberapa hari sama yang lain juga. Dan sebelum aku keluar dari rumah sakit, aku dapet panggilan surat dari Papa."

"Aku dijadiin saksi buat kejadian itu."

Gaby menghentikan kegiatannya mengaduk susu. Perlahan tangannya melerai tangan Gema yang melingkar di lengannya.

"Aku cuman butuh bukti," ucap Gaby, membalikkan tubuh. "Bukan cerita."

"Aku ada buktinya, sayang. Tapi itu semua harus dicari-cari dulu dan waktunya cukup lama. Kamu masih mau nungguin itu semua, kan?" tanya Gema memastikan dengan nada khawatir.

Tatapan teduh dari Gema ternyata tidak berhasil membuat Gaby iba. Perempuan itu menggelengkan kepala. Menuai tatapan amat bingung dari lelaki di depannya.

"Aku gak bisa."

Satu tangan Gema hendak meraih pundak Gaby namun perempuan itu lebih dulu menjauh. "Pulangin aku ke Papa secepetnya."

ALGEMANTRA [END:REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang