Bab 12. Moment bersama

73 61 35
                                    

“Berfikir itu sulit. Itulah mengapa kebanyakan orang lebih suka menilai. ”

—Carl Gustav Jung

•┈┈┈•┈┈┈•┈┈┈


Menghadapi kenyataan pahit memang menyakitkan. Namun, jika semua dilakukan dengan hati yang lapang semenyakitkan apapun itu tidak akan terasa dengan proses yang telah dilakukan.

Waktu yang Shylla tunggu tunggu akhirnya terkabulkan. Menikmati moment yang sudah lama ia nantikan. Selepas pulang dari rumah Aisyah, Shylla diajak pulang oleh Kaivan. Kaivan ingin menjelaskan semua yang terjadi selama ini.

Saat ini, Kaivan dan Shylla tengah duduk di sebuah caffe yang dekat dengan apartemen Kaivan. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengatakan segala nya bagi Kaivan.

“Dek”

“Abang.” panggil mereka bersamaan. Meski terasa canggung, Shylla berdehem untuk menetralkan suasana yang canggung itu.

“Abang duluan aja.”

“Maaf. Abang minta maaf sama kamu karena meninggalkan kamu di situasi sulit ini, dek.”

Shylla meremas kedua tangannya. Jujur, dia kecewa dengan abangnya yang tega meninggalkan dirinya sendiri disaat saat terpuruk.

“Alasannya apa bang?” tanya Shylla dengan nada yang bergetar.

“Kuliah? Atau hal lain? Abang tau, selama ini Shylla terluka? Bukan luka fisik, tapi hati bang. Dan abang tau rasa nya gimana?” cecar Shylla terkekeh miris.

“Abang tahu. Abang emang pengecut. Abang cuma takut, abang takut kamu benci abang. Itu saja,” jelas Kaivan.

“Takut? Benci karna apa? Abang bercanda?! ”

“Alasan apa kalo Shylla buat abang takut di benci sama Shylla. Jujur, Shylla kecewa dengan abang yang tega meninggalkan Shylla tanpa alasan yang jelas.

Kalo iya Shylla bisa benci abang, Shylla bakal lakuin dari dulu. Tapi apa bang, Shylla nggak bisa. Shylla—” ucapan Shylla terhenti seketika saat tiba tiba dirinya ditarik Kaivan kedalam pelukannya.

“Maaf, ” hanya itu yang mampu Kaivan ucapkan.

Tangisan Shylla pecah ketika dipelukan Kaivan. Mendengar adiknya yang menangis, rasa bersalah nya kembali membuncah hati nya. Dia mengeratkan pelukannya.

“Shylla kangen, bang. Hikss,” ucap Shylla.

Tangisan Shylla membuat hatinya bak tergores belati. Kaivan benar benar merasa jika dirinya merupakan abang paling bodoh dan pengecut yang meninggalkan adiknya ketika sedang dilanda masalah.

“Abang pulang ya,” pinta Shylla.

“Abang belum bisa dek.”

“Abang nggak kangen sama papah?” tanya Shylla.

Jujur saja, Kaivan sangat merindukan sosok pekerja keras itu. Namun, saat teringat jika sosok itu berani menyakiti peri kecil nya, Kaivan membenci sosok itu yang tak lain adalah ayah kandung nya sendiri.

“Stop bilang dia papah, dek. Dia sudah bikin kamu sakit!”

“Nggak, bang. Kalo Shylla benci papah, papah kesepian.”

“Tapi dia udah bikin kamu terluka. Abang nggak sudi panggil dia dengan sebutan papah. Dia juga bikin mamah pergi dari rumah!”

“Abang salah! Papah selama ini nyesal telah cerai dari mamah!”

Berkali kali mendengar sebutan papah dari mulut adiknya membuat Kaivan emosi. Namun, dia tahan. Dia tidak ingin adik nya ketakutan melihat nya emosi.

“Pulang sebentar, ya bang.”

Triangle Love with Allah (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang