Bab 3. Bahagia Seperti apa

70 55 19
                                    

“Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji allah itu benar.”– ( 40:55 )

•┈┈┈•┈┈┈•┈┈┈


Definisi bahagia itu apa. Entah seperti apa itu bahagia. Itulah yang akhir akhir ini Shylla cari. Bahagia dengan lengkap nya keluarga, sahabat, atau bahkan kekasih.

Setelah menjalani diskon libur tiga hari dari Bu Iren, Shylla saat ini tengah berjalan sembari mengelilingi luas nya alun alun di dekat rumah nya.

Sendiri tanpa di temani oleh Aisyah. Biasa nya dia akan meminta Aisyah untuk menemani nya. Berhubung Shylla yang ingin menyegarkan pikiran, jadilah Shylla memutuskan untuk mencari angin sejenak sendirian.

Suasana alun alun sore hari memang tampak ramai. Apalagi sore ini menjelang malam minggu, banyak pasangan serasi bahkan keluarga yang tengah menghabiskan waktu nya bersama. Meski tampak ramai, hati Shylla tetap merasakan kekosongan. Entah apa yang bikin ganjal dipikiran serta hati nya, saat ini Shylla benar benar ingin melepaskan bebannya sejenak.

Saat tengah merenung, sebuah bola menggelinding kearah nya. Alhasil, Shylla langsung mengambil bola tersebut. Dari arah depan, dapat Shylla lihat anak laki laki kecil tengah berlari menghampirinya.

“Bola ini pasti punya dia,”guman Shylla.

Benar saja sampai di depan Shylla, anak kecil itu mendongak dan mengadahkan tangannya seperti tengah meminta barang yang diinginkan.

“Kak, cini bola Aro.” Shylla melihat anak kecil itu dengan gemas. Dia segera memangku anak kecil itu dan mencubit pipi gembul nya.

“Isshhhh, cakit.”

Shylla tertawa kecil mendengar rengekan kecil dari bocah itu. Dia langsung memberikan bola nya. Anak kecil itu tidak langsung pergi. Dia malah duduk disamping Shylla. Shylla yang melihat tingkah laku bocah itu terkekeh.

“Nama kamu Aro?” Aro atau sebut saja Alvaro itu mengangguk kecil. Netral Alvaro menatap dalam mata Shylla.

“Kakak cedih?” Shylla tersenyum lalu menggeleng.

“Kakak boong, nanti kalo boong kakak macuk neraka. Nanti di neraka kakak ditemenin cetan, kalo nggak percaya, kakak tanya aja cama pa haji.”

Bocah itu berceloteh ria sambil memainkan bola di tangannya. Shylla tertegun apa yang diucapkan Alvaro tadi. Namun, mendengar penuturan terakhir nya, seperti nya Shylla cukup sadar, seperti nya bocah ini jadi korban Ucup yang ada di kartun Adit & Sopo Jarwo.

“Iya iya, kakak emang lagi sedih. Soal nya nggak ada yang nemenin kakak main. Aro mau nemenin kakak main?” tanya Shylla yang diangguki antusias oleh Alvaro.

Shylla akhir nya menemani Alvaro bermain. Mereka berdua sama sama tertawa. Tanpa sadar, Shylla yang tadi nya tengah bersedih dapat melupakan masalah nya sejenak. Shylla harus bersyukur ke Alvaro yang mampu berbagi kebahagiaannya sejenak. Mungkin jika diri nya tidak bertemu dengan Alvaro, dia sampai sore pun akan tetap merenungi hal yang tak pasti.

“Kak, kakak cantik. Rambut kakak panjang, tapi lebih cantik lagi kalo kakak pake kerudung.”

Shylla lagi lagi dibuat tertegun oleh bocah yang berusia belum genap lima tahun itu. Jujur, Shylla merasa iri dengan hidup Alvaro. Meski Alvaro masih kecil, Alvaro sudah dibekali dengan ilmu agama.

Selama hampir tujuh belas tahun, Shylla sama sekali belum pernah memakai kerudung kecuali saat lebaran tiba. Itupun dia pakai kerudung pasmina tanpa di jarum pentul. Masih sama sama memperlihatkan rambut hitamnya itu.

“Kak, tau nggak kalo kakak nggak pake kerudung, nanti yang kena hicab ayah kakak tau.”

Deg!

Separah itukah, bahkan Shylla tidak tau menahu tentang itu. Shylla merasa malu dengan bocah yang belum lancar membaca huruf S itu. Selama ini, Shylla tidak pernah kepikiran untuk menutup aurat nya.

“Kacian nanti ayah kakak. Di dunia kena panac matahari, di akhirat kena panac api neraka. Kakak nggak kacian?” Shylla tertegun. Apa benar nanti nya papah nya bakal terkena siksa neraka? Bahkan dia yang sampai tujuh belas tahun belum pernah mendengar hal itu.

“Kakak kakak, becok pake kerudung ya. Kalo nggak punya nanti Aro beliin, tapi yang bayar kakak hihi.”

Mendengar tawa Alvaro, Shylla tertular dengan tawa tersebut. Dia mencubit pelan hidung Alvaro yang sudah tampak jelas mancung nya.

“Kamu ini, sama aja dong kakak yang beli.”

“Hih, enggak. Beda. Kan Aro yang pilih, Aro yang belanja, kakak yang bayar.”

“Serah deh cill.”

“ALVARO!”

Atensi Shylla dan Alvaro menoleh kearah sumber suara. Shylla dapat melihat jelas siapa yang datang. Pria yang mungkin seusia dengan kakak nya, tengah berjalan ke arah dia. Ralat, mungkin cuma ke Alvaro, sebab tadi yang ia panggil nama Alvaro.

“OM AYYAN!” pekik Alvaro tak kalah kencang.

“Kan om tadi udah bilang, jangan ke mana mana. Malah ngilang. Coba nanti kalo kamu di gondol wewe gombel, mau kamu dikasih makan kaki seribu, hmmm, ” omel pria itu.

“Wewe gombel nggak bakal berani ama Aro, om. Nanti Aro bacain ayat kurci ama curat yaciin,” jawab Alvaro dengan nada yang terdengar cukup songong.

“Bandel kamu tuh.”

“Om, liat deh kakak cantik ini, cantik kan kayak tante Ai. Beda nya tante Ai pake kerudung, kakak ini enggak,” bisik Alvaro.

Mungkin bisa dikatakan bukan bisik bisik. Karena sang empu yang jadi bahan pembicaraan Alvaro juga mendengar nya. Pria itu mengikuti arah pandang Alvaro. Namun, dengan cepat pria itu menundukan pandangannya.

“Terimakasih sudah menjaga keponakan saya. Saya permisi. Assalamu'alaikum.”

“Accalamu'alaikum, kakak cantik. Jangan lupa becok pake kerudung yaaa,” teriak Alvaro dari kejauhan.

Setelah kepergian mereka, kini tinggalah Shylla sendiri. Shylla kembali merenungi perkataan Alvaro tadi. Kerudung dengan hisab sang ayah. Entahlah, rasa bersalah itu kini menghampiri relung hati Shylla.

Meski papah nya sering bermain kasar dengannya, bagaimanapun dia tetap ayah kandung nya. Dia tetap menyayangi papah nya, bahkan seberapa banyak luka yang papah nya torehkan, mungkin tidak sebanding dengan nanti hisab yang selama ini papah nya tanggung.

Dia pernah mendengar sedikit tentang dosa anak perempuan sebelum menikah. Apabila belum menikah dan sang anak tidak menutup aurat atau bahkan berzina, dosa tersebut orang tua lah yang menanggung nya.

Tanpa sadar, air mata Shylla menetes. Namun, dengan segera dia menghapus nya dengan kasar. Di rasa hari makin sore, Shylla memutuskan untuk pulang kerumah. Rambut yang tergerai sedari tadi, kini ia kuncir kuda, agar sedikit rapi.

Sejauh itu, saya dengan engkau ya Allah, batin Shylla.

Langit yang semakin sore semakin mendung, akhirnya meneteskan air nya. Shylla langsung berlari kearah rumah nya. Untung saja, ia cepat sampai di depan terasnya. Kalau tidak, mungkin saat ini sudah basah kuyup akibat guyuran air hujan.

Grrrgghh, dingin banget. Mending gue langsung mandi aja deh, daripada masuk angin.”

Setelah memutuskan untuk mandi, Shylla langsung pergi ke kamar mandi yang ada di kamar nya. Tidak ingin berlama lama, Shylla barulah keluar dari kamar mandi dengan handuk kimono dan sebuah handuk yang menggulung rambut basah nya.

Sejenak, Shylla melihat mukena yang terlipat rapi di lemari nya. Entah kapan terakhir dia memakai nya. Dengan tangan yang bergetar, Shylla mengambil mukena itu dan langsung memakai nya.

“Gue lupa kapan terakhir gue shalat. Bahkan gue juga lupa kapan gue shalat jamaah sekeluarga,” guman Shylla.

Shylla menggelar sajadah nyaenghadap arah kiblat. Sambil mengingat bacaan shalat nya, Shylla langsung mengerjakan shalat maghrib nya. Di sujud terakhir, Shylla meneteskan air mata nya. Hati dia bergetar, seraya melafalkan ayat ayat allah.

“Hiks, selama ini hikss, gue berdosa sama allah.”

Shylla mengambil HP nya, dan langsung mencari yang ia butuhkan. Setelah menemukan yang dicari, Shylla memulai membaca nya. Dari bacaan doa sesudah shalat hingga akhir.

To be continued

Triangle Love with Allah (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang