Prolog

81.9K 4.3K 161
                                    

Dating apps. Dua kata asing bagi Liora Gizela Rasta. Tidak hanya asing, tapi dua kata itu cukup menakutkan baginya. Mendengar banyaknya pengalaman negatif dari orang-orang mengenai dating apps, membuatnya ragu untuk menginstal aplikasi tersebut di ponselnya.

Liora adalah mahasiswa semester enam yang sedang berkuliah di salah satu universitas di Surabaya. Lahir dan besar di Jakarta, kemudian ia memberanikan diri meminta -lebih tepatnya memohon- agar diperbolehkan untuk merantau ke Surabaya. Sebagai anak tunggal, Ayahnya berat untuk melepasnya. Sedari kecil ia hidup bagai burung dalam sangkar. Ayahnya cukup protektif, sampai membuat dirinya tidak pernah merasakan pacaran. Jangankan pacaran, jumlah temannya juga sangat terbatas.

Sebagai orang tua tunggal, Liora paham dengan kekhawatiran Ayahnya. Ia tumbuh tanpa sosok ibu dalam hidupnya. Sekitar usia dua tahun, Ibunya meninggal karena sakit. Ayahnya memilih tidak menikah lagi dan fokus membesarkannya.

Bisa dibayangkan bagaimana protektif dan posesif Ayahnya terhadap Liora. Tidak heran kalau selama dua puluh satu tahun hidupnya, belum ada laki-laki yang berani mendekat. Setiap laki-laki yang dekat dengannya, langsung mundur teratur saat mengatahui betapa galak Ayahnya. Karena ingin merasakan sedikit kebebasan, ia sampai harus memohon pada Ayahnya agar diperbolehkan berkuliah di Surabaya.

Di semester dua, Liora mulai dekat dengan salah satu teman kuliahnya bernama Tiyas. Kedekatan mereka sudah berjalan dua tahun lebih. Kini mereka sama-sama sedang menjalani semester enam.

Selama berteman dengan Tiyas, ada satu hal yang membuat Liora iri karena ia tidak bisa seperti itu. Temannya itu bisa begitu gampang dekat dengan seorang laki-laki. Dari semester dua sampai enam, Tiyas sudah berganti pacar sebanyak empat kali. Dan semua laki-laki yang menjadi pacar Tiyas dikenal melalui dating apps.

"Kamu download dating apps aja."

Begitu saran Tiyas saat mendengar keinginan Liora yang ingin punya pacar juga. Mendengar saran itu, membuat Liora takut dan cemas.

"Gimana kalo aku ketemu cowok yang nggak benar?" tanya Liora penuh keraguan.

"Kalian kan chatting dulu. Kalo dirasa cocok, baru ajak ketemu," jawab Tiyas menjelaskan. "Nggak mungkin kamu langsung ketemu sama cowok dari dating apps begitu kalian baru match," lanjutnya.

"Gitu, ya?"

"Iyalah."

Akhirnya Liora memberanikan diri untuk menginstal dating apps di ponselnya. Sudah hampir seminggu dating apps ada di ponselnya, belum ada niatan dirinya untuk membuat profile. Sampai akhirnya Tiyas kembali turun tangan dan meyakinkan dirinya untuk segera membuat profile.

Laki-laki bernama Andaru menjadi laki-laki pertama yang match dengannya di dating apps. Begitu melihat profile yang sangat tampan, tanpa pikir panjang Liora langsung swipe right. Bahkan awalnya ia tidak menyadari kalau usia laki-laki itu tiga puluh satu kalau Tiyas tidak memberitahunya.

"Bisa-bisanya kamu match sama cowok yang usianya sepuluh tahun lebih tua dari kamu," ucap Tiyas saat Liora memberitahu.

"Kamu bilang aku harus swipe right profile yang ganteng. Menurutku si Andaru ganteng banget. Wajar dong kalo aku swipe right," sahut Liora santai.

"Udah chatting?"

Liora mengangguk. "Sejauh ini sih aman. Obrolannya juga seru," jawabnya dengan tersenyum lebar.

"Sama yang lain?"

"Yang lain?" Liora mengerutkan kening dalam, tampak kebingungan dengan maksud dari pertanyaan Tiyas.

Swipe Right [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang