Bab 22

22.2K 2.2K 90
                                    

Kaki Liora bergerak-gerak gelisah. Tanpa sadar ia menggigiti kukunya dengan tatapan tidak lepas dari pintu lobi apartemen. Sudah sepuluh menit berlalu, tapi batang hidung Tiyas belum juga muncul.

"Sabar, sayang. Mungkin temanmu emang ada perlu di apartemen si cowok."

Liora mendesah keras. "Boleh lapor polisi aja nggak sih?"

Belum sempat Andaru menjawab, ia melihat sosok perempuan yang berjalan cepat keluar dari apartemen. Ia menepuk pundak Liora, sambil tangannya menunjuk ke arah yang ia tatap.

"Astaga, itu Tiyas." Buru-buru Liora turun dari mobil dan berlari menghampiri Tiyas.

"Li--Liora," panggil Tiyas dengan suara terbata-bata.

Liora segera menarik Tiyas yang nampak ketakutan masuk ke dalam mobil. Begitu ia dan Tiyas duduk di kursi tengah, barulah ia meminta Andaru untuk membawa mereka ke tempat yang lebih nyaman untuk bicara. Sepanjang jalan, ia tidak bertanya apapun pada Tiyas. Raut wajah Tiyas terlihat ketakutan. Ia membiarkan Tiyas untuk menenangkan diri. Entah apa yang dilakukan Tiyas dan Saka dalam rentang waktu sepuluh menit di apartemen sampai membuat temannya terlihat sangat ketakutan.

Di kursi depan, Andaru sesekali melirik melalui spion tengah, melihat ke arah Liora yang sedang mengusap-usap lengan Tiyas. Raut wajah teman Liora tampak cemas dan ketakutan. Ia akhirnya menghentikan mobilnya di sebuah restoran.

Begitu sampai di sebuah restoran, Liora duduk di sebelah Tiyas, sedangkan Andaru duduk di depannya. Mereka memilih tempat paling pojok dan jauh dari pengunjung lain. "Jadi, kenapa tadi kamu mau ikut sama si Saka gitu aja?" tanyanya menatap Tiyas.

Tiyas menggeleng lemah. "Aku juga nggak tau."

"Hah?" Liora sekarang kebingungan dengan jawaban dari Tiyas.

"Aku tuh nggak terlalu sadar kenapa tiba-tiba bisa ada di apartemennya."

"Kok bisa sih?"

"Awalnya aku ngobrol-ngobrol biasa aja sama dia. Sempat tuh dia nawarin mau ngantar aku pulang, tapi katanya mau mampir dulu ke apartemen. Langsung aku tolak dong waktu dia bilang kayak gitu. Aku bilang aja kalo mau dijemput sama teman."

"Kamu kayaknya kena hipnotis," celetuk Andaru tiba-tiba.

Liora sontak beralih menatap Andaru. "Hipnotis?" tanyanya tak percaya. "Emang hipnotis itu benaran ada?" tanyanya lagi.

Andaru mengedikkan bahu. "Kalo sampai temanmu nggak sadar sama apa yang dia lakuin, bisa aja emang si cowok itu pakai ilmu hipnotis buat pengaruhi pikiran."

"Kalo pakai ilmu hipnotis, terus kenapa sadarnya waktu di apartemen dan bukan di dalam mobil?" tanya Liora menatap Andaru dan Tiyas secara bergantian.

"Aku nggak tau," jawab Tiyas geleng-geleng kepala. "Aku tiba-tiba sadar waktu udah duduk di sebuah sofa. Aku ngelihat Saka lagi ngaduk minuman di dapur. Aku langsung panik karena tiba-tiba ada di tempat asing. Ternyata si Saka tau kalo aku udah sadar. Aku buru-buru lari dan keluar dari apartemen itu," lanjutnya menjelaskan.

"Kamu nggak dikejar?"

"Dia sempat berusaha buat cegah aku keluar, tapi aku spontan gigit telinganya sampai berdarah. Habis itu aku tonjok mukanya, terakhir aku tendang tititnya," jawab Tiyas menjelaskan dengan detail. 

Andaru mendengar itu mendadak jadi ikut merasakan ngilu.

"Untung aja kamu bisa kasih perlawanan," sahut Liora.

"Aku lumayan jago bela diri. Kalo aja dari awal aku sadar, mungkin aku nggak akan mau dibawa ke apartemen si monyet itu."

"Yaudah, nggak papa. Yang penting sekarang kamu aman," ucap Liora dengan wajah penuh kelegaan.

Swipe Right [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang