Bab 28

22.4K 2.1K 82
                                    

Liora merasa kesepian setelah kemarin mengantar Andaru ke bandara. Laki-laki itu hanya punya waktu tiga hari untuk menemaninya di Jakarta. Sadar kalau Andaru harus tetap bekerja, ia membiarkan Andaru untuk kembali lebih dulu ke Surabaya. Meski hanya tiga hari, ia merasa waktu itu sangat berharga.

Kondisi kesehatan Ayahnya sudah membaik. Liora selalu memastikan Ayahnya makan dan minum obat tepat waktu. Ayahnya juga menurut saat ia suruh diam dulu di rumah untuk sementara waktu. Ia hanya tidak mau Ayahnya berkutat dengab segala pekerjaan di kantor.

Pagi ini Liora bangun lebih awal. Meski tidak ada rencana kemanapun, rasanya ia tidak bisa kembali tidur. Begitu membuka pintu balkon kamarnya, tatapan Liora tertuju pada langit. Tidak ada yang istimewa dari langit Jakarta. Sudah beberapa hari di Jakarta, Liora belum kemana-mana. Setelah kepulangan Ayahnya dari rumah sakit, ia hanya berdiam diri di rumah seperti pengangguran.

Liora terlalu malas beranjak keluar rumah. Ia malas berperang dengan kemacetan ibu kota. Ia lebih suka berdiam diri di rumah, walaupun tidak melakukan apapun dan terlihat membosankan. Revisinya sudah selesai ia kerjakan. Sekarang ia benar-benar tinggal menikmati liburannya dengan tenang.

Ketika mengalihkan tatapannya ke bawah, Liora mendapati Ayahnya sedang sibuk dengan sebuah pot besar.

"Ayah ngapain?" tanya Liora setengah berteriak.

Ayah mendongak sambil tersenyum. "Berkebun."

"Hah?" Liora mengerutkan kening. Bukan karena tidak mendengar jawaban dari Ayahnya, tapi lebih karena tidak percaya apa yang sedang ia dengar. Ayahnya bukan tipe orang pecinta tanaman. Makanya ia heran dengan apa yang dilakukan Ayahnya sekarang.

"Sini, turun!"

Liora menggeleng. "Nggak mau."

"Lagian kamu nggak ngapa-ngapain. Mending bantuin Ayah berkebun."

"Aku malas, Yah. Mending aku lihat aja dari sini."

Ayah berdecak pelan, tapi memilih tidak memaksa anaknya untuk ikut bersama dengannya. Ia membiarkan Liora melihatnya dari balkon kamar lantai dua.

Semula Liora memang ingin terus menyaksikan kesibukan baru Ayahnya. Sampai akhirnya bunyi ponselnya membuat dirinya kembali masuk ke kamar. Ada nama Sera yang muncul di layar ponselnya. Buru-buru ia menjawab panggilan itu.

"Halo, Mbak," sapa Liora begitu ponsel sudah ia tempelkan di telinga.

"Aku dengar dari Pak Andaru kalo Ayahmu sakit."

"Iya, Mbak."

"Pantas aja Pak Andaru beberapa hari ini nggak masuk. Pasti ikut ngantar kamu ke Jakarta, ya?"

"Iya, Mbak," jawab Liora. "Aku awalnya nggak tau kalo Ayahku sakit. Malah Mas Andaru duluan yang tau."

"Lho, kok bisa?"

"Ternyata Omaku minta tolong ke Mas Andaru. Aku baru tau kalo Ayahku sakit waktu aku udah sampai di Jakarta."

"Terus, sekarang kondisi Ayahmu gimana? Udah sehat?"

"Alhamdulliah udah, Mbak. Sekarang Ayahku lagi berkebun."

"Berkebun? Kok nggak istirahat?"

"Ayah emang nggak suka nganggur. Untuk sementara waktu aku larang ke kantor, eh malah beli peralatan berkebun."

Terdengar kekehan di seberang.  "Kamu awasi aja Ayahmu biar nggak terlalu capek. Kamunya juga jaga kesehatan, Lio."

"Pasti, Mbak."

"Kalo kamu udah balik ke Surabaya kita agendain buat ketemu. Aku kangen gosip sama kamu."

Liora tertawa pelan. "Sama, Mbak. Aku juga kangen banget gosip sama Mbak Sera. Kayaknya semester depan hidupku bakal sepi karena cuma berkutat di kampus doang."

Swipe Right [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang