"Kalau nikah cuma bikin pusing. Ya gak usah nikah sekalian!"
•
•
•
•
•
•
•
Dengan kepala yang amat mendidih. Seungcheol berusaha tetap sadar menyetir mobilnya. Dia sudah kepalang marah. Bagaimana lagi. Kekasihnya sampai menyebut hal yang tidak-tidak begitu.Seungcheol tau. Dia salah. Tapi tak seharusnya juga. Jeonghan sampai mengucap pernikahan mereka yang terserah akan dilaksanakan kapan saja.
Selama satu bulan ini. Mereka berusaha menyiapkan segalanya dengan rapi. Dari catering, vendor, mua, desainer, bahkan gedung pun sudah mereka pikirkan. Tapi perpaduan dua otak yang tak mau kalah itu akhirnya meledak. Dengan alasan sama-sama lelah.
"Sayang buka. Hanniee."
Tak ada jawaban dari dalam. Seungcheol dengan terpaksa memencet tombol berisi angka-angka itu. Walaupun sudah diberi tau bila password sudah diganti tadi.
Jika memang nanti tak bisa dibuka. Bahkan mereka tidak bisa bertemu. Seungcheol sudah tak tau lagi harus seperti apa. Ayolah, kenapa untuk hidup bahagia selamanya harus seperti ini dahulu. Bukan ini tujuan mereka untuk menggelar pernikahan.
Dengan tangan lemas dan tak mau berharap. Seungcheol mulai memencet angka terakhir-
Ajaib! Indikator menyala hijau. Pintunya pun bisa terbuka. Dengan password lama yang selalu dia gunakan untuk masuk saat Jeonghan sedang sibuk atau urusan lainnya. Jadi, kekasihnya itu berbohong?
"Hann. Sayang?"
Ruangan utama terlihat begitu sepi. Namun di ujung itu, terlihat pintu kamar tertutup dengan celah sedikit.
Seungcheol mendekati kamar Jeonghan dengan langkah pelan. Takut jika kekasihnya itu benar tidur dan dia mengganggunya. Hening, sangat hening.
"Jeonghan... "
Pria manis yang duduk di tepian kasur itu. Kini menoleh ke arah pintu kamarnya. Terbuka dengan wajah sang kekasih dan sekaligus calon suaminya di sana.
"Kamu ngapain kesini."
"Aku kan udah bilang, aku mau kesini."
"Pulang, Cheol. Aku mau tidur."
"Hann. Ayo ngobrol bentar."
"Aku gak mau!"
Jeonghan mendorong tubuh Seungcheol menjauh. Agar pria itu keluar dari kamarnya. Tapi Seungcheol tak akan bergeser, dia lebih kuat dari kekasihnya yang mungil itu.
"Han. Jangan marahan waktu krisis gini. Kita lagi pusing masalah nikahan."
"Kalau nikah cuma bikin pusing. Ya gak usah nikah sekalian!"
"JEONGHAN!"
Mata itu terbuka lebar. Membulat, saat suara Seungcheol menghantam telinganya. Bentakan itu membuat kaki Jeonghan lemas seketika. Sebenarnya dia juga takut jika Seungcheol dalam mode seperti ini.
"Ayo ngobrol dulu." Seungcheol meraih lengan Jeonghan pelan. Dia juga tak sengaja membentak tadi.
Tapi bukan Jeonghan. Jika dia juga tak keras kepala. "Kamu capek kan? Kerja, ngurus ini itu, ngurus aku yang ngambekan gak jelas kayak gini. Capek kan?"
"Ngomong apa sih kamu."
"Aku juga capek, Cheol. Tapi aku gak sampe lupa janji. Ini bukan soal aku, kita. Tapi juga Shua yang udah luangin waktunya."
"Iya. Aku minta maaf, yang. Aku ketiduran. Gak maksud ngeskip jadwalnya juga."
"Pulang aja." Jeonghan naik ke atas kasur. Menutupi dirinya dengan selimut. Membiarkan Seungcheol terus berdiri disana dengan rasa yang tak dia inginkan.
"Han. Kamu bahagia gak selama ini?"
"..."
"Walaupun kamu gak tanya. Aku mau ngomong kalau aku bahagia. Sesusah apapun itu. Aku nikmatin semuanya. Aku terima semuanya. Aku percaya kamu selalu diujung buat nyambut aku, han. Aku gak mau hal kayak gini malah bikin kita ngejauh perlahan.
Aku kesini karena tau aku salah, aku mau nyelesain semuanya. Aku tau kamu sampe bohong soal ganti password biar aku gak dateng kan? Aku mikir, ternyata tadi kamu udah sekecewa itu. Aku paham Shua super sibuk. Baju yang dia desain udah pasti bagus dan kamu mau cuma di dia aja. Aku tau sesusah apa booking Shua.
Gedung udah aku lunasin sekalian kemarin. Catering kita udah sepakat sama yang kemarin. Soalnya kamu suka banget menunya. Photograper udah dari temen aku sendiri. Dia bahkan gak mau dibayar karena ikut bahagia kita akhirnya nikah.
Han, udah setengah jalan kita nyiapin semua. Aku gak mau diundur. Ini cuma ujian karena kita sama-sama capek aja. Kita gak ada istirahat sama sekali. Tenaga, pikiran, semua kekuras abis. Aku gak mau kamu sampe ada pikiran batal nikah."
"Cheol... "
"Aku minta maaf banget sekali lagi, yang. Aku gak bermaksud ingkar janji. Aku gak bisa nahan rasa capek. Aku super egois. Sampe aku gak sadar, kamu juga cape-"
Bahu Jeonghan yang tertutup selimut itu terlihat bergetar hebat. Seungcheol mendekati kekasihnya dan menepuknya dari belakang. Sudah pasti Jeonghan menangis. Seungcheol sudah hafal. Jeonghan hanya berusaha terlihat kuat dan tak mau kalah di depannya. Selebihnya, Jeonghan juga ingin Seungcheol mendengar suara tangisannya.
Seungcheol meraih bahu Jeonghan. Membantu Jeonghan duduk berbalik menghadapnya. Memeluk kekasihnya itu dengan badan yang masih terguncang tanpa kalimat apapun yang terucap dari bibirnya.
"I love u, han. Aku cinta, sayang, dan butuh kamu di hidup aku."
Jeonghan membalas pelukan itu dan meneruskan tangisnya. Membiarkan semua rasa lelahnya keluar sampai habis. Agar setelah ini, mereka bisa melanjutkan jadwal-jadwal melelahkan yang belum selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
FELICITA' UNIVERSE - infinite stories
FanfictionTentang hiruk pikuknya dunia. Cinta, keluarga, sahabat, mimpi, dan juga diri sendiri. Semesta tanpa batas dan akhir yang akan terus berjalan menemani semua tokoh dalam cerita ini. Berlangsung untuk selamanya