GOOD OPPORTUNITY

210 26 7
                                    

Alasan kenapa Shaka ngekos dekat kampus karena menghindari kesiangan kalau ada kuliah pagi, seperti sekarang
yang melewatkan sarapan padahal sudah di siapkan sang mama.

"Kamu kebiasaan banget." ujar mama pada Shaka yang tengah mengenakan sepatunya.

"Masih bisa kok sampai tepat waktu." sahutnya sembari melihat jam tangan yang bertengger di tangan kirinya.

"Sarapannya gak mau di bawa aja? Nanti kamu bisa makan disana."

"Gak usah, Ma. Shaka berangkat aja sekarang."

"Hati-hati," ujar sang mama ketika Shaka hendak keluar, tak lupa membawa dua helm yang akan ia khususkan untuk Winter.

"Kok bawa dua?"

"Buat Winter yang mau berangkat bareng Shaka."

"Winter ini?" tanya mama sambil menunjuk ke arah rumah di sebelahnya, meyakinkan siapa yang dimaksud anaknya itu.

"Iya."

"Kebetulan banget, mama mau deket juga sama Winter." katanya antusias.

Shaka sebenarnya tinggal berangkat tapi masih menyahut obrolan mamanya, "Kenapa gitu?"

"Biar gampang deketinnya ke abang kamu."

"Gak." refleks Shaka tidak terima dengan rencana mamanya, "Abang udah punya cewek, biar Winter sama Shaka aja."

"Dih, pede banget juga kamu, emang Winter mau sama kamu?" canda sang mama dengan tawanya.

"Ya.. gak tahu juga." saingannya aja gak main-main.

"Yaudah sana berangkat, katanya mau bareng Winter nanti dia telat."

Benar, pasti Winter sudah menunggu di depan rumahnya, Shaka pamit pada mama dan langsung mengeluarkan motornya keluar pagar rumah. Pemandangan pertama yang ia lihat memang Winter yang berdiri di depan rumahnya.

"Selamat pagi, dengan Mbak Winter?" sapaan Shaka yang membuat Winter terkekeh kecil sambil menerima helm dari Shaka.

"Betul Mas." Winter melanjutkan candaan yang Shaka buat, namun justru membuat cowok itu tersenyum baper mendengar panggilan tadi.

"Boleh gak sih gue denger lo manggil gue pake 'Mas' lagi?"

"Mas? Mas Shaka?" panggilnya dengan jelas, tapi Shaka menganggap ini sungguhan, seperti ada butterfly effect di perutnya, terdengar lebay dan Shaka mengakuinya sekarang.

Shaka menyudahi apa yang ia mulai, bahaya jika keterusan, "Udah yuk berangkat?"

Satu lagi, yang ia pelajari dari Hansel lewat pengamatannya, Hansel sesekali membantu Mirela memasangkan helm, dan kini ia juga melakukannya pada Winter.

"Terima kasih, Mas Shaka."

Yaelah Winter malah lanjut.

●●●

Winter datang ke kelasnya yang baru terisi setengahnya dari ruangan ini, ia duduk di samping Jenni yang kosong. Biasanya gadis itu akan menyapa Winter dengan semangat, kali ini Jenni tampak biasa saja.

"Gue marah sama Elang." ujarnya tiba-tiba padahal Winter baru saja mendudukkan dirinya di atas kursi. Jennifer itu tipe orang yang mudah mengungkapkan apa yang ia rasakan.

"Kali ini apa masalahnya?"

"Pertama, gak ada kabar dari siang kemarin. Kedua, ada yg kirim foto Elang boncengin cewek ke gue, aneh kan?" kesalnya.

"Eh, Elang kemarin rapat, terus soal boncengin cewek si gue gak tahu, Jen."

"Gue gak masalah dia bonceng siapapun tapi masa gue tahu dari orang lain!"

Winter rasa Jenni kembali tersulut emosinya, dari nada bicaranya yang penuh penekanan itu Winter dapat merasakannya, "Terus alasan Elang apa katanya?"

"Katanya si kasian si ceweknya tapi tetap aja gak terima alasan apapun yang keluar dari mulutnya."

Winter berdecak sebal, "Lo bego banget, Jen." umpatnya, sudah berkali-kali ia peringati temannya ini, "Kata lo komunikasi itu penting, tapi lo sendiri gak mau denger penjelasan Elang, jadi siapa yang salah?"

"Elang."

"Iya Elang salah, tapi dia berusaha buat perbaiki dan lo malah tutup mata sama telinga."

"Gue juga gak bakal marah terus terusan kok, cuma meredakan marahnya gue ke dia doang, abis itu gue juga bakal balik lagi, jadi mau selogis apapun gak akan masuk Win, gue cemburu sekaligus marah juga sama alasan dia gak hubungin gue."

"Dia bilang apa emang?"

"Lupa katanya."

"Gue dukung lo, Jenni! Marah aja sama Elang kalau perlu sampe seminggu!" kata Winter pada akhirnya yang berpihak pada temannya.

●●●

Bagi seorang Bima, musik memang pelampiasan kemarahannya pada siapapun, namun seusai latihan pikirannya kembali pada perkataan sang nenek yang belum lama ini ia temui bersama ayah dan ibunya.

Meninggalkan musik dan D'Seven atau pindah kampus?

Aneh banget pikiran kanjeng ratu.

Sebenarnya, selain musik, para anggota D'Seven termasuk orang yang harus dihindari jika Bima menurut pada perintah. Neneknya saja tidak tahu karakter masing-masing teman Bima, namun sudah mengecap buruk sejak mendengar Bima berteman dan membentuk sebuah band.

Rupanya hanya karena Bima yang memiliki jiwa bebas berekspresi dan terlihat seperti seorang pembangkang yang terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya, padahal nyatanya Bima terbawa arus yang lebih positif karena teman-temannya yang sekarang menurutnya begitu sangat baik, jika saja Bima tidak dipertemukan dengan mereka, mungkin ia tidak akan bertahan di kampusnya dan memilih melarikan diri sejauh mungkin.

Ia menatap teman-temannya satu persatu yang tengah sibuk masing-masing seusai latihan ini. Begitu disayangkan jika Bima harus menjauhi mereka.

Ada dua solusi agar bima bertahan di kampus ini. Pertama, ia mundur dari event kampus dan akan jarang kumpul bareng teman-temannya. Kedua, dia tangkap pelakunya siapa yang membuat laporan tentang kegiatan Bima di luar pada ayahnya, akan ia lakukan cara apapun pada pelaku demi menutup mulutnya.

"Guys, mau pada langsung balik?" tanya Hansel dan membuat Bima tersadar dari lamunannya.

"Gue langsung cabut ya." kata Elang.

"Yeh, jangan ngegalau lo." sahut Aksa.

"Mau gimana lagi, gue pamit ya?" jawab Elang sambil berpamitan pada teman-temannya.

"Futsal aja yuk?" ajak Hansel tiba-tiba sebelum Elang benar-benar pergi.

"Sorry, kali ini gue gak ikut."

"Yaudah deh hati-hati, Lang."
"Kalau ada apa-apa telepon si Hansel aja."
"Salam sama satpam di apart lo ya, Lang."
"Daripada galau mending lo nonton spongebob dah sono."

Alhasil Elang tersenyum kecil mendengar guyonan mereka sebelum keluar dari basecamp ini.

"Ayok futsal." Aiden mengiyakan ajakan Hansel tadi.

"Gaskeun!" sahut Aksa.

"Gue sih hayuk aja." kata Ethan yang suasana hatinya gak beda jauh dengan Elang, namun ia menutupinya sebisa mungkin.

"Pake lapangan outdoor aja yang di belakang FH, ada bocah teknik juga disana suka gabung," usul Shaka si pemilik kawasan Fakultas Hukum.

"Boleh." kata Hansel.

"Tumben lo, Han? Gak bareng Mirela?" tanya Bima.

"Justru itu, gue nunggu El rapat, lagi padat padatnya acara tinggal seminggu lagi, pasti kelar malam."

Pikir Shaka, Winter juga pasti pulang malam dan mungkin ini juga kesempatan bagus agar bisa bareng Winter lagi, karena Bima juga memilih pulang, tidak ada salahnya hanya satu hari ini menjadi anak yang penurut, lagipula besok ayahnya akan pergi ke luar kota lagi, dan Bima akan bebas pulang malam lagi.

●●●

D'SEVEN | 01 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang