Dua hari pasca putus, baik Mirela, Winter atau Yola masih belum bertemu dengan Jenni bahkan tidak tahu kabarnya. Namun, setelah menanyakan langsung lewat pesan teks, barulah mereka tahu kalau Jenni sedang tidak baik-baik saja.
Jennifer tahu kalau ketiga temannya itu sangat sibuk dan ia tidak ingin menjadi beban pikiran atau menganggu mereka hanya karena dirinya seorang.
"Jen?"
"Jeni, ini kita."
Ketukan pintu dan panggilan namanya terdengar dari luar kamar, Jenni kenal pemilik suara itu, ia langsung beringsut dari atas kasurnya dan membukakan pintu untuk ketiga temannya.
Lalu mereka dapat melihat penampilan Jenni yang berantakan dan matanya sembab, Winter yang pertama kali memeluknya dah membuat tangis Jenni kembali pecah di depan mereka.
Kenapa ia begitu sedih memikirkan hubungannya yang padahal jalan putus adalah permintaannya?
Karena Jenni tidak mendengar penjelasan atau pembelaan apapun dari Elang, bahkan ketika Elang mendapat tamparan dan lontaran kata putus darinya tak merasa bersalah sama sekali, reaksi yang membuat Jenni kecewa.
Sementara itu, Elang mengingat apa yang dilaluinya dua hari yang lalu, ia menyesal tidak melalukan apapun karena kondisi tubuhnya dan efek lainnya yang ditimbulkan setelah minum red wine.
"Gue putus sama Jenni." katanya pada Hansel yang sekarang terperangah mendengar informasi langsung dari mulut Elang.
"Sejak kapan?"
Elang menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ada dalam basecamp ini, "Sejak kita balik clubbing."
Hansel masih belum menangkap maksudnya, "Lo drunk text?"
"Enggak, ini secara langsung."
"Kan, lo balik sama gue, Lang?"
"Justru itu, ada cewek modus nyuri kesempatan cium gue, kebetulan banget Jenni waktu itu datang ke apart gue."
"Lang?" Hansel terdiam sejenak, merasa bersalah karena tidak memastikan Elang selamat sampai tujuan, "Ini semua salah gue, harusnya gue gak sembarangan titipin lo ke cewek gak di kenal apalagi dalam keadaan tipsy."
"Salah gue juga yang kebablasan jadi gak bisa jelasin apapun waktu itu ke Jenni."
"Sorry." kata Hansel dengan penuh penyesalan.
●●●
Seharusnya Bima memarkirkan mobilnya di depan gedung UKM dan berniat ke basecamp, namun seseorang memintanya untuk bertemu dengannya detik ini juga. Bima memutar balik mobilnya menuju Lake Park, tempat yang gadis itu katakan lewat ponselnya, letaknya tujuh ratus meter dari gerbang belakang kampus.
Sesampainya di sana, Bima menatap ke sekelilingnya, tidak terlalu ramai seperti biasanya karena suasana sore ini mendung, hanya ada lalu lalang orang lain.
Ketika netranya menangkap sosok yang di carinya, Bima berlari kecil menuju si gadis yang menunggunya sambil duduk membelakanginya dan memandang lurus kedepan.
Sebenarnya Bima agak kaget dengan Yola yang tiba-tiba ingin bertemu dan katanya ada hal yang harus di sampaikan, karena Yola itu jarang berkomunikasi dengannya, Bima rasa ini adalah sesuatu yang penting.
"Yola?"
Sang gadis yang menampakkan raut gelisah itu berdiri dan menghadapnya, terlihat matanya berkaca-kaca dan yang paling membuat binggung kala ia berlutut sambil meminta maaf di depan Bima.
Apa yang terjadi?
"Bima, gue tahu dan sadar apa yang telah gue lakuin ke lo, gue jahat banget karena nusuk lo dari belakang."
Bima mengerutkan keningnya, "Maksudnya apa, La? Lo bangun dulu jangan kayak gini."
"Gue udah pikir dengan mateng risiko yang akan gue hadapi kedepannya kalau gue mengakui semuanya ke lo."
Bima ikut berlutut sekarang, mengulurkan tangan untuk membantu Yola namun sang gadis menggelengkan kepalanya, ia pikir lebih pantas seperti ini.
"Oke, sekarang lo jelasin yang detail kenapa lo kayak gini?"
Namun justru semakin takut untuk mengatakannya, sampai lidahnya kelu, ia gugup dan berkeringat dingin, sejenak Yola membuang napasnya sembari menutup mata.
"Lo boleh kecewa sama gue." katanya dan detik itu juga ia mulai menangis, "Gue yang laporin semua yang lo lakuin ke bokap lo, Bim."
Hening, Bima berusaha mencerna perkataan Yola barusan, ia menatap manik mata Yola yang berair, ada sorot penyesalan yang dapat di rasakan, namun meskipun begitu Bima kecewa padanya.
Selama ini berusaha menemukan siapa pelaku yang menguntit, dan yang paling mengejutkannya adalah orang itu yang selalu ada di sekelilingnya dan bahkan sekarang mengakui dengan sendirinya.
"La? Gue kecewa sama lo." ujar Bima datar, tapi tatapannya tak bisa dibohongi, Bima jujur dengan perkataannya, "Gue gak nyangka!" Setelahnya Bima berdiri dan hendak meninggalkan Yola di bawah gerimis yang mulai turun.
"Tapi Bima!" Namun Yola menahan lengannya, ia gerak cepat untuk bangkit, kini mereka saling menghadap satu sama lain, "Ini murni paksaan dari kedua orang tua gue yang posisinya ada bawah pengaruh bokap lo." jelasnya lagi.
"Kenapa lo gak ngomong sama gue, Yola? Kita bisa kerja sama dan saling menguntungkan satu sama lain." sentaknya yang mulai kesal.
Sedangkan Yola mulai pasrah dan terdengar lirih, "Gak semudah itu, Bima."
"Jelaskan dimana letak susahnya? Kita tinggal ngobrol, lo yang bikin rumit!"
Yola mengangguk menyetujuinya masih sambil berderai air mata, "Iya gue salah, gue minta maaf, Bima."
"Maaf? Lo pikir semua luka yang membekas, hidup di bawah pengawasan dan tekanan bisa hilang gitu aja dari maaf lo?"
Terlihat Yola mengatur napasnya dan menenangkan dirinya sendiri, ia juga geram dan ingin meluapkan emosinya, namun di sini seolah hanya Yola yang salah.
"Kita senasib, Bima."
Bima mengangkat sebelah alisnya, menunggu kelanjutan perkataan Yola yang membuatnya ingin mendengarkan.
"Lo cuma tekanan dari keluarga lo sendiri, sedangkan gue dari kedua orang tua gue dan bokap lo, sadar gak, Bim? Puncaknya itu ketika acara dies natalis kampus, gue hampir gila karena mereka."
Benar, apalagi Yola harus mengurus acaranya, bisa Bima bayangkan betapa pusingnya gadis itu dan sekarang hatinya melunak, sedikit memberikan rasa simpati pada, namun Bima masih belum puas dengan jawaban Yola.
"H-1 acara gue harusnya ada di kampus, tapi mereka paksa gue buat jujur, karena sebelumnya gue lindungi lo, Bim. Tetap aja insting mereka kuat dan gak percaya. Setelah tahu gue bohong, gue kena hukuman."
Hukuman? Jadi ini maksud Yola artinya kita senasib?
"Arghh!" teriak Bima meluapkan emosinya, hidup ini tidak adil baginya.
●●●
Jadi kejawab ya kenapa sudut pandang si photographer ada di tempat winter waktu last stage nya bima? Karena yola sebelahan sama winter
KAMU SEDANG MEMBACA
D'SEVEN | 01 LINE
FanfictionSTORY FOR KPOP FAN! DISCLAIMER: 1. Fiksi. Karangan yang berisi kisahan atau cerita yang dibuat berdasarkan khayalan atau IMAJINASI PENGARANG. 2. BXG area. BIM do not interact. 3. Just for fun. Happy reading ♡