Menikah

73 6 9
                                    

Setelah putus dari Tiko, ada beberapa perempuan yang saya jadikan pacar. Setelah menjadi tentara, perempuan manapun dari kalangan apa saja sangat mudah untuk saya dekati. Entah karena mereka memang cinta atau ada alasan lain. Namun tak satupun dari mereka saya seriusi lantaran tak ada kecocokan yang sama seperti saat saya masih bersama Tiko dahulu. Waktu telah jauh berlalu namun pemuda bermata coklat itu masih mengikuti hingga kini seperti hantu, lebih tepat lagi kenangan tentang dialah yang kerap menghantui saya. Tiko menetapkan standar yang tinggi bagi saya dalam memilih pasangan.

Karir saya cukup baik di dunia militer. Tak saya sangka saya menikmati semua prosesnya. Semua terasa menyenangkan dan ketika diberikan tugas-tugas saya selalu bisa menyelesaikannya entah sendiri maupun ber-tim. Karenanya saya bisa mencapai jabatan yang tinggi di usia yang masih muda.

25 tahun harusnya saya sudah cukup matang dalam segala hal untuk memperistri seseorang. Setelah berpacaran dengan Tiko dahulu, saya tak lagi menemukan kesenangan dan kenyamanan dalam berpacaran. Semua mantan-mantan saya-setelah Tiko-rasanya tak nyaman. Ketika perempuan yang saya pacari menunjukkan sifat yang tidak saya sukai, maka saya akan terang-terangan menunjukkan ketidaktertarikan.

Untuk memulai hubungan dengan pria, tak ada terpikir, saya tidak tertarik. Meski saya akui-dari pengalaman dengan Tiko-pria lebih simple dan tidak muluk-muluk, namun saya benar-benar tidak melihat pria dengan cara yang romantis. Dan saya tidak mau menggunakan aplikasi kencan dahulu itu lagi.

Di pertengahan tahun Saya di pindahtugaskan ke kota P di luar pulau untuk mengamankan dua desa yang berseteru. Di sana belum banyak gedung-gedung tinggi, di desa itu gedung paling besar adalah gedung serbaguna milik desa yang menjadi tempat penginapan kami. Lingkungannya masih asri dan hijau.

Banyak yang meninggal karena perang antar desa itu. Meski suasana desa segar, hijau dan asri namun dipenuhi dengan suara-suara yang tak mengenakkan, yang mencemaskan hati. Suara bom rakitan, teriakan orang yang berperang, atau decitan dua golok yang saling beradu. Semua terjadi karena perebutan lahan bukit.

Saya kewalahan bersama kawan-kawan yang lain menghadapi orang-orang desa. Meski sebagian besarnya masih menghormati kami namun ada sebagian kecil yang bebal minta ampun, bahkan sampai mencelakai kami. Orang-orang seperti itu tak ragu untuk kami tembaki jika mulai berbuat di luar kendali.

Dari tim saya tak ada yang gugur karena tugas ini, hanya luka saja. Penduduk kedua desa ini banyak yang meninggal, lebih dua puluhan. Kebanyakan karena peperangan dan empat lima orang meninggal karena kebebalannya sendiri melawan tentara, kawan saya-yang mudah emosi-tak segan mengarahkan senapan membidik kepala mereka.

Orang bebal itu sengaja membakar rumah untuk menunjukkan keperkasaan dan keberanian mereka; namun ketika mereka itu tertangkap, seketika wajahnya pucat menunduk kecut seperti bunga layu. Saya geram dengan orang-orang seperti itu, tak jarang saya pukuli mereka dengan senapan.

Meski cukup rumit dan rusuh juga lama, saya dan kawan yang lain bisa juga mencapai titik damai dengan memaksa kedua desa itu berdiskusi dalam pengawasan kami. Di malam hari kedua perwakilan desa akhirnya menyepakati keputusan yang mereka buat dan meresmikannya dengan surat bermaterai. Saya lega berikut kawan saya yang lain.

Di malam itu juga ketika saya sedang asik membuka media sosial saya, dengan jaringan yang sangat lemot. Beranda saya menampilkan foto kawan SMA saya bersama pacarnya sedang menghadiri pesta pernikahan. Mereka berfoto dengan kedua mempelai. Saya terpaku sesaat ketika melihat mempelai itu.

Tiko dan seorang perempuan cantik tengah mengenakkan pakaian resespi dan berekspresi bahagia di layar gawai saya. Meski sinyalnya jelek, foto sialan ini terlihat juga seperti sengaja ingin saya untuk melihatnya. Kenapa pula kawan SMA saya mengunjungi pernikahan mantan saya itu? Mungkin diajak oleh pacarnya. Saya ingat pacarnya itu kawan Tiko dahulu.

Izinkan Aku Menciummu Sekali Lagi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang