Serius

36 7 1
                                    

Kepiawaian Jesan bertarung hari ini ku saksikan. Ia tengah berduel dengan salah seorang angkatan senior yang kemarin menjuarai turnamen tingkat provinsi. Aku meremat rumput-rumput di tempatku duduk saking tegangnya melihat duel mereka.

Berpasang-pasang mata menyaksikan duel itu. Aku tak begitu peduli dengan hasil akhirnya, yang membuatku kagum adalah keberanian Jesan di tempat baru ini. Ini kali pertamanya ikut denganku latihan silat, tadi ia bersikukuh ingin menjalani pelatihan, akhirnya setelah izin dengan guru, ia diperbolehkan untuk ikut. Dan ketika guru meminta dua orang untuk maju, maka si pemenang olimpiade tingkat provinsi itu maju dengan bangganya, membuat nyali orang-orang sepertiku ciut. Tak ada yang berani maju melawannya.

Namun Jesan dengan santainya berdiri lalu melangkah ke tengah. Begitulah, mengapa mereka bisa bertarung. Meski diremehkan oleh orang-orang bahkan aku sendiri, Jesan berhasil membuktikan kesanggupannya. Di bawah langit biru cerah di atas lapangan hijau yang rumputnya bergoyang-goyang digelitiki angin, Jesan menikmati pertarungannya. Kulihat ia sesekali menyeringai.

Duel yang sengit, berkali-kali mereka dihempas. Orang-orang sudah berbisik menerka siapa yang akan menang. Sulit untuk menerka, meski aku berharap Jesan yang menang, namun si juara itu tentunya punya kemampuan yang tak biasa.

Sayang sekali mereka tak juga menyerah, telah lama. Kami yang menonton sudah bosan melihat keduanya menghempas satu sama lain. Tak lagi bersorak ketika ada yang lebih unggul. Orang-orang berharap ini cepat selesai sehingga kami bisa cepat pulang.

Sepertinya Andre yang tak jauh duduk dariku merasakan kebosanan yang jauh melebihi yang lain. Ia menoleh ke arahku, kami bertatapan lalu kompak memasang ekspresi kelelahan lalu tersenyum. Berkali-kali kami melakukan hal yang sama. Hal konyol, membuat muka guyon agar yang melihat tertawa. Berbagai macam ekspresi ku keluarkan disambut dengan Andre yang juga melakukan hal yang sama hingga kami tertawa tanpa suara.

Tiba-tiba seorang teman lain yang duduk di sebelahku menyenggol pahaku. Aku menoleh kearahnya, ia segera menunjuk ke arah depan dengan isyarat mata. Di sana guru kami, seorang pria tua dengan rambut beruban tengah melototi ku. Berteriak-teriak, namun suaranya yang kecil tak bisa ku dengar jelas.

"Kamu! Yang main-main. Maju!" Aku menunjuk diriku sendiri. Si guru mengangguk kesal hendak menghampiriku. Dengan cepat aku berdiri berlari kecil menuju ke tengah lapangan. Dimana hanya tertinggal Jesan saja. Kuperhatikan si juara tingkat provinsi itu, ia sudah duduk di antara tempat penonton, aku melewatkan kemenangan Jesan.

"Kamu ya! Ga bisa menghargai temannya. Malah melakukan hal konyol! Di saat yang lain tepuk tangan menghormati kekalahan dan kemenangan barusan kamu malah main-main." Ucap guru dengan suara tajam dan keras membentak. Aku menunduk sambil pandanganku menatap Andre yang tertawa puas. Ah padahal ia juga melakukan hal yang sama denganku, seseorang yang duduk di depan Andre berbadan besar sehingga ia terlindungi.

Si guru sudah tak berbicara namun masih melototi ku. Kurasakan Jesan mendekat ke arahku. Aku menatapnya dengan raut wajah memelas, menyesal tak memerhatikan duelnya. Ia hanya tersenyum lembut sambil mengangguk. Lalu aku bertanya lewat gerakan bibirku tampa suara, menang? Ia mengangguk pelan.

"Oke! Mari kita lihat duel dua orang di hadapan kita ini. Kita lihat temen kalian yang main-main ini apakah lebih hebat atau malah ga ada isinya." Suara tertawa terdengar setelah guru berkata demikian. Kemudian aku didorong dengan kasar untuk menjauh dari Jesan, aku dipaksa bertarung. Pelan-pelan aku memasang kuda-kuda. Jesan di sana tampak serius dengan mata tajamnya yang melihatku, seakan hendak menguliti ku.

Sial. Sang juara tingkat provinsi saja bisa kalah apalagi aku. Tapi apa Jesan tega melawanku? Aku kan kakak kelasnya bahkan lebih dari itu. Atau karena aku kakak kelasnya ia jadi berani. Yang jelas aku tidak boleh gugup. Ketika aba-aba telah berbunyi. Kami mulai beradu.

Izinkan Aku Menciummu Sekali Lagi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang