Hari kedua di SMA Angkasa Cendekia. Valen tertahan di ruangan biru sempit dengan diagram karir dekat pintu. Pagi ini ia tidak membuat masalah, sungguh. Ia hanya menimbrung di antara siswa perokok dekat kantin. Lantas dengan tidak elitnya, ia dan siswa-siwa perokok itu ditangkap oleh OSIS yang mencatatnya kemarin ke ruang BK.
Totalnya ada tujuh siswa. Lima siswa merokok dan sisanya hanya mengobrol. Saat ini, Valen dan keenam siswa itu tengah menghadap seorang pria gempal.
"Mau jadi apa kalian kalau merokok di sekolah, hm? Mau jadi berandalan sekolah? Di SMA elit kayak gini? Mimpi aja terus!"
Niatnya Valen cuma mau mencari teman-teman yang akan jadi teman sefrekuensinya, tapi yang ia dapat malah ini. Ia tertangkap karena ketahuan mengobrol bersama murid-murid perokok.
Yui yang menjadi saksi pelanggaran siswa-siswa itu terus saja diam di pojok ruangan. Ia mengetuk-ngetuk buku gelatiknya dengan pulpen. Menatap intens semua orang di sini.
Sementara itu Valen hanya tersenyum miris. Ayahnya pasti akan marah besar ketika tahu anaknya membuat masalah di hari keduanya. Ya, tapi persetan dengan semua itu. Sekarang, ia ingin tahu apakah ia bisa selamat dari hukuman yang akan menimpanya.
"Seperti yang kalian tahu, ini sekolah elit. Banyak orang yang sedih karena gagal masuk sini. Sedangkan kalian yang berhasil masuk sini bisa berleha-leha santai? Berbuat seenak jidat kalian, hah? Kalian kira sekolah ini sekolah apaan?" sungut pria gempal dengan kacamata bundar kecil bertengger di hidungnya. Dengan perawakan dan kata-katanya, pria ini tampaknya adalah guru BK di sekolah ini.
Guru itu melanjutkan kata-katanya. "Karena kalian semua sudah merokok di belakang sekolah, kalian semua diwajibkan menjalankan suatu program khusus. Kalau kalian semua gagal di program ini, maka kalian akan langsung dikeluarkan dari sekolah."
"Apa-apaan itu, Pak?"
"Kalian semua tidak berhak untuk membantah. Kalau ada siswa yang berani melanggar peraturan di sini, maka ketentuan ini akan segera diberlakukan. Ini adalah sekolah elit, tidak sepantasnya kalian mengotori nama baik sekolah," tegas Pak guru itu.
Seruan mengeluh terdengar kemudian. Susul menyusul. Pak guru itu tampak tak peduli. Ia membalik-balikkan kertas dan membacanya teliti.
Seseorang dari gerombolan murid perokok mengacungkan tangannya. "Pak, mereka semua nggak bersalah. Kelima anak ini hanya mengobrol bersama kami. Tak ada yang membawa rokok di antara mereka. Yang merokok itu adalah aku dan Valen. Iya kan, Yui?"
Valen melotot mendengarnya. Apa-apaan lelaki di sebelahnya ini? Semua orang selain Pak guru tahu kalau Valen dan lelaki di sebelahnya lah yang sebenarnya tidak merokok. Lelaki itu membuat argumen seolah-olah ingin membalik keadaan yang sebenarnya. Apa mau lelaki ini? Ia meminta sebuah hukuman langsung pada guru?
Yui tampak tak membantah perkataan lelaki itu. Sekilas ada sorot mata tak terima dalam tatapannya. Namun tetap saja gadis itu mengiyakan perkataan itu.
"Benar, Pak. Hanya mereka... berdualah yang... merokok."
Lelaki di sebelah Valen menyeringai puas. "Nah, itu dia. Yui tidak mungkin berbohong pada bapak, kan?"
Pria yang menjadi guru BK itu menatap tajam lelaki di sebelah Valen. Ia melipat dahi. "Kalau tahu salah, kenapa malah dilakuin? Haduh, kalian berdua. Baiklah, selain mereka berdua, yang lainnya boleh keluar dari ruangan ini."
"Baik, Pak."
Setelah semuanya keluar, Pak guru itu menghela napas panjang. Salah satu dari dua murid itu merasa bangga akan pelanggaran yang ia buat. Sementara satunya lagi telah melanggar peraturan sekolah di hari pertama. Tak pelak lagi, mereka berdua akan jadi siswa bermasalah jika terus dibiarkan begitu saja.
"Kenapa, Pak? Nggak mau menghukum kami?" tanya lelaki di sebelah Valen. Valen menatap sebelahnya dengan pandangan datar. Kok bisa ada anak yang kelihatan senang ketika hendak dihukum?
Pak guru itu memberikan name tag pada mereka berdua. Tulisan unbounded tebal terpampang jelas di nametag itu.
"Mulai besok kalian akan melakukan pelatihan. Pelatihan akan dimulai setelah pulang sekolah. Pakai name tag itu selama kalian belum diluluskan atau dikeluarkan. Apa kalian mengerti?"
"Baik, Pak!"
"Sekarang, keluar dari ruangan saya!"
_-_-_-_-
Hari kedua bersekolah di SMA Angkasa Cendekia benar-benar buruk. Hanya butuh dua hari, Valen mendapat ancaman untuk dikeluarkan. Jika ia gagal dalam program ini, ia akan dikeluarkan. Ia mungkin ingin bermalas-malasan di sekolah ini, tapi nyatanya malah dapat hal beginian. Padahal Valen hanya ingin menjadi berandalan nomor satu di sekolah ini, namun kenapa ia sudah dapat ancaman untuk dikeluarkan?
Kira-kira akan semarah apa ya ayahnya setelah mengetahui Valen membuat masalah di hari kedua?
"Besok kita berdua akan mengikuti program khusus sekolah ini. Akhirnya tujuanku akan segera tercapai!" Namun yang terus mengganggu Valen adalah lelaki yang membuatnya ikut dalam masalah.
"Anu, maaf menyela. Namamu siapa? Dan kenapa kamu ingin sekali masuk ke dalam program ini?" tanya Valen kikuk.
"Oh iya, aku belum memperkenalkan diri." Ia menepuk-nepuk lengan seragamnya. "Namaku Hitori Yoichi. Kamu tahu OSIS yang melaporkan kita, kan? Nah... dia adalah kakakku!"
"O-oh begitu... terus kenapa kamu pengin masuk ke program ini?"
"Teman baikku pernah jadi korban program ini dan tak pernah ada lagi kabar tentangnya. Aku ingin masuk program ini untuk mencari tahu. Namun, tentu saja aku tidak bisa menyeret diriku sendirian di dalam masalah. Jadi, aku butuh seorang partner untuk menemaniku. Maaf kalau aku menyeretmu bersamaku, tapi melihat aksimu kemarin, aku merasa kalau kau adalah orang yang cocok untuk aksi ini. Kau ingin jadi berandalan nomor satu di sekolah ini, kan? Aku pikir rencana ini akan cocok denganmu."
Valen tersentak. Ada korban sekolah elit ini?
"Terus kakakmu nggak melarang kamu buat mencari tahu?"
Yoichi menggelengkan kepalanya. "Kakakku itu memang tidak suka ada yang membuatku terluka, namun ia lebih tidak suka lagi melihatku bersedih. Makanya meski ia tahu akan kebenaran aksi merokok tadi, ia malah mendukung keinginanku. Kakakku mungkin keliatan tegas, tapi sebenarnya dia adalah orang yang nggak enakan. Dia amat penyayang. Sudah begitu, ia begitu baik kepada orang-orang tanpa terkecuali. Aku sayang kakakku banyak-banyak!"
"Oh... begitu ya?"
Begitu sial nasib Valen hari ini. Sudah dipaksa ikut program, ia juga dapat partner yang aneh lagi. Apakah tuhan memang tidak suka membiarkan lelaki itu bebas sehari saja? Tolong biarkan lelaki itu mendapatkan apa yang ia inginkan sehari saja.
Byur!
"Huwa! Minuman tujuh ribuanku!" Valen mengepalkan tangannya geram. Apa tuhan senang sekali mengerjai hidup lelaki itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Apa Warna Kesukaanmu? (TAMAT)
Teen FictionBagaimana rasanya jika kalian tidak diperbolehkan mendaftar ke sekolah yang kalian inginkan? Bagaimana jadinya kalau kalian dipaksa untuk masuk ke sekolah pilihan orang tua kalian? Marah, sedih, kecewa? Itulah yang terjadi pada Valen. Sejak itula...