Peraturan pertama dalam kebahagiaan adalah menurunkan ekspektasi
~Charlie MungersYoichi berdiam mematung menatap sosok di depan. Rama, ah atau harus ia sebut Romeo? Ah, persetan dengan namanya. Orang yang telah mati itu benar-benar berdiri di depannya. Memandang kedatangan Yoichi dan Valen bingung.
"Siapa kalian? Bagaimana kalian bisa ada di sini?" cetus adik Romeo itu.
"Tentu saja kami datang untuk menghajar kalian semua setelah keributan yang telah kalian perbuat ke sekolah kami..." sahut Valen. Yoichi masih terdiam. Kali ini dengan wajah yang tertunduk. Valen diam-diam melirik Yoichi. Tak biasanya anak itu berdiam seperti ini.
Tama—adik Rama mengukir senyum miring, "Itu demi mewujudkan keinginan terakhir kakakku. Dia ingin menghancurkan sistem nilai yang ada di sana. Kalian tahu, Airru dan Akira adalah kuncinya. Airru adalah seorang yang amat berpengaruh di sekolah itu, sementara Akira adalah putri dari direktur utama sekolah itu. Jika aku bisa menghancurkan keduanya, maka sekolah itu perlahan-lahan akan hancur dari dalam. Pasti guru-guru akan bersikeras menutupi kasus ini sama seperti dulu dan siswa-siswa akan berteriak protes minta keadilan. Ah... kalau itu benar-benar terjadi, pasti akan sangat indah. Sayang banget deh kalau harus diakhiri kek gini. Ya sudahlah, kita selesaikan saja. Tujuh lawan dua. Apa kalian siap?"
Valen menyenggol Yoichi yang diam saja. "Oi, siap nggak bro lawan tujuh orang?"
"Aduh, sakit, Bego! Sialan... iya, aku siap!"
Adu jotos pun berlangsung. Masing-masing dari Valen dan Yoichi mendapatkan tiga lawan. Sementara itu, Tama menjaga Airru agar tak ada yang bisa membawa gadis itu pergi. Ia tak bisa membiarkan mereka berdua membawa Airru. Romeo palsu tak menyangka kalau Valen dan Yoichi bakal bertahan meski diberi lawan sekuat mereka. Tidak sebelum semua tujuannya tercapai.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Valen terus-terusan bertahan dari serbuan tiga pukulan sekaligus. Pukulan ketiganya begitu kuat apalagi dengan tubuh mereka yang begitu tinggi dan besar, membuat Valen sedikit kewalahan.
Yoichi pun sama. Ia berusaha menangkis semua serangan lawan tanpa henti lantas sesekali membalas mereka semua bila ada celah.
Bugh!
Bugh!
Ah, sial. Valen mengumpat dalam hati. Kalau begini terus, takkan ada habisnya. Di saat itulah, Tama membawa Airru yang tak sadarkan diri keluar dari ruangan tanpa disadari oleh semua orang. Ia diam-diam melewati jendela yang berada di dekat Airru. Membawa gadis itu layaknya sebuah karung.
'Aku akan jadi sesempurna kakakku.'
Bruk!
Tama meringis kesakitan kala ada seseorang yang menarik tubuh lelaki itu dan membantingnya tanpa ampun. Siapa yang telah berani menghajar orang seperti Tama?
"Oh, apakah kamu orang yang membuat si kampret itu frustasi belakangan ini? Wajahmu yang babak belur keknya cocok tuh buat referensi lukisanku. Wah, kalau begitu kamu layak banget buat dihajar," tukas seorang gadis dengan senyuman yang miring. Dia itu Keyra Nusa Rayyanza.
Omong-omong Airru telah diselamatkan oleh Saki ketika Key tadi menarik Tama. Tanpa perlu di aba-aba, mantan sahabat Airru satu ini membawanya ke tempat yang aman dari sana. Yah, setidaknya ia tidak ingin menjadi beban ketika Key berhadapan dengan penjahat ini.
Untung saja Valen punya waktu untuk menghubungi keduanya. Jika tidak, Airru akan menghilang tanpa sepengetahuan Yoichi dan Valen.
Meski pada seorang gadis, Tama tanpa ampun menendang perut Key dengan. Gadis itu mengaduh pelan dan langsung membalas lelaki itu dengan tendangan di perut. Tatapan nyalang sama-sama mereka lontarkan satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Apa Warna Kesukaanmu? (TAMAT)
Teen FictionBagaimana rasanya jika kalian tidak diperbolehkan mendaftar ke sekolah yang kalian inginkan? Bagaimana jadinya kalau kalian dipaksa untuk masuk ke sekolah pilihan orang tua kalian? Marah, sedih, kecewa? Itulah yang terjadi pada Valen. Sejak itula...