Saat Akira membuka matanya, yang pertama kali dilihat adalah langit-langit ruangan yang putih. Ia berbaring di atas kasur putih, sebelahnya pun ada kasur putih. Meski kasur sebelah pun ada yang sedang mendudukinya.
Tunggu, ini di mana?
Akira langsung terperanjat kala menyadari bahwa yang duduk di kasur sebelahnya adalah seorang cowok. Cowok itu dengan tatapan riang tersenyum ke arah Akira.
"Wah, akhirnya kamu bangun juga!" riang lelaki itu.
"Kamu kan..." Gadis ikal itu menatap lelaki yang di depannya tak percaya. Ia merasa kenal dengan sosok ini. "Adiknya Yui, kan?" tunjuk gadis itu.
"Benar!" Yoichi mengacungkan jempol.
Kenapa Yoichi ada di sini? Apa lelaki itu yang membawanya ke ruangan ini? Kalau tidak salah, ini UKS kan? Akira hanya pernah masuk beberapa kali ke sini semenjak Valen memintanya menjadi babu sementara.
"Apa kamu yang membawaku ke sini? Seingatku tadi aku lagi ada di rumah kaca belakang sekolah, deh," tanya Akira bingung.
Adik dari OSIS itu menjawab. "Iya. Sebenarnya ada yang melapor kejadian aneh dan butuh bantuan di rumah kaca, makanya aku segera ke sana buat mastiin. Eh, taunya ada kamu yang pingsan."
Akira menghela napas panjang. Ia tak mungkin menceritakan apa yang terjadi padanya di rumah kaca itu. Akira dan Yoichi itu tidak terlalu dekat. Mereka saling kenal karena Valen.
Mungkin jika yang ada di hadapannya adalah Valen, gadis itu bisa dengan bebas mengutarakan keluhannya. Ya, meski akan dibalas perkataan pedas dari Valen, entah mengapa Akira bisa mengabaikan sifatnya dan merasa nyaman bersama lelaki itu.
Yoichi terlihat amat riang. Namun menurut Akira, lelaki ini memiliki sisi lain yang bisa membahayakan dirinya. Orang seperti Valen, Yoichi, dan Airru adalah seseorang yang harusnya dijauhi dan dikucilkan. Mereka adalah sekumpulan orang-orang yang berani melanggar aturan tanpa gentar sedikit pun. Mereka bertiga itu tipe yang selalu bisa memenuhi semua keinginan mereka.
Apapun cara yang mereka pakai, baik maupun buruk pun akan tetap dilakukan jika menyangkut keinginan mereka.
Tapi Akira tak bisa. Gadis itu ingin meraih uluran tangan mereka meski tangannya begitu kecil dan lemah, meski dirinya sendiri juga tak berdaya.
"Akira?"
"A-ah, iya?"
"Kamu denger nggak sih aku lagi tanya apa?"
"Eh, nggak. Maaf ya tadi aku sempat melamun."
"Oh... jadi gini, kenapa Akira pingsan di rumah kaca? Apa yang terjadi? Kamu dirundung?" tanya Yoichi hati-hati.
Sontak sang empu menelan ludah gugup. Bagaimana ini? Di lubuk hatinya, ia ingin mengatakan bahwa sahabatnya yaitu Airru telah merundungnya, tetapi mulutnya terasa kaku. Ia tak ingin sosok asing seperti Yoichi tahu tentang masalahnya.
"Eh, nggak kok. Anu... itu... sebenarnya... ada gerombolan siswa yang lagi ngerayain ulang tahunku. Mereka bikin surprize. Seragamku kotor. Ini buktinya. Baik banget kan ya mereka?"
"BAIK BANGET DARI MANANYA, WOI!" Adik dari Yoichi itu memijat pelipisnya pusing. "Bukannya dikasih kado atau apa, ini malah kena bully tapi diem aja. Aduh, dasar siswi idiot..."
Hah? Akira menggertakan giginya. Mana terima dirinya dipanggil siswi yang idiot. Tidak suka, tidak suka!
Selang beberapa waktu, Yoichi mengulurkan tangan yang membuat gadis itu bingung. "Kalau begitu, aku akan menunjukkan kejutan ulang tahun yang sebenarnya sebagai hadiahmu."
Hm, apa lagi ini? pikir gadis itu. Tapi tak masalah, ia akan menyambut uluran tangan peduli itu.
_-_-_-_-
Bunga-bunga menarikan sebuah tarian lembut mengikuti alunan angin. Sebuah taman luas terbentang dengan kolam ikan di bagian tengah. Yoichi menghirup udara sore yang begitu menenangkan. Ah, terasa de javu. Sudah berapa lama ya ia tidak merasakan aroma menyejukkan ini?
"Kenapa kamu harus menggendongku sih? Kan aku bisa jalan sendiri."
"Nggak mau. Kamu kan habis sakit. Kalau pusing habis itu jatuh kan nggak lucu. Valen bisa ngamuk kalau kamu sakit gara-gara aku."
Akira mengernyitkan dahi kesal. "Apa hubungannya woi aku jatuh terus Valen yang kesel?"
Yoichi cekikikan mendengarnya. "Kamu nggak tahu aja. Valen tuh suka sama kamu, tau..."
"Hah? Kata siapa?"
"Kata akulah," timpal sohib Valen dengan ringan.
"Owh... Yoichi kalau mau halu, mending bikin novel aja nanti aku beli. Lumayan dapet uang, loh..." cetusnya yang membuat Yoichi memelototkan matanya. "Mana ada aku bikin novel! Bikin tugas puisi dua bulan lalu aja belum kukerjain apalagi novel."
"Heh, lama bener! Guru bahasa indonesia pasti udah capek nungguin tugasmu. Tobatlah, Yoichi..."
"Guru mah udah besti sama aku makanya aku bebas. Terus ya, balik ke topik. Belakangan ini, Valen itu pengen tahu hal-hal tentang kamu. Alibinya sih bilang kalau dia pengen balas dendam sama kamu, tapi mana aku percaya. Kalau kata Kak Yui tuh, tanda-tanda penasaran ginian yang bakal membuat orang bisa jatuh cinta."
"Kakak kamu bohong."
"Lah, kamu nggak percaya kata-kata mutiaranya Kak Yui?"
"Nggak gitu, aduh..."
Bukan hanya menggendongnya dengan hati-hati, Yoichi pun menurunkan gadis itu dengan perlahan agar tak jatuh. Mereka menatap pemandangan di sini yang cukup memanjakan mata. Bunga-bunga menari di tengah cahaya kemilau matahari. Lalu ada kolam yang berisi ikan-ikan yang bisa menggigit. Oh, guru-guru seringkali duduk di tempat ini guna untuk terapi ikan.
Begitu pun dengan Yoichi. Ia menyuruh perempuan itu untuk menurunkan kakinya ke kolam ikan sama seperti yang dilakukan Yoichi.
Awalnya Akira takut. Namun setelah mengumpulkan keberaniannya, ia pun menurunkan kaki persis seperti Yoichi. Hei, ini sedikit sakit tapi begitu nyaman. Seketika pusing yang Akira rasakan langsung hilang dalam sekejap mata.
"Pokoknya Valen nggak suka aku, titik."
"Biasanya ini tanda-tanda nih bakal muncul bibit cinta di antara kalian," celetuk Yoichi.
"Ih, mengerikan. Mual aja deh aku."
Keheningan menyelimuti dua pasang manusia di sana. Satunya bermain dengan ikan-ikan hingga ikannya menjauh dari kaki mereka dan satunya lagi merasa canggung. Pantas saja Valen dan Yoichi bisa berteman, ternyata mereka berdua hobi sekali menjahili hewan.
"Anu, Yoichi. Kamu ada impian nggak yang mau dicapai? Aku pengen tahu jawabannya, tapi kalau nggak dijawab juga nggak papa kok."
Lelaki itu tersenyum lembut. Gerakannya berhenti sejenak. Ia menatap Akira dengan tatapan sendu.
"Ada kok, tapi nggak tahu bisa kecapai apa nggak. Soalnya mimpiku adalah menjadi pilot yang bisa mengendarai pesawat terbang. Ayah dan ibu pergi nggak tahu kemana. Aku dan Kak Yui tinggal di rumah bibi. Kata bibi, risikonya tinggi. Makanya cita-citaku ditolak keras sama keluarganya. Sejak saat itu, bibi selalu langsung turun tangan dalam memutuskan suatu hal mengenai hidupku. Dia menyebalkan, mengatur hidup orang lain dengan sesukanya. Aku benci pemaksa sepertinya. Beda dengan Kak Yui. Kakak selalu mendukung apa yang kumau. Makanya aku selalu pengen ada untuk kakakku. Harus. Aku harus selalu memastikan kalau kakak baik-baik aja."
"Owh... begitu. Aduh, sepertinya pertanyaanku agak membebani kamu. Maaf ya."
"Iya, nggak papa. Terus kalau Akira, mau jadi apa di keesokan hari?"
"Aku cuma pengen bisa melihat duniaku menjadi lebih berwarna. Hei, apa warna kesukaanmu, Yoichi? Biar kuletakkan warna favoritmu itu ke list daftar warna yang ingin kulihat."
Yoichi bangkit sembari mengukir senyumannya. Ia menatap Akira dengan tatapan lembut. "Selamat ulang tahun, Akira. Semoga kelak tuhan bakal ngabulin keinginan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Apa Warna Kesukaanmu? (TAMAT)
Teen FictionBagaimana rasanya jika kalian tidak diperbolehkan mendaftar ke sekolah yang kalian inginkan? Bagaimana jadinya kalau kalian dipaksa untuk masuk ke sekolah pilihan orang tua kalian? Marah, sedih, kecewa? Itulah yang terjadi pada Valen. Sejak itula...