Apa sebetulnya yang Airru inginkan? Teman? Populer? Menjadi yang diinginkan? Dirinya bahkan sama sekali tak mengerti apa yang diinginkannya. Ia tak butuh semua itu.
Kebahagiaan yang ia inginkan hanya satu. Hidup bahagia bersama kakaknya.
"Bang, jangan pernah tinggalin aku ya, Bang. Abang adalah orang terbaik yang aku punya. Kalau nggak ada abang, gimana caranya aku bisa nyaman di rumah?"
Sang abang tersenyum pada Airru. Ia menyentuh pipi adiknya lantas mengusapnya perlahan. "Iya... Abang janji. Abang akan selalu berada bersama Airru-chan!"
Sayang sekali janji itu hanyalah sebuah kata-kata. Bisa dilanggar maupun ditepati kapan saja. Gadis primadona sekolah itu menggigit bibirnya kuat bahkan sampai setitik darah mengucur. Abangnya seorang pendusta. Janji yang telah dibuatnya dilanggar begitu saja.
Dua tahun lalu ketika ia masih bersahabat dengan Saki dan Akira, abangnya masih ada di rumah. Bekerja sampingan sebagai seorang ahli marketing dan penjual produk digital. Saat itu, masih ada seseorang yang akan menunggu Airru pulang dan mengucap 'selamat datang kembali.' Hingga kejadian itu terjadi.
Ketika abangnya diam-diam mengajak Akira ke rumah tanpa sepengetahuannya.
Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Abangnya berusaha mengikat Akira di ranjang, hendak membuka kancing bajunya.
Airru berteriak marah kala itu. Gadis itu meraung-raung tanpa kendali. Pikirannya mulai berisik dan ia mulai kacau saat itu.
Tanpa sadar ia menghubungi Saki dan yang dihubungi segera menelepon polisi. Hanya beberapa menit sebelum polisi datang. Akira yang tertidur diamankan dan abangnya ditangkap karena diduga melakukan pelecehan pada pelajar SMP.
Airru yang menjadi saksi juga ikut diamankan. Semua orang berusaha keras menenangkan gadis itu. Siapa yang tak sedih ketika orang terdekatmu ditangkap dan kamulah yang jadi saksinya? Rasa bersalah yang besar pada Akira mulai mendekap Airru secara perlahan. Ia tak berani bertatap muka dengan Akira setelah hal ini.
Selang beberapa waktu, pesan teror itu muncul. Itulah yang membuat Airru menyalahkan Akira atas segala hal yang menimpa abangnya. Pesan itu menawarkan pembebasan abangnya dari hukuman penjara. Selama ia bisa merundung Akira dan membuat hari-hari gadis itu tak tenang, maka pesan itu akan memberikan solusi untuk masalah ini.
Bagaimana cara ia mendapatkan uang selama abangnya dipenjara, itu karena bantuan dari pesan itu. Merampok dan membunuh demi mengumpulkan uang jaminan. Ia sampai tak dapat berpikir jernih lagi. Gadis itu melakukan apa yang pesan itu suruh.
Pesan itu bertanya pada Airru, "Apa yang sebenarnya kau inginkan?" Tanpa ragu, dirinya menjawab, "Kebahagiaan bersama abangnya." Maka dari itu, dimulailah kisah ini.
"Maaf Akira, aku sungguh tak bermaksud melakukan semua itu padamu..." gumam Airru yang berjalan perlahan ke rooftop sekolah.
Benar kata Valen. Ia bukanlah teman yang baik. Munafik dan ia terlalu egois untuk disebut seorang teman. Ia tak layak memiliki seorang teman. Harusnya begitu.
Langit tampak biru sekali tanpa ada awan yang mengganggu. Terlihat kosong tapi sangat menenangkan. Lihat pemandangan di bawah sana. Semuanya tampak kecil sekali seperti semut. Angin berderu menerbangkan rambut panjang Airru. Damai sekali rasanya. Seakan ada bisikan lembut yang membuatnya ingin tertidur.
"Tidurlah..."
Satu detik ia tersadar kalau bisikan halus itu benar adanya. Dari belakang, seseorang berhasil membekap Airru yang tengah memperhatikan pemandangan di atas rooftop. Mulut gadis itu dibekap dengan kain yang ia duga telah dilumuri dengan alkohol.
"Tidur yang tenang, julietku~"
_-_-_-_-
Sebuah bayangan yang muncul di jendela sebelah tangga membuat Yoichi tersentak. Lelaki itu segera mempercepat langkah kakinya dan mencari keberadaan gadis yang dicarinya. Airru-nya tidak ada. Padahal ia sungguh yakin kalau gadis itu tadi ke sini.
Rooftop ini benar-benar kosong. Seolah tak ada seorang pun yang ke mari tadi. Namun ada satu hal yang mengganjalnya.
Beberapa tetes darah yang ada di rooftop.
Apa maksudnya coba? Tunggu, Yoichi segera menyadari sesuatu. Apa ada kaitannya dengan bayangan yang tadi ia lihat di jendela?
Tidak mungkin kan kalau gadis itu—
"Ng-nggak... mungkin... Airru nggak mungkin jatuh dari sini kan?"
—bunuh diri?
Yoichi berharap kalau segala pemikirannya salah, namun ia benar-benar menatap sebuah tubuh yang terkapar di bawah sana. Berlinang darah dan kini dikerumuni banyak orang. Manik Yoichi bergetar menatapnya.
"Jangan... Airru, pliss... Aku belum sempat mengatakan 'itu' padanya... Aku mohon buat kali ini, Tuhan!"
Sebuah nada dering membuat lelaki itu tersadar. Dari Valen. Apa yang ingin dikatakan lelaki brengsek itu setelah mengatai-ngatai Airru sedemikian rupa?
"Yoichi... apa kau sudah menemukan Airru?"
"B-belum, dia... tadi ke arah rooftop tapi pas aku sampai di sini, dia nggak ada."
"Kamu udah tahu siswa yang tadi terjatuh dari atas rooftop?"
Lelaki itu meremas tangannya. Sepertinya Yoichi tahu apa yang akan dikatakan Valen. Tubuhnya bergetar, ia berusaha menahan dirinya agar tak mengeluarkan suara isak tangis. Sungguh, ia tak ingin mendengar kata-kata itu.
"Ng-nggak, a-aku bahkan... nggak tahu ada yang terjatuh dari rooftop..." jawab Yoichi berbohong. Dalam hati ia terus merapal doa kalau tadi ia hanya salah lihat.
"Yoichi, siswa yang terjatuh itu bukan Airru. Tadi aku sempat melihat di CCTV kalau Airru dibawa seseorang."
"Dibawa?"
"Iya, kemungkinan dia masih ada di sekitar kamu. Mencoba untuk bersembunyi atau sudah mulai keluar dari rooftop. Kemungkinan besar dia jugalah yang membuat siswa yang terjatuh itu dari rooftop. Temukan dia, Yoichi. Aku akan mencoba menghubungkan CCTV ini dengan ponselku."
"Baiklah..."
"Tolong lakukan dengan cepat ya, Yoichi. Sebelum para guru memutuskan untuk menutupi kasus ini seperti beberapa tahun lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Apa Warna Kesukaanmu? (TAMAT)
Teen FictionBagaimana rasanya jika kalian tidak diperbolehkan mendaftar ke sekolah yang kalian inginkan? Bagaimana jadinya kalau kalian dipaksa untuk masuk ke sekolah pilihan orang tua kalian? Marah, sedih, kecewa? Itulah yang terjadi pada Valen. Sejak itula...