Siang ini sinar matahari begitu menusuk kulit. Banyak yang jadi korban kepanasan. Sementara itu, di sudut lorong ada seseorang berlarian kencang ke arah Akira yang tengah mengemut permen. Napas orang itu terengah-engah bak dikejar-kejar sesuatu.
"Akira, ada kabar darurat."
"Maksudnya?"
"Valen berantem sama kakak kelas di aula sekolah!"
_-_-_-_-
Hanya dalam waktu sepersekian detik, gadis itu menuju aula. Orang yang tadi melapor ke Akira tak berbohong. Di tengah aula itu ada dua orang yang saling berhadap-hadapan satu sama lain. Lantas puluhan orang mengerubungi tempat itu. Sesekali bersorak begitu riuh.
'Kenapa... bisa jadi gini? Aku tahu Valen itu berandalan, tapi kenapa Valen mengajak tarung sama kakak kelas sih?'
"Aku bertaruh satu juta untuk Valen!"
"Aku bertaruh sepuluh juta untuk Bang Joni!"
"Ini bukan sabung orang, cok!"
"Kan biar suasananya panas aja!"
"Kalau begitu, aku akan memberikan seluruh harta warisanku jika Bang Joni kalah!"
"Weh!"
Akira mengernyit tak suka. Apa-apaan orang-orang ini? Tidak adakah yang berniat untuk menghentikan pertarungan?
Valen melompat dan memberikan tendangan ke dada Bang Joni. Dengan cekatan, Bang Joni menangkap dan mendorong Valen hingga tersungkur ke lantai. Membuat seragam Valen jadi tambah kotor.
Bang Joni tertawa. "Bisa-bisanya berandalan seperti dia emosi pas aku ngeledek si buta warna. Padahal kan aku hanya berbicara fakta."
"Diam kau," balas Valen dingin.
Ia kembali mengambil sikap meninju. Kakak kelas itu menyeringai. Bang Joni memasang kuda-kuda bertahannya dengan bangga.
Tanpa ampun, Valen meninju kuda-kuda bertahan Bang Joni. Meski sesekali lelaki itu menendang, kakak kelas itu tetap bisa menghindarinya. Bang Joni tertawa lepas melihat upaya keras Valen.
"Loh, kenapa? Benar kan? Lagian gadis itu gak pantes temenan sama orang semacam kita. Kita ini berandalan. Tubuh kita sempurna, punya kemampuan bertarung, dan jadi incaran para OSIS. Kita gak pantes temenan sama orang baik dan gak sempurna kayak dia."
Bisa-bisanya Valen marah ketika ada orang lain yang mengejek Akira? Padahal dirinya biasa saja ketika ia mengejek Akira, tapi kenapa ketika yang mengejek gadis itu adalah orang lain, lelaki itu langsung marah besar?
"Kamu? Sempurna?" Valen balik tertawa. "Omong kosong. Sempurna darimana, dungu? Kamu jadi berandalan itu tuh udah nggak sempurna lagi. Sebentar lagi juga kamu bakal patah tangan. Manusia sempurna apaan coba?"
"Ap—" Ucapan Bang Joni langsung terpotong ketika Valen meraih tangan kanannya lantas menggenggamnya erat. Kakak kelas itu memekik keras.
Sebagai pelampiasan rasa sakitnya, Bang Joni memukul kepala Valen menggunakan tangan satunya. Namun lelaki itu tetap tak bergeming dan tetap meremas tangan Bang Joni hingga tangan kanannya patah.
"Kenapa... kamu berteman dengan gadis tak tahu diri itu? Apa kau tahu kalau Akira itu beda kasta dengan kita? Dia tidak pantas berteman dengan orang-orang elit seperti kita."
Valen mendekat ke Bang Joni hingga wajah mereka hanya berjarak sejengkal. "Kau pikir... aku peduli?" Bang Joni kini menggunakan kakinya untuk menendang. Valen bisa menangkapnya dan memutarnya persis seperti yang Bang Joni lakukan pada Valen tadi.
Valen kembali melanjutkan, "Akira itu nggak pantas diejek sama kakak kelas sok keras kayak kamu. Cih, padahal tadi aku nggak niat bertarung sama kamu, tapi... karena kamu udah keterlaluan, bagian mana lagi yang harus kupatahin ya?"
Sementara itu, Akira masih berusaha mendesak kerumunan orang berjumlah puluhan itu. Karena kecil, ia jadi kalah tenaga dengan mereka semua. Ah, bagaimana ini?
Lagian dimana Yoichi? Biasanya adik OSIS itu selalu setia di samping Valen.
"KALIAN SEMUA BERHENTI!" Suara bariton membuat pergerakan semua orang terhenti.
"Siapa sih? Ganggu tontonan seru aja," protes semua orang. Seketika terjadi keributan dalam kerumunan itu. Namun ketika mereka menatap si pelaku di balik suara itu, orang-orang langsung menutup mulut mereka rapat-rapat.
Dia, Kak Mahesa, salah satu OSIS yang terkenal kejam dalam menghukum murid yang melanggar aturan sekolah.
"Siapa saja... yang harus kutulis?" gumam seseorang datar dengan buku glatik biru kecil di tangan mungilnya. Hitori Yui dengan buku catatan pelanggarannya yang melegenda oleh murid satu sekolahan.
Mata sayu Yui menatap seluruh murid. Mencatat semuanya tanpa pandang bulu.
"Gawat, sepertinya kita dicatat oleh Kak Yui!"
"Kabur semuanya!"
Hanya beberapa detik, semua orang selain Valen, Bang Joni, dan Akira langsung kabur dari tempat itu. Saat mata Yui bersitatap dengan Valen, gadis itu langsung tanpa ragu menulis pelanggaran kesekian lelaki itu.
Pelanggaran no. 50 di bulan Agustus: berantem bersama kakak kelas. (5 poin)
"Len, ini adalah panggilan orang tuamu yang ketiga. Aku harap kau benar-benar sadar dan tak membuat pelanggaran lagi agar bisa naik kelas, " peringat Yui yang membuat mata bulat Valen memutar malas.
"Kak, kali ini bukan salahku. Ini salah Bang Joni yang meledek Akira habis-habisan di depan temennya."
Joni langsung protes."Akira saja diam ketika tahu aku meledekmu. Nah, kenapa kamu yang marah?"
"Kalau ada yang meledekmu, jangan diam saja dong, Akira!" protes Valen ke Akira.
Akira menanggapi Valen dengan polos. "Tinggal dijauhin saja apa susahnya?"
Mahesa yang pusing langsung berteriak menghentikan mereka. "Berisik kalian semua! Kalian bertiga harus bersihkan perpustakaan sekolah sampai bersih!"
Valen menatap Akira yang dengan santainya mengangguk. "Loh? Akira kan nggak salah, kenapa dia juga dihukum juga?"
"Dia akan dihukum karena dialah penyebab kalian berdua bertengkar," sahut Kak Mahesa santai. Bang Joni tampak tersenyum puas, Akira tersenyum pasrah, dan Valen berdecih tak terima.
Yui mencatat nama mereka bertiga lengkap dengan nama dan dari kelas mana mereka berasal. Takkan ia biarkan anak-anak bandel seperti mereka bergerak bebas di sekolah ini.
Selang beberapa waktu, ada yang berlarian ke arah mereka. Rambutnya panjang model curly. Ia berlarian ke sana dengan napas yang terengah-engah.
"Maaf, kakak-kakak OSIS sekalian, tapi pihak panitia lomba saat ini membutuhkan Valen untuk mengurusi berkas-berkas. Saya harap para OSIS berkenan membiarkan Valen kali ini," izin ketua kelas Valen yang kini menundukkan kepalanya ke dua OSIS itu.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya dua orang itu menyetujuinya. Bisa gawat kalau acara tujuh belasan di sekolah itu gagal karena Valen.
Valen protes, "Terus bagaimana dengan Akira? Kalian akan tetap menghukum siswa yang tak bersalah?"
"Dia yang akan menggantikan hukumanmu. Ini bisa jadi pelajaran agar tak ikut campur dalam urusan orang lain," sahut Kak Yui.
"Weh! Nggak bisa gitu dong!"
Akira mematri senyum manisnya. "Len. Nggak papa. Soalnya teman itu... saling membantu kan?"
"Bentar, Airru! Akira—"
"Udah, kan dia sendiri yang bilang kalau dia nggak papa. Lagipula urusan ini lebih gawat daripada hukuman membersihkan perpustakaan. Lagian, apa kau tidak suka menghargai... keputusan Akira?" jawab Airru.
Selang beberapa waktu berpikir, lelaki itu akhirnya mengiyakan. "O-okei..."
"Nah, begitu." Mereka berdua akhirnya pergi dari aula. Namun sebelum mereka pergi, Airru sempat menatap Akira intens. Tatapan penuh kebencian karena sudah membuat abangnya dipenjara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Apa Warna Kesukaanmu? (TAMAT)
JugendliteraturBagaimana rasanya jika kalian tidak diperbolehkan mendaftar ke sekolah yang kalian inginkan? Bagaimana jadinya kalau kalian dipaksa untuk masuk ke sekolah pilihan orang tua kalian? Marah, sedih, kecewa? Itulah yang terjadi pada Valen. Sejak itula...