Akira berjalan bolak-balik di depan kelas itu. Bibirnya tiada henti menggumamkan sesuatu bak membaca mantra. Seriusan ini? Akira yang seorang murid normal berjalan di depan Kelas X IPS 4 yang isinya kebanyakan orang-orang bermasalahan?
Yah, memang tak heran mengingat rumor buruk mengenai Valen. Namun tetap saja. Kalau pada akhirnya ia akan bernasib buruk nanti, bukankah lebih baik gadis itu kabur saja?
Sejujurnya gadis itu takut. Tetapi kata Saki, ia harus melakukan apa yang lelaki itu minta agar hidupnya tentram. Lalu ketika selesai, ia harus segera menghilang dari kehidupan Valen. Akira mengepalkan tangan. Pokoknya ini semua demi kehidupan SMA-nya yang damai!
Gadis itu mengintip dari jendela kelas. Satu, dua, tiga... lalu... ah, lelaki itu tak ada di kelasnya. Lelaki itu bolos atau memang belum berangkat?
Kini Akira menggigit bibirnya. Apa ia titip seragam siswa berandalan itu ke teman sekelasnya yang lain ya? Ah tidak, itu mungkin ide yang cukup buruk. Bagaimana kalau teman sekelas Valen ternyata lebih berbahaya dari lelaki itu? Bisa hancur hidup Akira.
"Cari siapa?" Satu tepukan mendarat di pundak gadis itu.
"Cari—astaga!" Akira memekik kaget. Bukannya menghampiri Valen, yang ada malah anak lelaki itu yang menghampiri Akira.
Gadis itu tersenyum kikuk. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Sementara itu, dahi Valen terlipat. Matanya berpindah ke objek yang didekap oleh Akira. Ah, bukankah itu—
"Seragam—eh?"
Bruk!
Akira melangkahkan kakinya lebar-lebar. Napasnya pendek dan memburu. Ia refleks melarikan diri ketika melihat sosok Valen yang berdiri tegak menghadap Akira yang lebih pendek darinya. Persetan dengan permintaan maaf itu. Pria di depannya begitu menakutkan. Hanya dengan kehadiran lelaki itu saja, tubuh gadis itu seketika langsung merinding.
'Ih... serem banget astaga!'
Akira berlari ke kamar mandi. Ia tatap kaca besar yang memantulkan pantulan wajahnya. Tampak bulir-bulir keringat sebesar biji jagung menetes di keningnya.
Ia tersenyum lebar. 'Hei, lihatlah gadis ini. Malu-maluin diri sendiri aja. Masa iya cuma gituan aja takut,' ujar batinnya.
Setelah puas dengan wajahnya, ia menyatukan tangan. Membendung air untuk mencuci muka agar tersadar.
"Wah, wah, kok kita malah ketemuan di sini sih? Kukira aku udah menjahili kamu kemarin, tapi kenapa kamunya malah di sini? Harusnya kamu ngalamin pembengkakan gusi kan karena... jus jeruk itu?"
Akira menatap nyalang seorang gadis yang ada di depannya. Airru yang merupakan mantan sahabat SD-nya dulu tengah mengangkat senyum seringai guna meledeknya.
Tunggu. Bagaimana Airru tahu kalau ia kemarin membeli jus jeruk? Jangan-jangan...
"Kamu yang menukar pesananku dengan jus jeruk itu ya?" tuduh Akira.
Tanpa diduga, gadis itu malah semakin melebarkan senyumnya. Ia menjawab. "Betul! Bintang lima untuk Akira! Hei, hei. Aku ini mantan sahabatmu dan tentu saja aku tahu dengan betul alergimu. Lagian kamu yang cerita sendiri, kan? Dan sahabat yang baik harus membantu sahabatnya melewati alerginya. Iya kan?" ucap Airru menekankan kata 'mantan sahabat' tanpa ada rasa bersalah.
Akira mengepalkan tangan kesal. Tampak urat-urat di lehernya. Tidak heran kalau kemarin Saki sempat sekesal itu. Ternyata memang ada yang bermain-main dengan kekurangan Akira. Akira tak bisa mengonsumsi jeruk. Ia alergi pada makanan itu. Sekalipun ia memakannya, gadis itu akan mengalami kesemutan dan rasa tidak nyaman di tenggorokan, bibir, dan lidahnya. Lalu yang paling menyebalkan itu adalah pembengkakan ringan yang terjadi pada bibir dan gusi.
Aish, kenapa sih ia harus bertemu dengan mantan sahabat paling menyebalkannya? Kalau ia berangkat lebih pagi, mungkin ia takkan berpapasan dengan mantan sahabatnya.
Airru menatap Akira tak kalah nyalang. "Kamu harus tanggung jawab atas apa yang terjadi pada abangku."
Akira membantah, "Airru, itu bukan salahku! Abangmu dipenjara karena ulahnya sendiri! Abangmu juga sudah mengakuinya di persidangan."
"Dia pasti dipaksa! Iya, dia pasti dipaksa sama keluargamu kan buat ngasih laporan palsu. Iya, kan? Abangku nggak mungkin melakukan hal kayak gitu!"
"Sadar, Airru! Sadar! Pahami posisi kamu!"
"Aku sungguh benci kamu... benar-benar benci. Suatu saat, akan kubuat kebahagiaanmu hancur seperti yang kau lakukan pada keluarga kami."
"Kenapa kamu melakukan itu? Kita udah nggak ada hubungan lagi kan?" tajam Akira.
Airru menyahut, "Siapa bilang? Sahabat kamu bisa jadi musuhmu di masa depan. Itulah yang terjadi pada kita sekarang. Duluan, deh. Aku lagi nggak mood buat menjahili kamu hari ini. Oh iya, terakhir sebelum aku pergi. Aku benci kamu setelah apa yang kamu lakukan pada abangku. Itu saja."
Akira menatap ubin-ubin dengan tatapan sedih. Sebegitu bencinya kah Airru terhadap Akira? Karena kedatangan tak terduga Airru, mood gadis itu tambah memburuk di hari ini. Ia tak tahu apa yang akan terjadi beberapa detik kemudian, namun setidaknya ia berharap hidupnya akan damai di sekolah ini.
"Airru-chan..." gumam Akira begitu lirih.
Gadis itu menghela napas panjang, lantas hendak mengerjakan PR yang sudah menumpuk.
Semoga saja sekolah yang damai nan tentram itu ada, dan itu ada pada sekolah ini.
Ia harap begitu, tapi—
Bruk!
Siapa pula yang kali ini ia tabrak?
"Maaf, tadi aku sempat melamun."
"Wah, kamu kan yang beberapa hari lalu numpahin jus kan ke seragamnya Valen? Valen nyariin kamu tahu..." ucap Yoichi begitu riang.
Tunggu, suatu ide terlintas di benak gadis itu. Mungkin patut untuk dirinya coba.
"A-ah iya. Sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Apa Warna Kesukaanmu? (TAMAT)
Teen FictionBagaimana rasanya jika kalian tidak diperbolehkan mendaftar ke sekolah yang kalian inginkan? Bagaimana jadinya kalau kalian dipaksa untuk masuk ke sekolah pilihan orang tua kalian? Marah, sedih, kecewa? Itulah yang terjadi pada Valen. Sejak itula...