16. LARA LUKA LAKEISHA

2 0 0
                                    


HAIII APA KABARR???

SEMOGA SELALUU BAIKKK

VOTENYA JANGAN LUPAA, MAKASII

HAPPY READING!!!




16. LARA LUKA LAKEISHA

Hidup tidak melulu terus tertawa, kadang, luka juga harus ada.

~Lakeisha Agnindhiya

••||••

Pagi menyambut dingin keluarga Lakeisha Agnindhiya. Sudah biasa jika dalam keluarganya kurang menghangatkan. Entah kenapa, hening dan dingin seolah ingin berteman dengan keluarganya. Sarapan bersama yang di luaran sana akan terasa hangat dengan adanya candaan. Sangat berbeda dengan keluarga Keisha, gadis itu merasa jika, kita tinggal bersama namun masing-masing. Mereka berteman dengan kesenangannya masing-masing.

"Bunda masih kerja?"

Pertanyaan yang dilontarkan putrinya, membuat Nawri—Bunda Keisha menatap anaknya bingung. "Ada masalah?"

Keisha menggeleng kecil, "Keisha kira bunda bakal nemenin aku di rumah.."
Nawri meneguk air putihnya sebelum menjawab, "Bunda gak bakal berhenti kerja, Sha. Jangan ngarepin hal-hal yang gak pasti kayak gini."

"Tapi, gak salah kan, kalo bunda berhenti kerja. Jadi Ibu yang memberi kasih  anaknya bukan cuma har—"

Brak

Terdengar gebrakan meja yang cukup kencang dari Pratama, "Diam, Keisha. Jangan berceloteh karena itu tidak penting."

Keisha tersenyum miris. Tidak penting katanya. "Ayah ini terlalu susah menunaikan keinginan anaknya, sangat keras."

Pratama menggeram kesal, ia menatap tajam Keisha, "Apa tidak cukup dengan semua yang kami berikan selama ini? "

"Kebahagiaan gak bisa dibeli dengan uang, Ayah. Bahkan, rumah sebesar ini hanya rumah yang melindungi kita dari hujan dan panas, bukan rumah yang memberi kehangatan keluarganya.."

Nawri memandang Keisha cukup dalam, tersirat tatapan terluka di matanya.  Sedangkan Pratama, ia langsung berlalu setelah memakai jas kerjanya. "Kita, bukan lagi kita yang dulu."

Hanya itu, hanya itu yang Keisha terima setelah Ayahnya pergi. Terulang kembali fakta, bahwa ia tidak terlalu dipedulikan dan dibutuhkan.

"Bunda?"

Nawri mengais tas kerjanya dan mengelus rambut Keisha sejenak, "Bunda pamit."

••||••

"Sha? Jangan ngelamun!"

Keisha terkejut saat Zira menepuk kencang bahunya. "Eh, iya, Ra." Zira menaruh tasnya di atas meja sebelah Keisha, "Ngelamunin apa? Mukanya kusut begitu, masih pagi juga."

"Gak ada, by the way lo berangkat sama Niko?" Keisha sengaja mengalihkan pembicaraan. Untuk saat ini, ia akan memendam masalahnya.

"IYAA KOK LO TAHU? CENAYANG LO?"

Beberapa orang di dalam kelas, memusatkan atensinya pada Jazira yang berteriak lantang. Sementara Keisha, ia sudah meringis sambil menutup telinganya rapat-rapat.

"Zira, jangan teriak, bisa!"

Zira menampilkan cengiran lebarnya, "Hehe, biasa gue suka reflek," ujarnya.

"Sha, ada yang nyari di depan." ucap salah satu siswi kelas IPS 2, Arnin namanya.

Keisha menolehkan kepalanya, "Siapa, Nin?" 

"Alzani."

Apa semesta tahu, jika dirinya sedang mebutuhkan tempat cerita selain pada Jazira? Semesta tahu kalau Lakeisha sedang terluka.

"Sha, sana samperin, keburu bel." suruh Zira. Keisha mengangguk dan lekas keluar dari kelasnya.

••||••

"Ada masalah?"

Keisha menoleh kepada orang yang bertanya, dia Alzani. "Engga ada,"

Tadi, saat ia menemui Alzani, ternyata lelaki itu akan mengajaknya pergi setelah pulang sekolah. Di sinilah mereka berada, tempat pemakaman umum. Sedari tadi, Keisha hanya menatap kosong ke makam kakaknya, Lusina. Tak ada sepatah kata apapun darinya.

"Doa, abis itu pulang." Menuruti ucapan Alzani, Keisha mendoakan Lusina yang sudah tenang di sana. Alzani pun turut serta. Sebelum ke makam Lusina, mereka sudah menyelesaikan ziarah di makam Ibu Alzani.

Sesayang apapun Keisha pada kakaknya, nyatanya,  Tuhan lebih sayang pada Lusina. Umur manusia tidak ada yang tahu kecuali sang Pencipta. Karena sejatinya, manusia pasti akan kembali pada Penciptanya. Kuncinya adalah Ikhlas.

"Mau mampir makan?" tanya Alzani setelah memasang sabuk pengaman. Keisha menggeleng tanpa menjawab, netranya mengamati penuh pada seorang perempuan yang memakai pakaian serba hitam, hendak memasuki area pemakaman. "Zan, itu anak baru, kan?"

Alzani dengan mata tajamnya mengamati perempuan itu, tak lama ia mengangguk membenarkan, "Iya. Kakak kelas," jawabnya.

"Ngapain dia kesini?"

"Ziarah pasti."

Keisha masih penasaran, namun ia mencoba acuh. Toh juga tak ada hubungannya dengan dia. "Yaudah, ayo pulang."

Dalam perjalanan pulang, di dalam mobil terputar sebuah lagu dari Kunto Aji, Rehat.
Menurut Keisha lagu itu serasi untuk hidupnya. Keisha meresapi lirik itu dalam diamnya.

Kita coba lagi untuk lain hari
Kita coba lagi...
Yang ditunggu, Yang diharap...
Biarlah semesta bekerja untukmu..
Tenangkan hati
Semua ini bukan salahmu
Terus berlari
Yang kau takutkan takkan terjadi...

Alzani memandang Keisha sesaat, sebelum ia mengalihkan tatapannya ke depan. Keisha tertidur, gadis manis itu terlelap setelah lelah menghadapi semuanya. Terlihat lelah namun suka menyembunyikan.

LAKEISHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang