💫 Episode 8_

281 17 10
                                    


...

POV Jeno

Meski aku sudah mengingat kesalahanku padanya saat lampau, tapi aku masih belum berani menunjukkan diriku di hadapannya.

Sebut saja aku pencundang karena tak bisa menjelaskan prihal tentang kita dan tentang perginya aku tanpa pamit padanya lalu menghilang tak ada kabar.

Aku sadar diri, aku tak bisa menjadi orang lain saat ada di sampingnya meski aku tak menyukai semua orang mendekatinya.

Tapi aku bisa apa. Hanya bisa melihat dirinya dari kejauhan yang tersenyum dan tertawa dengan orang lain bukan diriku, sungguh miris tapi apa boleh buat.

Namun setelah salah satu temanku yang sudah mengerti apa yang aku alami, ia mengatakan suatu hal yang entah dari mana membuat diriku menyadari hal itu. Hal yang harusnya aku lakukan meski ada rintangan di dalamnya, mungkin.

Hingga aku memutuskan untuk menemuinya dan berhadapan langsung lagi dengannya yang sudah sekian lama aku mundur dari hidupnya.

Mungkin saja ia sudah membenci pemuda ini yang masih mengharapkan dirinya, memang ga tahu diri aku ini tapi aku akan menerima kebenciannya itu padaku dengan lapang dada.

Ikhlas, seikhlas-ikhlasnya bahwa aku sudah dibenci oleh orang yang selama ini aku sayang dan aku ekhm.. cinta.

Ya, pasti. Aku sudah lama menyukainya dan disaat perpisahan itu aku ingin mengatakan perasaanku sebelum pergi namun ternyata aku hanya seminggu di sana dan kembali lagi ke Indonesia dengan ibu meninggalkan ayah bekerja sendirian di negara Paman Sam.

Nyatanya, ibuku mengajakku pindah rumah ke ibu kota yang lebih tepatnya di Jakarta.

Aku meninggalkan kota kelahiranku dan juga kenangan manisku dengan keterpaksaan aku harus mengikuti jejak karir ibu sebagai aktris.

Ini semua keterpaksaan dari ibu bukan kemauan diriku, dari awal pun aku sudah ditarik-tarik untuk ikut acara-acara show anak-anak atau casting di beberapa drama lokal.

Sejak kecil aku tak bebas untuk bermain diluar atau bergaul dengan anak-anak seusiaku, tapi aku sering menyelinap keluar dari rumah tanpa sepengetahuan ibu namun berakhir ketahuan dan dikurung di kamar.

Selama itu aku harus menuruti perintah ibu untuk ikut acara-acara tak jelas menurutku, namun aku harus mematuhi pintaan ibu yang serasa ibu tiri.

Bagaimana aku menyebutnya seperti itu jika beliau mengetahui aku ogah-ogahan dan tak mau ikut acara, ia akan melemparkan omelan panjang yang serasa panas di kuping dan kurungan selama seminggu atau jika beliau sedang benar-benar emosi akan melayangkan cambukan pada tubuh kecilku saat itu.

Tapi setelah aku bertemu dengannya. Iya, Jisung. Saat itu juga Jisung berhasil menyelamatkanku yang telah menjadi boneka kayunya ibuku sendiri, aku berasa terbebas dari benang yang dikendalikan oleh ibu padaku.

Aku sudah mulai bisa memberontak pada perintah ibu dan selalu menyelinap pergi dari kegiatan-kegiatan yang membebani bahuku, aku pergi bersama Jisung dengan bermain selayaknya anak-anak pada umumnya.

Sampai Jisung menjadi tetangga baruku meski jarak rumahnya denganku hanya beberapa meter saja.

Jika tak ada yang mengawasi ku, maka di situlah aku beraksi dengan keluar dari rumah sebelum ibu menemuiku di kamar.

Love Ending Bet | JaemsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang