💫 Episode 9_

205 19 13
                                    


...

Sesuai dengan niat Jeno yang ingin berbicara dan bertatap muka secara langsung tanpa harus melihat dari kejauhan lagi.

Saking gugupnya untuk berhadapan dengan Jisung, Jeno sampai bulak-balik kamar mandi merasa perutnya tiba-tiba mules.

Sekarang ia sudah di sekolah dengan terus mengatur nafasnya dan tangannya terus saja keringat dingin.

Jeno rasa ingin ke kamar mandi sekolah untuk mengeluarkan sesuatu tapi ia tak sakit perut, gugupnya membuat dirinya begitu kacau di pagi ini.

Dengan berteriak semangat dalam hati, Jeno melangkah mencari Jisung karena tadi ia berpapasan dengan Jaemin dan teman-temannya yang menyapanya kecuali Jaemin yang begitu acuh pada Jeno.

Setelah beberapa menit mencari Jisung, ia menangkap siluet tubuh Jisung yang berada di bangku taman.

Karena belum ramai dengan para siswa-siswi, ia melangkah dengan pelan.

Jisung yang sedang mendengarkan musik dengan headphone berwarna Beige sembari fokus membaca buku namun, sepertinya itu komik manga.

Melihat Jisung dari jarak dekat saja membuat Jeno tak karuan, sampai angin melewati wajahnya membuat beberapa anak rambut terangkat.

Deg.. deg..

Ya tuhan, pemandangan indah mana yang kau dustakan. Jeno terdiam dengan terus mengagumi sosok pria manis di bangku taman.

Seketika Jeno mendapatkan energi semangat entah dari mana ia langsung melangkah besar-besar ke Jisung yang masih fokus membaca komiknya.

Lalu Jeno memberanikan dirinya langsung duduk di samping Jisung yang kosong.

Yang Jeno lakukan membuat Jisung sukses membuat menoleh ke sampingnya.

"Hai, lama tak jumpa." Ucap Jeno dengan menatap wajah kaget Jisung.

Iya, Jisung terkejut melihat manusia di sampingnya tak percaya. "Ka— kamu."

Jisung hanya tahu nama Jeno dari beberapa temannya yang sering membicarakan orang yang bernama Jeno, karena ia rasa nama itu bukan hanya seseorang yang ia kenal yang memiliki nama itu

"Maaf ya, aku pergi tanpa pamit padamu." Ucapnya lagi dengan tatapan sendu.

"Aku tahu ini cukup membuatmu kecewa denganku, tapi kepergianku ke Amerika saat itu hanya mengantarkan ayah dan ibu memutuskan pindah ke Jakarta. Maafkan aku ji." Jelas Jeno memberitahu semuanya sembari menundukkan kepala.

"Lalu, kenapa kamu tidak temui aku saat sudah ada di Jakarta dan sekolah yang sama. Kenapa Jen?" Balas Jisung dengan menahan kesal bercampur rindu.

"Maafkan aku, aku pikir jika aku menemui mu saat itu kamu akan marah dan membenciku. Aku tahu diri ji, setelah pergi begitu saja tanpa kabar dan pamit padamu meski saat itu aku sudah berjanji padamu aku—"

"Tapi ingakri janjimu, iya?" Potong Jisung.

"Aku mohon minta maaf ji. Selama ini pun aku sudah tak bisa sebebas dulu, aku terikat oleh benang kendali atas ibu ji. Aku harus patuh, aku harus mengikuti keinginannya hingga menghancurkan semua impian yang aku inginkan." Ucap Jeno sendu dengan langsung berlutut di samping Jisung.

Jisung menggeleng kencang mendengar semua ucapan Jeno. "Bangun Jen, jangan begini." Balas Jisung membantu Jeno berdiri.

"Ji.. aku capek dengan duniaku ji.." air mata yang ia tahan sudah meluncur dari pelupuk matanya.

"Engga, kamu harus bangkit lagi Jen. Masa depan kamu masih panjang Jen, sekarang aku disini mendukungmu." Jisung mengusap lembut air mata Jeno dengan menarik tubuh bongsor Jeno ke dalam dekapannya.

"Semua akan baik-baik saja Jen, masa depan yang kamu inginkan akan kamu dapatkan Jen." Dengan mengusap-usap punggung kokoh Jeno yang bergetar.

"Maafkan aku ji, maafkan aku." Lirihnya dengan isak tangisnya yang begitu rapuh terdengar kecil di telinga Jisung.

"Jangan minta maaf terus padaku Jen, aku sudah memaafkanmu. Berhenti minta maaf." Dengan mengigit bibir bawahnya menahan tangisnya.

--o0O0o--


Seseorang yang tak jauh dari taman hanya bisa terdiam dengan wajah datarnya sembari telapak tangannya mengepal erat menahan gejolak amarah  di hatinya. Panas bor panas~

Lalu tak lama seseorang datang dengan terengah-engah karena berlari.

"Eh- Jaem engga ke kelas, bentar lagi mau masuk." Tanyanya yang masih menetralkan jantung yang dibuat berlari tadi.

"Hmm, nanti."

"Oh iya, liat Jeno ga Jaem. Soalnya jam kedua ada presentasi kelompok." Tanyanya lagi.

"Engga tahu." Lalu ia melenggang pergi begitu saja.

"Lah, kenapa tuh bocah? Ga biasanya ketus gitu ama orang." Monolognya menatap kepergian Jaemin lalu menoleh ke taman belakang.

"Loh! Itu orangnya! Malah pacaran nih manusia es." Ucapnya dengan menghampiri sejoli yang masih asik bercengkrama.

"Mataku masih sembab ga ji?" Tanya Jeno menatap wajah Jisung.

"Banget, ahaha." Jisung malah menertawainya.

"Yah, harus dikompres dong. Males ah." Tiba-tiba Jeno langsung cemberut.

"Dih, ngambekan. Nih pake ini aja kalo pake es batu beneran nanti malah banjir mukamu Jen, ahaha." Seru Jisung dengan mengeluarkan kompresan gel sembari terus menertawai Jeno.

"Aduh-aduh, pangeran es ternyata lagi pacaran nih. Kapan pacaran kalian." Tiba-tiba pemuda jangkung menghampiri mereka.

"Eh, Jin ngapain nyusulin gua ke sini?" Mengalihkan topik yang dilempar oleh temannya itu sembari mengompres matanya

"Jam kedua ada presentasi kelompok oy. Kenapa mata lo? Abis berantem lo?" Tanyanya.

"Kaga, kepo banget lo."

"Eh, ternyata Jisung. Gua kira orang lain, ga salah pilih lo Jen. Semoga langgeng ya, gua cuma mau ngasih tahu itu aja jangan lupa ke kelas. Gua duluan kalo gitu, bye ji, Jen." Pamitnya lalu pergi meninggalkan mereka.

"Kayaknya Hyunjin salahpaham deh." Ujar Jisung yang menyalahkan ucapan Hyunjin barusan.

"Kenapa emangnya?" Kening Jeno berkerut bingung.

"Kan kita cuma temenan, tapi Hyunjin nyangkanya kita pacaran. Kan memang bukan pacaran." Balas Jisung membuat Jeno tersenyum kecil.

"Temenan ya."

"Yuk, ke kelas sebelum telat masuk. Aku ga mau dihukum lagi buat bersihin kamar mandi." Ujar Jisung dengan memasukan komik dan headphone-nya kedalam tas.

"Ah, iya. Ayo bareng." Dengan beranjak dari duduknya.

--oo0O0oo--

To be continued...

Love Ending Bet | JaemsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang