💫 Episode 18_

158 25 6
                                    


...

Jeno pun perlahan memberontak pada sang ibu untuk bisa terbebas dari benang kendali sang ibu, ia juga meminta sang ayah untuk membelanya.

Meski ia bukan anak semata wayang keluarga Baskara tetap saja ia tak bisa menghubungi satu-satunya orang yang bisa membantunya terbebas dari sangkar emas yang begitu mencekik kehidupannya, ia juga ingin bebas seperti sang kakak namun berakhir keluar dari kartu keluarga Baskara.

Hingga masalah itu menjadi besar setelah berita itu terdengar oleh kakek, membuat beliau jauh-jauh dari London terbang menuju Indonesia hanya untuk mencegah cucu kesayangannya di usir dari rumah hanya sang kakak tak menginginkan menjadi pembisnis karena perusahaan milik Jaendra akan diberikan pada anak sulungnya yaitu Melvin Bhankaswara itu nama belakang dari sang kakek yang memberikan nama tengahnya pada cucunya itu.

Namun meski tidak akan ada mantan anak karena Melvin masih akan menjadi anak dari pasangan Jaendra dan Tyana sebagai orangtuanya, termasuk juga Jeno sebagai anak bungsu Baskara.

Jeno harus mencari informasi kondisi Melvin dari mana lagi, ia hanya bisa mencari orang-orang yang pernah mengenal kakaknya.

Sementara sekarang Jeno hanya bisa berbaring lemas di kasur empuknya menatap langit-langit kamarnya, mengingat masa kecilnya yang masih begitu ceria tanpa Tyana mengekang kebebasan bermainnya.

Mengingat sang kakak, Melvin yang masih ada di dalamnya yang masih mengenal Jeno dan seringkali bermain bersama, kenangan indah seperti itu hanyalah terulang sekali di kehidupan ini.

Meminta mengulang kembali kenangan indah seperti itu lagi pun sudah tidak bisa dan tidak akan pernah lagi terulang, jika mantan keluarga Cemara ini mau mengulang kembali memori seperti dulu.

Jaen yang sebagai seorang ayah pasti akan menginginkan hal yang terbaik untuk anak-anaknya di suatu hari nanti, apakah yang dilakukan olehnya itu seburuk itu kepada Melvin(?).

Tyana hanya seorang ibu sekaligus aktris sibuk yang hanya bisa menyempatkan waktunya untuk anak-anaknya terkecuali Jeno sebagai anak bungsu Baskara, memberikan fasilitas yang Jeno mau dan ia akan di manjakan oleh uang.

Namun Tyana terus mendorong Jeno kedalam dunianya, meski anaknya itu tak pernah ingin masuk ke dunia industri hiburan ataupun terlibat ia tetap tak ingin.

Lalu apakah ini yang namanya kemauan mereka atau kemauan diri mereka sendiri(?). Tanpa disadari ia membuat anaknya sendiri perlahan terbunuh oleh pintaannya, ancamannya, dan mematuhi kehendaknya.

Jeno tersenyum kecil teringat ia memiliki depresi berat dan kecanduan minum obat penenang, ia terus tersenyum melihat bayangan Jisung yang tersenyum cerah dan tertawa di benaknya. Bagaimana jadinya jika Jeno memberitahu apa yang di deritanya pada Jisung.

"Jeno, ingat ini. Mommy akan mengurungmu selama lima hari dan tidak akan yang namanya kamu belajar, mommy sudah mengurusi kehadiranmu di sekolah. Selamat malam pangeran mommy." Ucap Tyana tegas lalu berubah lirih mengucapkan selamat malam seperti biasa.

Setelah Tyana pergi dari depan pintu kamar sang anak, Jeno hanya bisa mengerang frustasi yang terendam bantal. "Kapan ini akan berakhir." Lalu ia menatap jendela balkon terlihat bulan begitu amat terang.

"Jie, tolong bebaskan aku dari rumah yang seperti penjara ini. Bawa aku ke suatu tempat untuk merasakan aman dari benang kendali mommy ini jie. Arrhh!! Aku butuh obat! Aku butuh obat!" Dengan menahan erangan sakit, ia terus menarik laci dengan kasar mencari obat yang dimaksud.


--o0O0o--


Jisung sontak terbangun dari tidur nyenyaknya, nafasnya terengah-engah dengan keringat sebesar biji jagung di pelipisnya yang sudah bercucuran. Ia menoleh ke AC yang tampak masih menyala.


"Kenapa aku berkeringat banyak, kenapa mimpi buruknya kak Jeno? Ada apa dengannya?" Gumamnya dengan cemas lalu menoleh ke ponselnya yang tergeletak begitu saja di nakas kecil samping ranjang.

"Apakah kak Jeno sama sepertiku memimpikan hal buruk? Tapi ini sudah terlalu larut untuk mengirim pesan." Melihat jam weker digital di samping ponselnya.

"Tapi.. tck, coba dulu saja deh, jika terkirim berarti kak Jeno masih terjaga." Ia meraih handphonenya dengan langsung membuka chat room tertuju pada Jeno.

"Eh? Ada pesan di arsip, siapa ya? Nanti dulu saja, chat kak Jeno baru ku buka arsipan chat." Gumamnya dan langsung masuk ke chat room Jeno.

"Huftt.. semoga belum tidur, feeling-ku kak Jeno sedang tidak baik-baik saja sekarang." Lirihnya yang terus menatap chat room.

"Ah, pesan arsip. Dari siapa ya kira-kira." Penasarannya.

Deg

Unknown

|Kamu bisa berhenti berhubungan dengan anak saya? Jisung atau Jielan Adelio Bagarta(?)
|Saya tak akan menyebutkan nama saya sendiri, namun sepertinya kamu mungkin sudah mengetahui saya itu siapa.

J

isung seketika meneguk salivanya melihat pesan tanpa diketahui, namun ia tahu siapa yang mengirim pesan itu kepadanya.

Tetapi ingatan kecilnya pada saat bermain dengan Jeno masih melekat di ingatannya, bagaimana Tyana begitu tak menyukai Jisung berteman dan bermain dengan Jeno.

Meski begitu Jisung terus mengajak Jeno bermain bersama dengannya, namun hatinya semakin diremas oleh tangan tak kasat mata saat ucapan maut dari Tyana lemparkan pada Jisung yang masih usia belia.

"Kamu itu anaknya siapa sih? Ya ampun pangeran kecil saya bermain dengan anak kumuh sepertimu, ya tuhan kotor sekali bajunya seperti pengemis dan ishh.. bau miskin sekali. Jeno sekarang kamu pulang dan jangan lagi bermain dengan anak kumuh itu." Potongan memori yang amat perih dan penuh hinaan dari Tyana, Jisung masih lugu tak tahu maksud dari ucapan Tyana pada dirinya.

"Harusnya tante Tyana sadar akan perbuatannya yang dibilang terbaik untuk anak pangeran kecilnya, nyatanya membuat kak Jeno perlahan mati atas semua perintah dan kekangan keras dari tante Tyana. tck-tck, wanita cantik-cantik tapi malah menginginkan kak Jeno menderita seumur hidupnya di sangkar emas yang tercipta rumah tapi nyatanya itu bukan rumah melainkan hanya penjara bagi kak Jeno." Rahang Jisung mengeras penuh emosi mengingat semua perilaku Tyana pada dirinya dan Jeno.

"Musnah kek nenek sihir berbentuk tante Tyana. Gua muak liat kak Jeno kalo pulang ke rumah hawanya mendung terus, kenapa engga memberontak sedikit aja kak dari dulu." Monolognya pada bingkai foto terpajang di dinding.

Ting

Kak Jeno💐

|Kenapa jie? Belum tidur ya?( .◜⁠‿⁠◝ )

Kak endo, mau cerita?|

|Sekarang sudah larut malam jie, kamu harus tidur(⁠ ⁠.◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)

Kak endo jangan bohong terus, ayo cerita!|

|Besok aja ya jie, sekarang udah mau jam 12 tuh, liat jam weker kamu deh tapi liat jam hp kamu.
|Tidur ya cantik, besok kakak bakal cerita oke. Sekarang tidur lagi, good night baby❤️


Sebentar, bentar. Jisung mau kayang dulu di kasur sambil lompat. Selarut ini masih saja bisa bikin hati Jisung melompat terjun ke lambung, mau menggembel harusnya kasih aba-aba sedikit.

"Nyebelin banget kak Jeno mah! AARGH, pengen cubit ginjal pembaca deh jadinya."

--oo0O0oo--



To be continued...

Sedikit ada bumbu rujak dimari ya besna, harap tahan esmosi yaw☺️🙏

Love Ending Bet | JaemsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang