3k

613 48 0
                                    


Semalam Awan berjalan dengan cepat ke kamarnya melihat wajah kecewa Ray. Dan menangis.

"Bagaimana ini Mamaaa? Awa takutt, bagaimanaaa inii"

Untung saja Awan memang meminta agar kamar mereka terpisah, jika tidak entah apa yang terjadi.

Ia bingung, resah, dan terkadang khawatir tentang pernikahan ini. Rasanya ingin bercerai saja, tapi rasa takut mendominasi hatinya. Ia masih ingin bebas dengan dunianya, menikmati perjalanannya, dan tanpa mengingat batasan bahwa ia sudah berpasangan.

Awan pun tahu bahwa Ray begitu lembut padanya, tak meminta hal apapun, tak memaksa kehendak apapun, atau bahkan menuntut nya untuk menuruti semua kemauan perempuan yang lebih tua darinya beberapa tahun itu.

Melihat semua hal yang ia lakukan beberapa bulan ini selayaknya orang yang ia temui, mungkin ia mendapatkan tamparan atau setidaknya mendapatkan teguran.

Namun Raycane tidak pernah melakukan hal itu, membiarkan ia bebas. Perempuan itu hanya diam ketika ia melakukan atau mengatakan sesuatu yang sepantasnya ia ucapkan. Bahkan perlakuan nya beberapa bulan ini bisa di sebut sangat buruk.

Ia ingin Ray lah yang menceraikan nya, ia ingin kembali seperti dulu hidup bersama orang tua nya. Kesana kemari dengan nyaman tanpa mengingat tentang hubungan yang menghantui pikirannya.

Awan pun mengetahui semua kegiatan Ray. Meminum kopi di pagi hari dan sarapan dengan sandwich telur, berangkat bekerja, pulang larut malam, melembur di ruang kerja, dan yang paling membuat Awan merasa bersalah terkadang setelah ia mengatakan jawaban sadis ketika Ray mengajak nya sarapan bersama, pasti Ray akan melewatkan sarapan nya, pasti. Pulang larut malam dan menyeduh dua bungkus Mie instan.

Tubuh Ray semakin kurus dengan otot yang semakin menonjol oleh latihan Gym nya yang rutin. Kedua mata tajamnya seolah meminta pengertian nya. Ketika ia pulang kerja pun akan selalu tertidur sejenak pada sofa ruang tamu. Terkadang Awan juga sering melihat Ray yang menatap kosong meja makan, seolah mengharapkan seseorang menemani nya.

Tatapan kesepian Ray merupakan hal yang menyakitkan, dan ia yang merasa terjebak dengan pernikahan ini.

Bahkan perempuan itu sering pulang dari kantor dengan beberapa kantong supermarket yang berisi bayak bubur istan dan beberapa Mie instan. Raycane tak menuntut nya dalam hal apapun dan dalam bentuk apapun.

Perempuan itu menepati janjinya.

Uang jajan, keperluan, dan uang sekolah bahkan tidak pernah telat masuk ke rekening nya. Benar-benar sosok bertanggung jawab yang di harapkan banyak orang.

Awan terlelap dengan posisi menyamping dengan pajamas satin yang membalut tubuh kecilnya. Isak kan nya perlahan terhenti berganti dengan napas teratur.

Raycane sedari tadi berdiri di depan pintu bercat putih gading itu, mendengar isak kan si manis yang benar-benar menyesak kan. Setelah beberapa saat, ia membuka pintu dam masuk dengan langkah pelan ke kamar si manis. Dan berjongkok mengsejajarkan wajahnya dengan wajah si manis yang begitu sembab oleh air mata.

Jika boleh mengaku ia juga sebenarnya merasa tersiksa dengan hal ini. Pernikahan tanpa cinta, rumah yang terasa dingin, mendengar rintihan si manis yang begitu menyakitkan, rasa bersalah yang menggerogoti tiap detiknya, dan terus sendirian padahal ia memiliki pasangan.

Permintaan maaf pun tak kan bisa menyurutkan perasaan halus si manis. Namun hanya inilah yang bisa ia lakukan, semoga suatu saat ada keajaiban diantara mereka.

"Maaf Awan. Maafkan aku menyusahkan mu" bisik Ray pelan. Tangannya mengambang di udara ragu hanya sekadar menyentuh rambut legam si manis.

Ia tak masalah dengan ia yang memendam semuanya sendirian, tak masalah jika harus memakan mie instan di sisa hidupnya. Ini membingungkan, dan entah langkah apa yang harus diambilnya.

ANOTHER Marriage (FEMDOM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang