20k

357 42 4
                                    

Deep Talk.

"Kenapa Ray, mau menikah ama Awa?" pertanyaan pertama yang sudah di wanti-wanti oleh Raycane terceltuk apik oleh si manis.

Kedipan penasaran Awan menatap penuh pada dominan nya.

"Kenapa? Sejujurnya, saya juga bingung mengenai hal ini. Oleh sebelumnya tak pernah menduga pula kamu bocah yang beberapa tahun silam bertamu ke rumah saya" elusan lembut Ray berhenti, dan lengan nya merambat pada pinggang ramping si manis.

Awan tersenyum mendengar jawaban Ray, "Keinginan saya untuk menikah hanya beberapa persen, sisa nya hanya tentang bagaimana saya dapat membahagiakan serta tidak membebani orangtua saya. Hanya itu"

Degup jantung Awan kian menggila wajah Raycane hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. Hidung bak patung Yunani, rahang tegas, serta sorot mata tajam, entah mengapa itu semua begitu pas untuk Raycane. Ia baru menyadarinya.

"Jadi? Kenapa Sayang mau menikah dengan Kakak?" tanya si dominan dengan wajah super jahil.

Telunjuk Awan menyentuh batang hidung Raycane yang begitu mancung. Ekspresi nya merengut, cemburu. Kenapa tidak ia saja yang diciptakan dengan wajah tampan serta hidung mancung?.

"Untuk nyatanya, aku terpaksa oleh permintaan Kakek. Aku minta maaf untuk yang satu ini"

"Jadi? Apa Ray menyesal? Awa masih saja seperti ini, pondasi rumah kita juga belum sekuat itu"

Ray tertegun 'Rumah Kita'? Mungkin benar seperti itu.

"Menyesal? Untuk apa? Perjodohan?" ulang Raycane. Semuanya patut ia pertanyakan.

Merawat diri, mengasihi, ataupun memikirkan segala masalah yang ada sudah pernah ia lewati. Dan- nyatanya ia masih hidup, masih bisa berdiri, masih kokoh dengan kedua kaki nya.

Semuanya akan baik-baik saja, ia percaya penuh akan hal ini. Ia percaya Ibu nya, ia percaya Ayahnya. Maka dari itu ia akhirnya menerima dengan lapang dada perihal perjodohan ini. Semuanya juga tentang perihal waktu, perihal hati yang harus ia usahakan, ada prinsip yang harus ia pegang, dan yang terpenting ada cinta nya yang terlanjur begitu dalam.

Anggukan kepala pelan Awan ia tujukan untuk pertanyaan Ray.

"Semua sudah ku pikirkan secara matang, sayang. Segala hal yang terjadi pasti mempunyai risiko. Dan inilah aku, dengan sebongkah resiko dalam mencintai mu. Mencintai kekurangan, mencintai pemikiran, mencinta segala yang ada pada seorang Awan"

Tatapan Raycane jatuh pada sepasang mata sayu yang menatapnya dengan sendu. Sepasang manik indah yang pada akhirnya menatap nya dengan penuh pengertian. Sepasang manik seindah telaga yang menjatuhkan segalanya, ego nya, sifat nya, keras nya, dunia nya. Ia yakin tuhan tak kan membiarkan begitu saja satu hati hamba nya yang selalu merintih karena cintanya.

"Lalu apa lagi yang harus ku sesali hmm? Tuhan sudah mendatangkan seseorang dengan keindahan serta kesempatan nya untuk ku berjuang serta terus berharap mendapatkan tempat pada cinta nya. Apa itu suatu kesalahan? Apa perjuangan ku selama ini kesalahan yang teramat besar? Kita sudah terikat sedalam itu dengan Tuhan"

Awan bisa melihat, ia mengerti, ia faham, ia tau tatapan itu. Luka menganga dari tatapan mata Ray yang mulai memerah, sejauh ini kah luka yang ia torehkan? Sejauh mana lagi kesempurnaan yang ia cari untuk pasangannya? Hati nya bergetar, melihat retina dominan nya bergerak gusar seolah takut bersibobrok dengan tatapan nya.

Seyakin apa dominan nya pada cinta yang selama ini menyiksa nya? Seluas apa hatinya untuk mengerti segala miliknya yang teramat labil.

Awan terus diam, ia yakin masih ada sebongkah ungkapan Ray yang masih ada di dalam hatinya. Mata Awan seolah membidik manik tajam Ray kembali tenang menatap jemari nya yang bermain pada rambut Awan.

"Aku bingung sayang. Hati ku selalu bertanya, seolah mendobrak kewarasan ku untuk tetap menggenggam atau melepaskan. Bagaimana ini?" ujar Raycane dengan suaranya yang mulai serak memberat.

Denyut pada jantung Awan entah mengapa terasa sakit setelah mendengar penuturan terakhir Raycane. Jemari Raycane terus bergerak memainkan helain halus Awan. Posisi keduanya tetap terdiam sejak awal tanpa ada niatan bergerak satu inci pun.

"Aku hanya ingin mempunyai keluarga yang penuh tawa kebahagiaan, cinta yang selalu mengalir, serta dermaga raga yang saling mendukung. Namun sepertinya itu sulit untuk ku wujudkan. Impian ku terlampau besar untuk realita yang terlalu kasar"

Awan bungkam. Ia benar-benar habis, lalu bagaimana dengan impian nya? Jadi, impian nya kalah oleh cinta sebesar ini. Cita-cita yang ia pikirkan hingga membuat hatinya bergetar harus berhenti sampai disini. Dikalahkan oleh cinta seseorang dengan penantian panjang nya?.

Rahang Ray bergerak, saat menelan ludah nya dengan susah payah. Mata nya perih menahan kedipan yang akan menjatuhkan aliran air mata nya. Hati nya tersesat kali ini. Ia tak melupakan. Bahkan sedetik pun tentang impian besar Awan yang telah di dambakan nya sendari kecil. Entah pada bagian mana jalan keluar nya, ia terlampau lelah.

"Sekarang bagaimana? Apa yang harus aku lakukan agar kehidupan kita lebih baik?"

"Ayo, bantu aku. Aku tidak pernah memaksa mu untuk mencintai ku, aku hanya ingin bagaimana caranya cinta ku dapat menyentuh hati mu yang sedalam telaga. Aku hanya ingin kau merasakan apa yang hati ku rasakan. Apa itu bisa?"

Airmata Ray merembes membasahi telapak tangan Awan yang sudah menyentuh pipinya, mengusap nya perlahan.

"Aku bingung Awan, permainan labirin mu begitu memikat dan membawa jiwa ku terlalu jauh. Jangan terlalu lama, aku takut membeku sendirian disini"

"Aku menanti hal ini. Segala yang ku pendam akhirnya tersampikan pada mu. Cita-cita mu begitu mulia, sampai-sampai langkah ku mulai bergetar saat ini"

Ray sudah tidak bisa menahan lagi air mata nya yang terus mengalir dalam perkataan nya. Hatinya terlampau perih harus mengatakan ini semua.

Jemari kasar Raycane bergetar pucat, suhu kamar ternyata tak bisa menghangat kan tubuhnya. Di kecup nya oleh bibir itu punggung tangan kecil Awan.

"Kau tak akan kehilangan semuanya sayang. Melepas ku bukan sesuatu yang berat bagimu bukan? Aku terlampau sadar kala tatapan letih mu ketika bersama ku. Aku harap kau tak sejahat itu pada ku. Namun bagaimana ini?"

"Aku mencintaimu, sayang. Demi nyawa ku, hidup ku, dan segala nya. Aku mencintaimu. Kumohonn-Jangan menaruh ragu lagi pada ku"

Ray mengecup kening Awan beberapa saat. Apa ia harus egois kali ini?

ANOTHER Marriage (FEMDOM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang